Share

5. Datang ke Kantor

"Papa!" pekik nyaring Olive.

Langkah Olive riang dengan senyum yang tersungging lebar. Keriangan ternyata menular pad abanyak orang yang ada di lobi perusahaan. Sebagian besarnya tahu apa hubungan Olive dan Danan, yaitu ayah dan anak, karena mereka adalah bagian dari perusahaan Danan. Sebagiannya lagi sudah bisa menduga hubungan keduanya dari sapaan Olive, karena mereka adalah tamu.

Danan yang baru selesia meninjau proyek bersama timnya, terperangah dengan kedatangan Olive. Sebenarnya, itu adalah hal biasa. Hanya saja, karena kejadian semalam, Danan semakin sulit melihat Olive sebagai putrinya.

"Papa, sudah selesai belum, kerjanya? Makan, yuk," ajak Olive manja. Tangannya langsung menggayut di lengan Danan. Sikapnya benar-benar seperti seorang gadis yang sedang bermanja-manja dengan ayahnya.

Dunia Danan berubah dalam sekejap karena apa yang terjadi semalam. Danan menjadi kikuk, tidak tahu harus berbuat apa . Padahal di hari-hari sebelumnya, jika Olive tiba-tiba datang, Danan akan menyambutnya dengan ceria.

"Silahkan, Pak kalau mau makan siang sama Mbak Olive," ucap seorang pria dengan rambut putih yang hampir memenuhi seluruh kepala. Senyumnya bersahaja dan kebapakan.

"Ayo, Pa." Olive mendesak ayah angkatnya untuk mau ikut dengannya.

Tidak ada pilihan, agar tidak terlihat aneh, yang kemudian bisa berkembang menjadi cerita negatif, Danan pun mengikuti kemauan Olive. Keduanya meninggalkan perusahaan dengan menggunakan mobil Danan, menuju restoran yang Olive mau.

Karena menggunakan sopir, Olive menjadi jauh lebih leluasa memeluk Danan. Kepalanya merebah di dada Dana dan tangannya melingkar di atas perut Danan. Olive banyak bicara, sedangkan Danan justru lebih banyak diam, dan hanya menanggapi dengan  seadanya saja. Danan seperti seorang yang kesakitan.

Akhirnya sampai juga di restoran yang Olive maui. Keduanya masuk ke ruang yang privat di mana hanya ada mereka berdua dan pramusaji yang bisa dipanggil sewaktu-waktu.

Masih seperti sebelumnya, Olivelah yang lebih banyak aksi.

"Pa, ini enak, deh. Coba Papa cicipin." Olive menyodorkan potongan kecil daging, yang diarahkan ke Danan.

Reflek Danan memundurkan tubuhnya dengan kernyitan di kening. Tangan Olive pun berhenti dengan raut wajah ceria berubah menjadi kerutan kesal.

"Kenapa, Pa?" tanya dingin Olive yang tidak menarik tangannya. Sengaja menggantungkan sendok makanan di depan wajah Danan.

Dengan lembut Danan memundurkan tangan Olive dan mencoba tersenyum—senyum yang terlihat dibuat-buat.

"Enggak. Gak pa-pa," jawab Danan rikuh.

"Papa gak mau nyicipin makanan ini?"

Danan merasakan kemarahan di kalimat Olive yang datar. Setelah menelan air ludah, Danan membuka mulutnya dan Olive memasukkan sepotong daging.

"Enak, Pa?" tanya Olive yang kembali memiliki nada cerianya.

"Enak," jawab singkat Danan sembari mengangguk-angguk dan fokus dengan makanannya sendiri.

"Saladnya juga enak nih, Pa." Olive kembali menyodorkan sesendok makanan ke Danan.

Danan menarik napas dalam dan membuka mulut, membiarkan Olive menyendokkan makanan untuknya.

"Enak, Pa?"

Danan menjawab dengan anggukan kepala saja. Olive menatap Danan dengan berbagai perasaan. Sebenarnya di dalam dirinya, Olive sadar kalau ayah angkatnya tidak nyaman pergi dan makan bersamanya. Sikap Danan sudah menjelaskan semuanya.

Namun, Olive berusaha mengabaikan itu. Baginya, itu hanyalah sikap adaptasi Danan yang sebelumnya adalah seorang ayah angkat dan kini berubah menjadi kekasih—pengakuan kekasih yang sepihak karena Danan tidak mengatakan apa-apa.

"Abis ini kita jalan-jalan ke mal ya, Pa? Terus abis itu nonton. Udah lama aku gak nonton film. Mari kita lihat, nanti malam ada film apa aja." Olive membuka aplikasi di ponsel pintarnya dan mencari daftar tayang film.

Danan menggigit bibirnya, menatap lelah Olive. Ada hal yang sangat ingin sekali dia sampaikan, tapi juga ada kekhawatiran tentang tanggapan Olive.

Baru Danan akan bicara, ketika Olive melingkarkan tangannya, dan merebah manja kepalanya di lengan atas Danan.

"Pa, nonton ini aja, ya. Romantis," ucap Olive semangat.

Kepala Olive mendongak manja menatap wajah ayah angkatnya dari dagu. Dilihatnya warna abu-abu kasar dari dagu Danan. Tangan Olive pun langsung merabai dagu Danan, merasakan bulu-bulu kasar anak janggut.

"Papa gak cukur, ya?" tanya Olive yang belaiannya merambat ke pipi.

Jantung Danan berpacu tidak karuan. Harum parfum yang manis dari pergelangan tangan Olive, merambat masuk ke indera penciuman, menggoda Danan untuk menjilat. Mata Danan memejam, mencoba menahan nafsu liarnya, sedangkan Olive yang melihat itu, justru tersenyum senang.

Tanpa diduga, Danan melepaskan tangan Olive dari pipinya dan dia juga melepaskan diri dari rangkulan tangan Olive. Tentu Olive tercengang. Tubuhnya tegak, menatap Danan tegas, menunggu sebuah klarifikasi atas sikap yang dianggap Olive kasar.

"Begini Olive ...." Danan mulai kesulitan bicara. Bahasa diplomasinya menguap. Danan menatap sekilas Olive, yang justru membuatnya semakin lemah. Tatapan Olive begitu mengintimidasinya.

"Papa rasa, ada yang harus kita perbaiki," lanjut Danan kemudian.

"Memang apanya yang rusak, Pa?" tanya Olive yang melipat kedua tangannya di dada.

"Semua."

"Aku tidak mengerti."

Danan mulai mengumpulkan keberaniannya. Dia laki-laki dan harus bisa bersikap benar. Danan mengulurkan tangan, mengambil tangan Olive, dan kemudian meremasnya lembut. Jemari tangan Olive yang lansing, mengingatkan Danan saat semalam, satu per satu jemari itu masuk ke dalam bibirnya. Begitu manis.

'Ya Tuhan! Kenapa aku jadi pendosa begini?' keluh pilu Danan dalam hati.

"Papa mau minta maaf sama kamu, Olive."

Perasaan Olive menjadi tidak karuan. Itu bukan pernyataan yang ingin Olive dengar dari ayah angkatnya. Itu juga terasa menyakitkan. Hati Olive terasa sakit. Apalagi, sejak tadi, Danan belum satu kali pun menyapanya dengan sapaan 'Sayang'.

"Papa minta maaf untuk banyak hal yang..., yang Papa sendiri tidak tahu bagaimana memperbaikinya. Papa sudah merusakmu. Papa juga tidak yakin bisa bertanggung jawab dengan itu."

"Maksud Papa apa?"

Tubuh Olive semakin kaku. Jemari tangannya sedikit gemetar karena serangan emosi yang sedang ditahannya dan Danan bisa merasakan itu. Dengan tangannya yang lain, Danan mengusap punggung tangan Olive.

"Yang terjadi semalam adalah kesalahan Olive.  Dan..., Papa berharap itu tidak terulang lagi. Tidak di antara kita."

Dengan kasar, Olive menyentakkan tangannya, melepaskan dari genggaman tangan Danan.

"Maksud Papa apa ini?" Suara Olive mulai sedikit meninggi dan bergetar. Ketakutan dan kemarahannya bercampur.

"Olive..., kita kembali menjadi ayah dan anak seperti kemarin-kemarin, ya," ajak Danan dengan lembut.

"Aku bukan anakmu! Bukan! Kamu bukan ayahku dna jangan paksa aku untuk menjadikanmu ayahku lagi. Itu tidak bisa. Aku tidak mau!"

"Tapi kamu adalah anakku, Olive."

"Tidak ada setitik darah Papa yang mengalir di darahku."

"Hubungan ayah dan anak tidak harus tentang darah, bukan?"

"Dan hubungan antara aku dan kamu, tidak bisa selamanya adalah ayah dan anak. Hubungan aku dan kamu, selamanya adalah kekasih."

Danan gusar, dia tidak tahu harus menghindari ini dari mana. Olive terlalu keras kepala.

Tiba-tiba, kedua tangan Olive menangkup wajah Danan. Tatapan matanya menahan gerak mata Danan.

"Aku sudah memberikan milikku yang paling berharga padamu. Hanya kamu yang aku puja dan hanya kamu yang aku cintai. Aku mau, aku dan kamu adalah kekasih. Selamanya," ucap lirih Olive yang kemudian mencium bibir Danan.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status