Share

IV

Danina tidak pernah melihat Loretta semenjak pertemuan rahasia itu. Tak ada yang tahu kemana gadis itu menghilang—atau lebih tepatnya pergi. Nareef dan Sitaf tak ingin menjawab pertanyaan darinya. Dan itu membuatnya semakin frustasi.

Tak ada yang paham Loretta sebaik Danina. Gadis itu pasti sedang murka dan hatinya terluka. Danina tahu apa yang dirasakan sahabatnya itu. Yatim piatu, tak memiliki siapapun. Meskipun hampir seluruh anggota Camsart yang tersisa menjadi yatim piatu, tapi tidak ada yang benar-benar mengenaskan seperti dirinya.

Bahkan Dagan masih mempunyai sepupunya, Odvarr.

Dan Danina yang memiliki kedua orang tua.

Tapi tidak dengan Loretta. Tidak ada siapa-siapa yang tersisa darinya.

Matahari belum muncul dan kunang-kunang masih menerangi tempat tinggal para Camsart. Tapi Danina sudah berada di luar rumah. Hanya ada beberapa orang yang sudah keluar rumah termasuk dirinya. Beberapa bertugas untuk menangkap ikan, beberapa lagi mengerjakan pekerjaan pribadi. Dan dirinya yang mengerjakan urusan pentingnya.  

Danina melangkahkan kakinya menuju rumah sang Alfa. Meneror pria itu selama empat hari berturut-turut. Hari ini tepat empat hari Loretta menghilang. Sejujurnya, dia juga ingin pergi ke tempat Sitaf berada, tapi gadis itu tidak tahu tempat tinggalnya. Ya, tidak ada yang tahu dimana para Effrayante tinggal. Meskipun Camsart dan Effrayante hidup berdampingan, tidak ada satupun Camsart yang mengetahui tempat tinggal mereka.

Pintu itu diketuk sebanyak tiga kali. Kemudian jeda selama beberapa saat. Kembali diketuk dan diberi jeda, dan akhirnya pintu itu terbuka, dengan derit nyaring yang membuat Danina mundur dua langkah. "Danina!" Suara Saga—anak bungsu Nareef—terdengar serak karena bangun tidur dan bercampur dengan kesal. Wajah mengantuk yang awalnya terlihat bingung dan melas kini berangsur kesal. Bocah sepuluh tahun itu mengucek matanya perlahan, lalu menguap. "Ayahku sudah pergi pagi-pagi sekali dengan Sitaf." Jelasnya tanpa ditanya dengan setengah menggerutu.

Danina menyipitkan matanya—ragu dengan penjelasan bocah yang baru bangun tidur itu. Tapi hatinya menolak untuk curiga, karena Saga adalah bocah paling baik dan jujur yang pernah dia temui.

Toh karena Saga satu-satunya bocah di klan Camsart yang tersisa.

"Aku bersumpah demi ibuku!" ujarnya lagi dengan dengusan kesal. "Dan berhentilah mengetuk rumah sebelum matahari keluar, Dan. Loretta menghilang, dan tak ada yang tahu dimana dia."

"Nareef tahu dimana dia berada." Ujarnya cepat tak mau mengalah. Kemudian Danina dengan cepat mengatupkan mulutnya, menahan protes yang akan dia keluarkan pada bocah didepannya itu.

Memangnya apa yang diketahui Saga yang masih berumur sepuluh tahun?

"Danina?" Suara wanita dibelakang punggungnya membuatnya membalikkan badan. Dia mendengar Saga mendesah lega, dan kembali masuk kedalam rumah dengan cepat. "Nareef pergi bersama Sitaf, jika kau ingin tahu." Jelasnya dengan senyuman di wajahnya.

"Gaia—"

"Sayangku, aku tidak tahu dimana Loretta berada. Dia keluar dari rumah ini saat tengah malam. Setelah berdebat selama seharian, dan dia pergi tanya mengucapkan apapun padaku. Dan aku tidak pernah melihatnya setelah itu."

Danina mendesah pilu. Rasa khawatir yang menggerogoti dirinya semakin menjadi di setiap harinya. Dia hanya ingin tahu dimana Loretta berada. Dia cemas dengan keputusan yang akan dipilih Loretta. Dia takut jika Loretta akan mencelakai dirinya sendiri, atau mencelakai Camsart yang tersisa.

"Apa dia pergi karena surat itu?" tanya Danina tiba-tiba, membuat Gaia terdiam untuk beberapa saat.

Danina menangkap ekspresi marah pada wajah Gaia selama beberapa detik, sebelum ekspresi itu tergantikan dengan ekspresi cemas. Gaia menggeleng, "Aku tidak tahu, anakku. Mungkin dia sedang menenangkan diri di suatu tempat." Jawabnya, "Tapi aku tidak ingin berpikir dia keluar dari hutan ini. Tidak disaat seperti ini."

 Perkataan Gaia membuat Danina terdiam. Gadis itu menyetujui apa yang dikatakan wanita paruh baya yang berdiri didepannya. Meskipun hati kecilnya masih ingin mencari keberadaan Loretta, tapi nalarnya kini mulai berpikir secara rasional.

Semua orang menyayangi Loretta termasuk dirinya. Semuanya pasti mencemaskan keberadaan gadis keras kepala itu, meskipun mereka lebih lihai menyembunyikan rasa khawatir daripada dirinya. Atau mungkin saja orang-orang Camsart tidak terlalu khawatir dengan menghilangnya Loretta karena mereka tahu gadis itu akan kembali sebentar lagi.

Benar. Loretta tak akan bertindak gegabah seperti ini, batinnya mencoba meyakinkan akal sehatnya, meskipun disatu sisi hatinya menolak kemungkinan itu.

Loretta mungkin saja melakukan itu melihat betapa kompulsifnya dia, sisi lain batinnya membisikkan keraguan kepadanya.

Gaia menepuk pelan pundak Danina. Senyum wanita itu terlihat tipis, tapi Danina tahu dengan pasti ada sebuah kasih sayang besar dibalik senyum itu. "Loretta akan baik-baik saja, dimanapun dia berada, dia akan baik-baik saja." Ujarnya menenangkan sebelum masuk kedalam rumah, dan pintu dibelakang Danina berderit menutup.

••

Tiga belas hari dirinya tidak melihat Loretta. Tidak ada yang menanyakan absennya gadis itu pada malam-malam perkumpulan, atau saat tugas yang seharusnya dilakukannya tidak dikerjakan. Orang-orang bertindak seperti tidak pernah mengenal Loretta.

Danina berusaha menahan diri selama sebelas hari. Tidak menanyakan gadis itu pada siapapun, kecuali kedua orang tuanya, Sitaf dan Nareef. Dia bahkan menelusuri setiap tempat yang pernah disinggahi Loretta di dalam hutan ini.

Tapi tak ada jejak-jejak Loretta tinggal disana.

Siang ini, setelah dirinya selesai berlatih memanah sendirian, Danina pulang kerumah. Dia mendapati separuh anggota Camsart pergi berburu, beberapa orang sibuk ke sungai. Hanya tersisa Shilba dan Bran yang sedang membuat perangkap untuk berburu. Dan mungkin mereka akan ikut pergi berburu.

Danina hanya memberi senyum singkat, sebelum dia berbelok ke kanan, menuju rumahnya. Tapi kemudian sebuah ide muncul didalam kepalanya.

Selama tiga belas hari ini, dia tidak pernah mencari jejak Loretta didalam rumahnya. Secara impulsif, Danina kembali berputar arah. Dia akan kerumah Loretta. Dan dirinya berharap hari ini adalah hari keberuntungannya.

Danina melangkahkan kaki keluar dari jalan setapak menuju rumahnya, berbelok kembali ke kiri. Dia melewati rumah Nareef, mengambil jalan memutar agar jika orang-orang tak sengaja bertemu dengannya, mereka tidak akan curiga. Danina kembali berbelok ke kiri, sebelum berbelok ke kanan dan sampai tepat disamping rumah yang ditinggali Loretta bersama si kembar Glapyra.

Danina berdiri menempel di dekat dinding rumah yang terbuat dari kayu itu. Mendengar dengan seksama suara dari dalam rumah. Saat dirinya yakin tidak mendengar suara apapun, dia melangkahkan kaki menuju pintu belakang rumah. Danina mengetuk dua kali, kemudian kembali menunggu. Setelah tak mendapat jawaban dari ketukan yang dilakukannya, Danina menggeser pintu itu dengan cepat.

Pintu itu tidak berderit, pintu itu terbuka dengan mulus dan pelan. Bersyukur karena pintu itu baru diganti dengan yang baru beberapa bulan yang lalu karena rusak terkena badai.

Danina memeriksa sejenak, meyakinkan dirinya bahwa didalam rumah itu tidak ada siapa-siapa. Tak ingin membuang kesempatan, dia memasuki rumah itu dengan langkah seringan bulu. Didalam hati dia berterima kasih kepada ibunya yang mengajarinya meringankan tubuh saat berburu binatang. Dia bisa menggunakannya saat ini.

Rumah yang ditinggali Loretta dan si kembar Glapyra adalah rumah tua. Rumah itu dulunya ditinggali oleh kedua orang tua kembar Glapyra. Seluruh lantai rumah itu akan berderit pelan saat diinjak. Langkah ringan Danina adalah pengecualian. Dia mampu melangkah dengan baik, tanpa menimbulkan bunyi.

Danina sangat hapal dengan lokasi rumah itu. Karena dirinya masuk melalui pintu belakang, maka kamar Loretta berada di sebelah kanannya. Dia harus menaiki tangga panjat untuk menuju kamarnya, karena kamar itu berada di loteng rumah.

Sesampainya didalam kamar Loretta, dia tidak melihat hal yang aneh. Loretta pecinta kerapian. Dan kamarnya rapi seperti baru saja dibersihkan. Atau dia membersihkannya sebelum pergi entah kemana.

Disamping ranjang kayunya ada dua kotak penyimpanan. Satu untuk menyimpan pakaiannya, dan satu lagi untuk menyimpan barang-barang. Danina membuka kedua kotak itu, dan tidak menemukan apapun yang bisa menjadi petunjuk menghilangnya Loretta.

Sebuah tempat yang tak akan ditemukan siapapun, Danina! Bisik batinnya keras.

Tangannya terus mencari, pada setiap tumpukan pakaian yang tidak dibawanya. Pada setiap barang-barang yang ditinggalkannya. Dia bahkan membalik alas tidur tipis milik Loretta, dan tak menemukan apapun.

Tidak ada petunjuk.

Tidak ada apapun.

Tempat dimana Loretta akan menyimpannya, Dan! Teriak batinnya.

Ya, Danina tahu benar Loretta tak akan menyimpan atau meninggalkan sesuatu di tempat yang mudah diketahui orang lain. Tapi Danina pun tak tahu dimana tempat itu. Dan Danina mulai meragukan dirinya yang menganggap mengenal Loretta dengan baik.

Danina kembali menyapu seluruh ruangan itu untuk terakhir kalinya sebelum keluar dari rumah si kembar Glapyra. Instingnya yakin bahwa Loretta tidak meninggalkan apapun di ruangan itu.

••

Danina kembali mengambil rute awal saat dia ke rumah si kembar Glapyra. Orang-orang pasti sudah mulai kembali dari berburu, atau dari kegiatan berkelompok mereka. Dan ia tak ingin mengambil resiko ketahuan oleh siapapun. Sebelum dia melewati rumah Nareef dan menuju lapangan kumpul, dia berbelok ke arah hutan, menuju rumah pohon. Mengingat dirinya dan Loretta selalu berada disana saat kabur dari tugas bersama, atau dari hal-hal menyebalkan lainnya, mungkin saja ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk.

Meskipun dia tak yakin.

Danina memanjat dengan mudah, kemudian mendorong sedikit pintu rumah pohon. Keinginannya untuk menggeledah rumah itu surut saat suara seseorang yang dia sangat kenal memanggil namanya.

"Danina?" suara itu terdengar terkejut. Danina hanya mampu menyapu ruangan itu sekilas, sebelum dia turun satu langkah, dan pintu rumah pohon menutup diatas kepalanya. Dia menunduk, melihat ke bawah dan menemukan Ovena membawa busur dan anak panah, serta rusa yang cukup besar di tas berburunya. "Apa yang kau lakukan disana?"

Dengan buru-buru Danina turun. Dia bahkan melompat dan mendarat tepat disebelah Ovena. "Kabur untuk kegiatan berkelompok." Dustanya, yang dia harap terdengar seperti jawaban jujur yang spontan.

Alis Ovena berkerut tak senang. Tapi wanita itu hanya menggeleng sebagai jawaban tak suka. "Kau seharusnya berhenti, sayang. Gadis itu tak akan kembali."

Kali ini alis Danina yang berkerut—bingung. Dia terlalu sering mendengar pernyataan seperti itu. Seakan-akan semua orang tahu Loretta tak akan pernah kembali. Seakan-akan mereka tahu kemana sahabatnya pergi.

Bahkan Gaia yang mengatakan Loretta akan kembali terdengar seperti sebuah kebohongan di telinganya.

"Dia hanya memiliki kita sebagai keluarganya." Tepis gadis itu kemudian.

Lagi, Ovena menggeleng. Tangannya menepuk bahu Danina menenangkan. "Dia membuang kepercayaannya untuk sesuatu yang belum pasti, Danina."

"Ibu!" Kalimat itu terdengar menyakitkan dihati Danina. Untuk pertama kalinya dia merasa ibunya bersikap kejam.

Danina kembali ingin mempercayai apa yang dia pikirkan tiga belas hari yang lalu. Ia ingin meyakini bahwa Loretta hanya pergi ke suatu tempat dan akan kembali bersama anggota Camsart lainnya.

Tapi kini ia mulai meragukan semuanya.

Ovena tidak mengatakan apapun setelahnya. Wanita itu hanya menarik tangan Danina dan setengah menyeretnya untuk kembali ke rumah. Tempat dimana gadis itu bisa diawasi. Tempat dimana Danina tidak akan mencari temannya yang menghilang tanpa jejak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status