Satu jam lebih dua puluh menit, pemotretan akhirnya selesai. Jihan langsung menuju ruangan untuk beristirahat yang sudah disediakan. Sebagai model senior yang sudah punya nama, dia memang diistimewakan.
Ah … tidak mudah untuk sampai di tahap ini. Dulu, masa-masa masih merintis, ruangan tempat dia istirahat itu bisa ditempati sampai belasan model. Mereka berjubel menunggu giliran. Sesak. Lapar. Lelah. Semua rasa berbaur menjadi satu. Makan tisu yang dicelupkan pada air lemon sudah menjadi konsumsi sehari-hari untuk mengganjal perut saat sedang ada event. Semua dilakukan oleh para talent agar tetap langsing dan memenuhi kriteria yang dibutuhkan oleh penyelenggara acara. Dimarahi, dicaci, semua sudah dia lewati. Jihan kenyang oleh makian saat namanya belum diperhitungkan. Sungguh, gemerlap dunia model yang selalu tampil cantik dan penuh kemewahan tak seindah yang selalu diperlihatkan. “Foto-foto kemesraan Ralin dan Aditya menggemparkan media hari ini. Di salah satu foto dengan latar Menara Eiffel keduanya terlihat saling memandang penuh cinta. Foto lainnya menunjukkan kebersamaan mereka saat sedang menikmati sunset di Imerovigli, Santorini.” Jihan menoleh cepat pada televisi yang sedang menayangkan foto-foto kebersamaan Aditya dan Ralin. Perih. Jauh di dalam sana, lukanya menganga. Dia ingat sekali, setiap liburan keluarga ke luar negeri, Aditya selalu pamit dan menghilang beberapa saat dengan alasan pekerjaan atau menemui rekan. Ternyata, ini alasan sebenarnya. Tempat itu, tempat di foto itu sama persis dengan latar foto yang mereka pajang di ruang tamu. Tega. Aditya bahkan memboyong serta selingkuhannya saat sedang menghabiskan waktu untuk merayakan ulang tahun pernikahan bersama anak-anak mereka. “Itu foto lama, liburan ke Perancis sebagai hadiah karena aku mau menerima cinta Mas Aditya. Kalau yang di Yunani, itu tahun lalu, Mas Aditya mengajak aku sekalian saat sedang berlibur bersama keluarganya. Ya nggak bareng dong, rasanya seru dan deg-degan saat curi-curi waktu bertemu di tengah kebersamaan mereka.” Tawa Ralin terdengar renyah saat menanggapi ucapan. “Bu Jihan.” Nia mengambil remote dan langsung mematikan televisi. Dia menepuk pelan punggung Jihan dan menunjuk sofa tempat Aditya yang juga sedang duduk sambil menatap televisi dengan wajah datar. Dia memang menunggu Jihan selesai pemotretan di sana sejak tadi. “Pak Aditya mengantar?” Nia berbisik pelan. Jihan mengangguk. Nia, wanita itu bukan hanya sekedar manajer. Dia juga sahabat yang menjadi tempatnya berkeluh kesah. Wajar dia heran karena Aditya ikut hari ini. Jihan yang istrinya saja tadi sempat merasa janggal. “Sudah selesai? Kita pulang?” Aditya berdiri sambil tersenyum. Jihan menarik napas panjang. Seperti biasa, Aditya selalu datar setiap ada masalah di antara mereka. Masalah mereka? Ah … sepertinya dia sendiri yang merasa bermasalah sementara suaminya merasa mereka baik-baik saja. “Jadi, setiap tahun selama tiga tahun ke belakang, Mas juga sibuk pacaran selain menghabiskan waktu denganku dan anak-anak saat liburan?” “Sudahlah, Jihan. Kenapa sekarang semua seolah menjadi masalah? Selama ini hubungan kita baik-baik saja. Walau sibuk diluaran ….” “Sibuk pacaran?” Jihan terkekeh. Sementara Nia memilih diam dan menyibukkan diri membantu membereskan peralatan Jihan. “Saya sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita." Aditya menatap Jihan tajam. "Ayolah, Jihan. Sebelas tahun pernikahan kita baik-baik saja. Saya selalu ada waktu untuk anak-anak. Saya salah. Saya akui itu. Maaf.” Jihan memejamkan mata. Hatinya perih mendengar saat ucapan maaf dari Aditya. Setelah semuanya, baru baru sekarang kata itu terucap padahal dirinya sendiri sudah hampir mati terkapar karena tersiksa oleh perasaan. “Saya khilaf. Saya berdosa. Apapun itu silahkan tumpahkan semuanya pada saya." Aditya berdiri dan memegang pundak Jihan. Beruntung ruangan itu kedap suara hingga perdebatan mereka tidak terdengar sampai keluar. "Walau begitu, ada satu yang harus selalu kamu ingat. Saya tidak pernah melupakan tanggung jawab pada keluarga. Kasih sayang pada anak-anak tidak berubah. Semua kebutuhanmu juga saya cukupi …." “Ini bukan masalah materi, Mas! Asal Mas tahu, aku bisa mencukupi kebutuhanku sendiri!”Sungguh, dia bisa melihat suaminya adalah sosok yang sangat bertanggung jawab pada keluarga.Setelah tujuh tahun berlalu, mereka mulai menata kehidupan lagi. Banyak ketinggalan yang harus Rayna dan Damar kejar. Banyak juga biaya yang mereka butuhkan agar kedua anaknya bisa mengejar ketinggalan itu.Jihan terjun langsung ke lapangan, dia tidak segan membantu mengikat sayur-sayuran sebelum diserahkan pada penadah. Model kelas atas yang dulu tangannya selalu rutin perawatan setiap bulan di salon ternama, tidak segan berkubang licak saat membantu Aditya mengangkat pupuk untuk tanaman mereka.Dia mendukung penuh saat Aditya mengatakan akan merintis usaha dibidang pertanian. Jihan mengaminkan saat Aditya ingin benar-benar meninggalkan semua hal tentang masa lalu mereka. Bahu membahu mereka menjalani semua dengan satu tujuan, kedua anaknya harus menjadi orang di masa depan. Kedua anaknya tidak boleh hidup dalam kekurangan.“Fadhli Hermawan, Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan
"Kamu membuat rasa gugup saya jauh berkurang, Jihan. Saya menjadi percaya diri menyampaikan pesan kebaikan pada suami anak kita nanti."Jihan dan Aditya terkekeh bersamaan. Masa-masa sulit yang pernah mereka lalui, menumbuhkan lagi cinta yang pernah pudar pada masanya. Bahkan, perasaan itu menjadi semakin subur dan tumbuh besar. Kini, saat usia sudah senja, mereka merasa seperti dua anak muda yang baru saja mengenal cinta. Aditya dan Jihan benar-benar menikmati kebersamaan yang mereka punya.“Rayna sayang Mama, Papa dan Damar.” Jihan menahan napas saat kenangan lima belas tahun lalu memenuhi ruang ingatannya. Suara Rayna terdengar sangat jelas, seakan kalimat itu diucapkan di hadapannya saat ini.Itu kalimat pertama yang Rayna ucapkan setelah menjalani pengobatan dan terapi selama tiga tahun ini. Jihan yang sedang merapikan sisa-sisa sarapan bahkan hampir menjatuhkan gelas di tangannya kalau Aditya tidak sigap memegang tangan Jihan yang bergetar.“Jaga Rayna, saya panggil tim dokter.”
“Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (al-Lauhul mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS al-Hadiid:22).Rasulullah SAW bersabda: "Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi." (HR. Muslim).Roda kehidupan terus berputar. Tidak peduli kau merasa harimu berakhir hari ini, kalau takdir menuliskan semua harus berlanjut, maka siapa yang bisa menentang ketetapan? Siang berganti malam, pagi menyongsong petang.Seperti saat hari diawali dengan pagi yang sejuk, terus beranjak melewati tengah hari yang terik, perlahan menurun menuju senja yang indah hingga akhirnya malam yang tenang dan melenakan menyambut kita semua ke dalam peraduan.Begitupun kehidupan, ada masanya kita melewati kehidupan yang tenang. Sesaat berlalu kita terlempar ke titik tertinggi kebahagiaan atau juga titik terenda
Makian yang diteriakkan berulang-ulang itu memenuhi ruang ingatan Ralin hingga membuat wanita itu gemetar hebat. Dia menyadari satu hal. Dia sudah terbuang dan tak akan pernah diterima lagi di tanah kelahirannya. Dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menatap keponakannya, anak Jefry yang baru saja lahir tepat sehari sebelum kasus penggerebekan mencuat.“Proses persidangan kasus pencemaran nama baik dan penghasutan yang menyebabkan kerugian oleh Afrizal dan Ralin terhadap Aditya Buana, Jihan Qirani dan Perusahaan Mata Air Buana akan dimulai besok. Menurut keterangan pihak yang berwenang, berkas telah lengkap dan sudah diserahkan pada hakim.Diantara kisruh kasus ini, mencuat keterangan dari salah satu sumber yang tidak mau disebutkan namanya. Narasumber mengatakan, puluhan tahun lalu terjadi perseteruan antara Cakra Buana dan Afrizal. Mereka berseteru hingga menyebabkan Afrizal kehilangan semua usahanya.Dua pemuda yang saat itu menjadi sorotan karena sudah meraih sukses di usia y
Berita itu disambut dengan sukacita oleh publik. Mereka akhirnya lega karena di masa depan generasi muda akan terbebas dari tontonan orang-orang seperti Ralin yang sering menimbulkan sensasi dan memancing keributan untuk menarik simpati publik.“Setelah berbagai pihak mengambil sikap,asosiasi model dalam negeri juga ikut memberi pernyataan. Nama Ralin yang selama ini menjadi kiblat dan contoh wanita bertalenta yang sukses sudah dicoret. Gelar itu dikembalikan pada Jihan Qirani yang sebelumnya dicabut karena alasan tidak bermoral, yakni memaksa Ralin menggugurkan kandungan.”Ralin tertunduk dalam-dalam mendengar berita dari radio mobil. Dia mengusap air matanya yang mengalir perlahan. Habis, semua habis. Karirnya berakhir, nama baiknya hancur. Persis seperti yang dia lakukan pada Jihan setahun lalu. Kini, semua itu kembali dan berbalik pada dirinya.Dunia di depan sana seperti gelap bagi Ralin. Dia tidak ada bayangan sedikitpun bagaimana akan melanjutkan hidup setelah keluar dari penja
"Mengadili 1. Menyatakan terdakwa Afrizal dan terdakwa Ralin Kamala alias Ralin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perselingkuhan dan perzinahan. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama ….""Alhamdulillahirobbilalamin." Wilda menutup wajah dengan kedua tangannya. Ketukan palu tiga kali dari hakim menjadi penanda sidang resmi ditutup.Fandy dan Firdaus menarik napas panjang. Dua lelaki itu tersenyum lebar mendengar keputusan hakim. Kelegaan jelas terpancar dari wajahnya mendengar kalimat hamdalah keluar dari bibir sang Mama. Hanya mereka berdua yang menemani Wilda mendengarkan keputusan sidang hari ini. Fikry dan Fikar ada meeting penting yang tidak bisa ditinggalkan.Sebenarnya, mereka agak keberatan Wilda datang karena. Kondisi mamanya masih sangat lemah. Namun saat Wilda memohon dengan sedikit memaksa dan dokter mengatakan tidak apa-apa keluar sebentar, mereka tidak dapat menolak.Ruang sidang itu langsung
“Kau tahu? Ibu sakit sejak berita ini mencuat beberapa minggu lalu.” Jefry mengepalkan tangan. Hidungnya kedat. Lelaki itu menengadah agar air matanya tidak tumpah. “Setahun belakangan, beliau sangat bangga melihat anaknya wara wiri di layar kaca. Walau tak pernah lagi saling berkabar, Ibu selalu bercerita dengan bangga pada tetangga dan keluarga yang lain kalau beliau senang melihat prestasimu saat ini.”Ralin mengusap air mata. Dia tidak punya keberanian untuk pulang selama ini. Dia sepenuhnya menyadari apa yang dia lakukan dengan menjadi simpanan Afrizal adalah sebuah kesalahan besar. Namun, bagaimana lagi? Hanya dengan cara itu dia bisa membalaskan dendam pada Jihan dan melihat kehancuran Aditya, lelaki yang tidak bisa dimilikinya."Ibu sakit karena memikirkan kamu, Dik. Beliau tidak kuat mendengar cacian tetangga yang menghinamu. Banyak juga dari desa sebelah melakukan teror dengan mengatakan kami tidak becus mendidik anak gadis di keluarga kami." Jefry terengah. "Ibu … Ibu menin
Iskandar tersenyum mendengar pertanyaan beruntun dari awak media. Sebagai pengacara yang sudah cukup sering menangani kasus besar, dia sudah terbiasa dengan sorot kamera dan perhatian publik seperti ini.“Betul, saya kesini mendampingi keluarga klien saya untuk membuat laporan terkait pencemaran nama baik terhadap Aditya Buana, Jihan Qirani dan Perusahaan Mata Air Buana. Disini, klien kami sangat dirugikan.Seperti yang kita ketahui, Jihan harus meninggalkan karirnya di dunia modeling, Aditya harus kehilangan perusahaan karena amukan massa yang diduga disebabkan oleh hasutan Ralin dan Afrizal di belakangnya.Tidak hanya itu, mereka juga harus menerima sanksi sosial digunjingkan dan dicaci maki oleh publik yang menaruh simpati pada Ralin. Klien kami juga sempat mengalami depresi ringan karena menghadapi masalah ini karena saat itu mereka juga sedang berduka kehilangan orangtua dan mertua serta bersedih dengan kondisi kedua anak mereka.Jadi, karena banyaknya kerugian yang didapat oleh
“Hasil sidang hari ini semakin menyudutkan Ralin dan Afrizal. Setelah mendengarkan keterangan para saksi, kesemuanya memberatkan model dan pengusaha itu. Selain keempat anak Afrizal, saksi yang dihadirkan adalah Roni, supir pribadi Afrizal yang selalu mengantar Afrizal kemanapun. Lelaki itu membenarkan sering mengantar Afrizal dan Ralin saat bepergian.Saksi-saksi lainnya yaitu Rusdi dan Yarsi, pasangan suami istri yang berprofesi sebagai penjaga dan pembersih villa, tempat penggerebekan terjadi. Berdasarkan keterangan saksi dan barang bukti yang ada, semakin menguatkan tuntutan Wilda Ranggajati pada suami dan selingkuhan suaminya itu.”Simpang siur berita menggemparkan itu memenuhi halaman utama media hampir beberapa minggu ini. Publik benar-benar menaruh simpati besar pada Wilda dan keempat anaknya yang saling berpegangan erat untuk memenjarakan Afrizal, lelaki yang menjadi pemimin di keluarga mereka.“Betul, klien kami sudah mengajukan tuntutan balik. Salah satunya dengan dasar pas