LOGIN
Langit Archipelago Onyx membentang luas, membiaskan warna oranye keemasan dari matahari yang hampir tenggelam. Di atas lautan luas itu, kapal-kapal petualang berlalu lalang, membawa hasil buruan dari dungeon laut atau sekadar menunggu giliran berlabuh di salah satu pulau besar di kepulauan ini.
Di tengah keramaian pelabuhan, sebuah gedung besar berdiri megah, menampilkan simbol "Guild Petualang Samudra." Tempat ini adalah markas bagi para petualang yang ingin mencari peruntungan di lautan, baik pemula maupun veteran. Di dalamnya, suasana tak kalah ramai. Para petualang saling bercakap, beberapa mengangkat gelas penuh bir, sementara yang lain sibuk membaca daftar misi yang tertempel di papan pengumuman. Di salah satu sudut ruangan, seorang pemuda berambut coklat kusut, bermata biru sedang duduk sambil menatap kosong ke dalam cangkirnya yang hanya berisi air putih. "Hei, Renzu! Jangan terlalu serius menatap air putih itu, nanti malah berubah jadi sihir tingkat tinggi!" Tawa meledak dari sekelompok petualang yang duduk di meja seberang. Salah satu dari mereka adalah Garl, seorang pria bertubuh besar dengan bekas luka di pipinya. Dia menatap Kazehaya Renzu dengan seringai meremehkan. "Kau masih petualang peringkat terendah di guild ini, bukan? Sudah berapa misi yang gagal kau selesaikan, hah?" lanjutnya dengan nada mengejek. Renzu menarik napas panjang. Dia sudah terbiasa dengan ejekan seperti ini. Sejak pertama kali bergabung dengan guild, dia memang tidak memiliki bakat sihir, membuatnya selalu menjadi beban dalam setiap ekspedisi. "Aku hanya belum menemukan jalanku, bos" jawab Renzu datar, meneguk air putihnya perlahan. "Hah! Jalanmu itu keluar dari guild ini dan jadi nelayan biasa saja!" Garl kembali tertawa, diikuti oleh beberapa petualang lain. Seseorang menepuk bahu Renzu dari belakang. Mira, seorang gadis dengan rambut merah pendek dan mata tajam, menatapnya dengan sedikit iba. "Sudahlah, jangan dengarkan mereka. Tapi jujur, Renzu, kau harus mulai memikirkan strategi lain kalau kau benar-benar ingin bertahan di dunia petualang." Renzu menatap Mira dan tersenyum kecil. Mira adalah satu dari sedikit orang di guild yang tidak memandangnya dengan hinaan. Meski begitu, dia tahu bahwa bahkan Mira pun mulai ragu apakah dia bisa berkembang. Sebelum Renzu bisa menjawab, pintu guild terbuka dengan keras. Seorang pria paruh baya dengan jubah biru laut masuk dengan langkah tegas. Semua orang langsung diam begitu melihatnya. Itu Kapten Darios, salah satu pemimpin ekspedisi terkenal dari guild. "Dengarkan semua! Kami akan mengadakan ekspedisi ke dungeon laut dangkal besok pagi! Kami butuh tambahan petualang, terutama untuk logistik dan pengangkutan barang!" suaranya menggema di seluruh ruangan. Mira menoleh ke Renzu. "Kesempatan, Renzu. Kalau kau ikut ekspedisi ini, setidaknya kau bisa membuktikan bahwa kau masih berguna." "Kalau dia tidak mati tenggelam duluan." Garl terkekeh. Renzu mengabaikannya dan bangkit dari kursinya. Dengan langkah mantap, dia berjalan menuju Kapten Darios dan berkata, "Aku ingin ikut." Darios menatapnya dari atas ke bawah, kemudian mengangguk. "Baik. Tapi kau hanya akan bertugas membawa suplai. Jangan menghalangi yang lain." "Dimengerti." Keesokan paginya, kapal ekspedisi berlayar meninggalkan dermaga, membawa sekitar dua puluh petualang menuju dungeon laut dangkal. Angin laut bertiup kencang, membawa aroma garam yang khas. Di dek kapal, Renzu sedang memastikan semua peti suplai aman terikat, sementara yang lain sibuk mempersiapkan senjata dan perlengkapan mereka. "Jangan sampai kau menjatuhkan satu pun peti itu ke laut, Renzu!" seru Rufus, seorang petualang muda dengan rambut pirang yang juga ikut dalam ekspedisi. Renzu mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya. Matahari mulai mencapai puncaknya ketika kapal ekspedisi "Seastorm" mulai mendekati lokasi tujuan. Ombak di perairan semakin ganas, seolah menyambut mereka dengan tantangan baru. Di kejauhan, siluet sebuah pulau karang yang menjulang tinggi mulai terlihat. Di dek kapal, Renzu masih sibuk mengatur peti-peti suplai, memastikan semuanya terikat dengan kuat. Keringat mengalir di pelipisnya, bercampur dengan udara asin laut yang menusuk hidung. Sementara itu, petualang lain tengah berkumpul di tengah dek, mendiskusikan strategi sebelum mereka turun ke dungeon laut dangkal. "Baik, dengarkan aku!" Kapten Darios berseru lantang, menarik perhatian semua orang. "Kita akan memasuki dungeon melalui celah gua bawah laut. Setiap tim akan terdiri dari lima orang. Fokus utama kita adalah mengumpulkan sumber daya langka, serta menjelajahi area baru yang belum terpetakan." "Seperti biasa, jangan bertindak gegabah! Jangan berpencar tanpa izin, dan selalu waspada terhadap arus bawah serta makhluk laut." Darios melanjutkan, matanya menyapu semua anggota ekspedisi. Renzu tetap diam di sudut, mendengarkan dengan seksama. Dia tahu, posisinya di misi ini hanyalah sebagai porter, bukan petualang utama. Namun, ada sesuatu di dalam dirinya yang bergetar sebuah dorongan untuk membuktikan bahwa dia lebih dari sekadar pembawa barang. "Oke, pembagian tim sudah ditentukan!" Mira, gadis tombak berambut merah, memeriksa daftar yang diberikan oleh Darios. "Aku dengan tim Alpha, Rufus di tim Beta, dan... Renzu, kau akan tetap di kapal untuk menjaga suplai." Beberapa petualang tertawa kecil. "Tentu saja, kalau Renzu masuk ke dungeon, bisa-bisa kita malah sibuk menyelamatkannya!" ujar Garl dengan seringai mengejek. Renzu mengepalkan tangannya, menahan komentar sinis itu. Namun, sebelum dia bisa mengatakan sesuatu, suara Darios kembali terdengar. "Tunggu. Aku punya tugas berbeda untuknya." Semua orang menoleh ke arah kapten mereka. Bahkan Renzu sendiri terlihat terkejut. "Kali ini, Renzu akan ikut masuk ke dungeon." Hening sesaat. "Apa?!" suara Garl langsung meledak. "Kapten, kau bercanda? Dia bahkan tidak bisa menggunakan sihir!" Darios tetap tenang. "Aku tidak bercanda. Aku ingin melihat sendiri apakah dia memang benar-benar tidak berbakat, atau hanya belum menemukan potensinya." Mira menatap Renzu dengan penuh arti, sementara Rufus mengangkat bahu dengan ekspresi pasrah. "Baiklah, kalau itu perintah kapten." Sementara itu, Renzu hanya bisa menelan ludah. Ini kesempatan yang selama ini dia tunggu-tunggu... tapi juga ancaman terbesar dalam hidupnya. Jika dia gagal kali ini, bukan hanya harga dirinya yang hancur mungkin nyawanya juga akan melayang. Beberapa jam kemudian, ekspedisi pun dimulai. Renzu, bersama tim yang terdiri dari Mira, Rufus, dan dua petualang lain bernama Goran dan Lyra, mulai menuruni celah gua bawah laut menggunakan peralatan selam khusus. Di bawah permukaan air, pemandangan luar biasa terbentang. Formasi karang raksasa menjulang seperti menara yang tertutup lumut bercahaya. Arus air berkilauan dengan cahaya bioluminescent dari makhluk laut kecil yang berenang di sekitarnya. "Luar biasa..." Renzu bergumam, matanya berbinar penuh kekaguman. "Tetap fokus, Renzu." Mira mengingatkan melalui komunikasi sihir yang tertanam di helm selam mereka. "Dungeon ini mungkin terlihat indah, tapi bahayanya juga nyata." Mereka terus menyelam lebih dalam, melewati reruntuhan bangunan batu yang dipenuhi ukiran aneh. Beberapa dinding memiliki simbol yang tampaknya berhubungan dengan peradaban kuno yang tenggelam ribuan tahun lalu. "Hei, lihat ini!" Rufus menunjuk ke sebuah relief besar. "Sepertinya menggambarkan seseorang yang sedang memegang sebuah gelang bersinar..." Sebelum mereka bisa menganalisis lebih jauh, sesuatu bergerak cepat di kejauhan. Goran langsung bersiaga.Renzu mengepalkan tangannya. "Jika semua fragmen dikumpulkan, apa yang akan terjadi?"Elyndor menghela napas, ekspresi wajahnya tegang. "Kemungkinan besar, sesuatu yang telah lama tersegel akan bangkit kembali. Dan dari apa yang tertulis di sini… itu bukan sesuatu yang kita inginkan."Keheningan melingkupi mereka. Seakan kota ini sendiri menunggu jawaban mereka.Tiba-tiba, tanah bergetar di bawah mereka. Air laut di sekitar reruntuhan mulai berputar perlahan, dan dari celah-celah batu yang mereka injak, muncul kilatan cahaya biru kehijauan."Apa yang terjadi?!" Neyra berteriak, mencoba menyeimbangkan dirinya di dalam air yang mulai bergolak.Sebuah suara berat bergema di seluruh reruntuhan, suara yang tak berasal dari makhluk hidup, melainkan dari sesuatu yang lebih tua, lebih dalam, lebih purba."Sang Penguasa Laut telah tertidur selama seribu tahun… tetapi kehadiran kalian telah mengganggunya…"Renzu merasakan Fragmen Lautan di tangannya bergetar semakin kuat, seolah mencoba memperi
"Serangan biasa tidak akan bekerja!" Vale berteriak. "Makhluk ini terbuat dari energi kuno! Kita harus mencari kelemahannya!"Renzu berusaha membaca pergerakan Sentinel, mencoba menemukan celah. Namun, setiap kali ia mendekat, makhluk itu mengeluarkan gelombang energi yang memaksanya mundur. Air di sekitar mereka semakin bergejolak, seolah-olah kota ini tidak ingin mereka berada di sana."Kita butuh strategi!" Mira menangkis serangan dari tentakel energi yang muncul dari tubuh Sentinel. "Kalau tidak, kita akan terkubur di sini!"Elyndor mulai membaca inskripsi di sekitar reruntuhan, matanya bergerak cepat menganalisis pola sihir yang terpahat di dinding. "Aku menemukannya! Makhluk ini hanya bisa dihentikan jika kita memutus sumber mananya! Simbol di dadanya!"Renzu melihat simbol spiral yang bersinar di dada Sentinel dan menyadari itulah titik lemahnya."Kita harus menyerang bagian itu!" Renzu berteriak.Vale mengangguk cepat. "Aku bisa menciptakan celah dengan sihirku! Tapi aku butuh
Kedalaman lautan semakin gelap, hanya diterangi oleh sinar dari kristal sihir yang dibawa Vale dan Elyndor. Ombak di atas mulai mereda ketika Renzu dan timnya akhirnya mencapai dasar lautan, di mana reruntuhan megah Kota Nautalis terbentang di hadapan mereka.Pilar-pilar batu raksasa menjulang dari dasar laut, ditutupi lumut dan karang yang telah mengeras selama berabad-abad. Gerbang kota yang setengah runtuh masih berdiri tegak, dengan ukiran kuno yang memancarkan aura magis. Mereka semua berdiri dalam diam sejenak, mengagumi sisa-sisa peradaban yang telah lama hilang."Tempat ini…" Vale berbisik kagum, jari-jarinya menyentuh pahatan di salah satu dinding pilar. "Aku bisa merasakan energi sihir yang luar biasa dari kota ini. Seolah-olah sesuatu masih hidup di dalamnya."Renzu melangkah maju, mendekati gerbang utama, di mana ukiran kuno membentuk pola spiral yang seakan menuntun mereka masuk. Kristal Fragmen Lautan di tangannya mulai bergetar, seolah merespons sesuatu di dalam kota."
Vale menoleh ke Renzu. "Berarti masih ada jenderal lain Sunturion yang belum menunjukkan diri. Kita harus bertindak, sebelum mereka siap menyerang."Neyra mengepalkan tinju. "Aku bisa mengirim pasukan merfolk untuk memantau, tapi jika mereka benar-benar punya pemimpin baru, keadaannya bisa lebih serius."Renzu terdiam sejenak, berpikir cepat. Ia sadar bahwa memberi waktu bagi Sunturion untuk pulih adalah kesalahan fatal."Kita tak boleh membiarkan mereka bangkit. Kita serang duluan sebelum bala bantuan datang," katanya, akhirnya.Salah satu kepala suku merfolk angkat bicara. "Pasukan kita juga butuh istirahat. Jika kita terburu-buru menyerang, malah banyak yang jadi korban."Renzu mengangguk paham. "Kita takkan kerahkan semua prajurit. Hanya satu unit elit yang akan menghantam titik vital mereka. Ini bukan perang frontal, melainkan pukulan cepat agar mereka tak bisa bangkit."Mira menatap lurus ke arah Renzu. "Siapa yang memimpin?""Aku," jawab Renzu, mantap. "Aku harus memastikan mer
Vale menatap Renzu dengan penuh keyakinan. "Tapi kita tak bisa hanya mengandalkan kekuatan. Kita perlu perencanaan, strategi, dan peradaban yang kuat. Aku akan mengabdikan diriku demi membangun administrasi yang layak untuk kita semua."Elyndor melangkah maju, sorot matanya tegas. "Kita memiliki kekuatan Astral, dan kita punya sejarah yang perlu kita gali lebih dalam. Aku akan memastikan setiap fragmen dan rahasianya digunakan untuk melindungi kekaisaran ini."Renzu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar kerumunan hening. "Mereka pikir kita hanya segelintir pemberontak. Mereka kira kita bisa dihancurkan sewaktu-waktu. Tapi mereka salah. Mulai malam ini, kita bukan lagi korban. Kita bukan lagi hamba. Kita adalah kekaisaran!"Raungan menyemangati pun mengguncang langit. Kemenangan atas Kekaisaran Sunturion kini lebih dari sekadar kemenangan perang ini adalah awal dari perubahan besar.Constela Empire telah berdiri.Meski demikian, Renzu sadar betul: ini baru permulaan. Ancaman masih
Laut yang sebelumnya menjadi medan peperangan kini tampak lebih tenang, namun jejak pertempuran masih jelas terlihat. Puing-puing kapal musuh mengambang di atas ombak, dan di sepanjang garis pantai, para beastmen dan merfolk yang tersisa mulai mengumpulkan tubuh-tubuh rekan mereka yang telah gugur.Di tengah lautan, kapal utama aliansi perlahan berlabuh di dermaga, disambut penduduk yang menanti dengan campuran perasaan lega dan duka. Renzu berdiri di anjungan, pandangannya menerawang jauh. Baru saja ia memimpin perang besar, namun kemenangan ini terasa pahit oleh pengorbanan yang tak sedikit.Saat Renzu turun, Mira, Rufus, Neyra, dan Vale berjalan di sampingnya. Wajah mereka letih, tubuh masih berlumur darah dan debu pertempuran. Di hadapan mereka, suku beastmen dan merfolk berkumpul mengadakan upacara bagi para pahlawan yang telah kehilangan nyawa.Sebuah altar batu berdiri di tengah alun-alun, bendera Aliansi yang baru berkibar pelan diiringi angin laut. Di sampingnya, sebuah spand







