âSebentar,â ucap Ayah dari dalam rumah.âSelamat malam, Pak. Benar ini rumah Ibu Anggita?â tanya seorang laki-laki.Aku hanya mendengarkan dari balik tembok ruang tengah, hanya berani mengintip, tak berani ikut menemui orang itu.âIya, benar. Bapak-bapak ini siapa?â tanya Ayah. âKami dari kepolisian, apa Ibu Anggita ada?â Deg!Jantungku serasa mau copot mendengar perkataan orang itu, dari kepolisian? Apa mereka tak salah? Apa jangan-jangan Arya yang melaporkanku? Tapi bagaimana dia bisa tahu? Saat itu sepi tak ada orang.Aku sangat ketakutan. Harus bagaimana ini? Mau kabur pun percuma, Ayah sudah bilang kalau aku ada di sini. Aku menggigit jariku, berjalan pelan menuju kamar.Aku memeluk Zea erat, perasaanku mengatakan kalau sebentar lagi aku akan berpisah dengan Zea. Aku menangis, menyesali perbuatan gegabahku kemarin. Kalau saja aku tidak mengambil sertifikat rumah milik Arya, Seandainya ... seandainya ... semua itu hanya seandainya saja.Pintu kamarku terbuka, aku tak menggubris si
Pak Joko dan Bu Joko masih meratapi anaknya yang masuk bui. Mereka sangat terpukul, anak semata wayang yang sangat ia cintai harus merasakan dinginnya lantai penjara.âIbu tidak terima, Yah! Anggita meringkuk di penjara sementara Arya bebas begitu saja, padahal selama ini Anggita tersiksa di sana. Huhuhuâ Bu Joko masih menangis.Pak Joko mengusap bahu istrinya, mencoba menguatkan.âKita ke rumah Arya saja, Bu. Ayah mau minta maaf sama Arya, siapa tau Anggita bisa bebas.â âArya kan di Medan, Yah? Gimana kita ke sana kalau rumahnya saja Ibu tidak tahu!â ucap Bu Joko. âKemarin kan dia ada di sini? Kita ke kantor Arya saja, Ayah yakin ia ada di sana!âPak Joko dan istrinya mulai bersiap. Tak lupa mereka mengajak Zea bersama mereka. Selama perjalanan kedua suami istri itu hanya terdiam, larut dalam pikiran mereka masing-masing.Mereka segera masuk ke kantor Arya, untunglah begitu masuk, mereka melihat Arya sedang berbicara dengan seseorang di sofa tamu. Pak Joko duduk di kursi tak jauh da
Anggita mengetuk pintu rumahnya, sengaja ingin memberi kejutan kepada orang tuanya. Pintu dibuka, tampaklah wajah Ibunya yang tak percaya dengan apa yang dilihat di hadapannya ini.âYah ... Ayah â Bu Joko berteriak memanggil suaminya.âAda apa sih, Bu. Zea baru mau tidur ini Anggita!â Ayahnya langsung berteriak melihat anakgadisnya berdiri di depannya.Mereka menangis karena bahagia. Bu Joko mengajak Anggita duduk.âIbu ambilkan makan ya, kamu duduk sini dulu!â perintah Ibunya. Anggita pun menurut. Dia duduksambil menonton berita di TV.âDitemukan sebuah mobil kecelakaan tunggal hingga terjatuh ke jurang. Korban adalah seorang laki- laki berusia 32 tahun. Beruntung kecelakaan itu tak merenggut nyawanya. Berikut adalah video saat korban dievakuasi oleh petugas.âAnita kaget, dia sangat mengenali plat mobil itu. Itu adalah Arya. Dia segera memanggil Ibunya.âBu, Arya kecelakaan?!â ungkap Anggita kepada Ibunya.âIbu sudah tahu, dari tadi berita itu terus disiarkan. Ibu tak mau menjenguk
Aku sengaja memblokir semua nomor Arya. Sudah tidak mau tahu lagi apa yang akan terjadi pada lelaki itu, pun dengan kedua orang tuanya. Ibu dan Ayahku juga memblokir kontak Arya.âMakan dulu, Yuk! Ibu sudah memasak kesukaanmu!â Ajak Ibu. Aku pun menurunkan Zea dari pangkuanku dan meletakkannya di ranjang. Tak lupa kiri kanan kupasangi bantal agar ia tak jatuh dari ranjang saat belajar tengkurap.âKamu tambah kurus, Nak. Dulu Arya tidak memberimu makan dengan layak ya!â Ibu menatapdiriku. Aku hanya tersenyum.âYang lalu biarlah berlalu, Bu. Yang penting Anggita dan Zea ada bersama kita,â kata Ayah.Ibu pun tersenyum mengiyakan.âBu Joko! Keluar kamu!âTerdengar suara orang berteriak dari luar rumah. Kami bertiga segera menghentikan makan siang kami dan melihat siapa yang berteriak.âCepat kembalikan uangku! Kalau tidak bisa kamu harus pergi dari rumah ini karena aku sedang butuh uang!â ucap Bu Susi. Rentenir di kampung ini.âIbu pinjam uang sama Bu Susi?â tanyaku tak percaya kepada Ib
âMasâ Aku menyadarkan Mas Dani dengan menyentuh pundaknya.Mas Dani menoleh, sambil terisak ia berkata. âRara menikahbaru saja aku mau minta maaf tulusdan memintanya memperbaiki hubungan, sekarang dia telah menikahi teman masa kecilnya. Dia jahat ya! Rara jahat!âBukannya tenang Mas Dani malah berlari menuju sepasang pengantin baru itu. Tapi belum sampai di tempat duduk Rara, Mas Dani tiba-tiba tergeletak pingsan.âMas Dani!â aku berteriak saking kagetnya. Beberapa orang satpam mengangkat Mas Dani dan membaringkannya di kursi dekat pintu belakang. Seorang wanita paruh baya memberikan minyak kayu putih untuk menyadarkannya, sepertinya ART di sini. Aku jadi merasa dejavu, sama saat Ibuku pingsan saat pernikahanku dengan Mas Dani dulu.âTolong! Adakah yang bisa mengantarkanku ke rumah sakit? Mas Dani belum sadar juga!â aku panikmelihat Mas Dani seperti ini.âPakai mobilku saja!â teriak si Pengantin pria. âAku ikut!â Rara pun ikut bersuara.Tanpa sempat berganti baju, mereka segera me
Dani masih terbaring di rumah sakit. Bu Intan tak berhenti menangis melihat Dani menderita penyakit yang ditakuti banyak orang itu. Ia sendirian. Tak ada saudara ataupun tetangga yang datang menjenguk.Mungkin karena sikapnya sendiri yang sering menyakiti hati tetangga dengan ucapannya. Kini, saat ia membutuhkan bantuan moril, tak ada satupun tetangga yang memberinya semangat.Bahkan lewat pesan singkat pun tidak. Padahal ia sudah mengirim kondisi Dani ke grup arisan Ibu-Ibu di kampung tersebut. Tetapi tak ada yang berkomentar, hanya beberapa orang yang memberikan emot sedih.Bu Intan sudah bilang pada dokter bahwa ia akan membawa Dani pulang, meskipun menurut Dokter, Dani harus dirawat lebih lama, tapi karena tak ada biaya, maka Bu Intan sedikit memaksa dokter itu agar mengizinkan Dani pulang.Bu Intan pun menatap tagihan rumah sakit. Biayanya hampir tiga juta rupiah. Dulu uang segitu adalah uang sekali arisannya. Namun sekarang, uang itu terasa begitu besar.Bahkan menjual perhiasan
Extra Part 1 PoV Alex Perempuan itu bernama Rara. Gadis periang yang baik hati. Aku sangat suka melihat senyumannya, celotehnya, bahkan ekspresinya ketika sedang ngambek. Aku menyukai semua yang ada pada dirinya. Dia adalah teman masa kecilku. Kami tumbuh bersama karena kedua Papa kami bersahabat. Persahabatan antara dua insan yang berbeda akan menimbulkan benih-benih cinta. Dan aku merasakan hal itu. Namun aku hanya bisa memendam perasaanku rapat-rapat. Aku begitu takut untuk mengungkapkan semuanya kepada Rara. Aku takut akan merusak hubungan persahabatan yang telah terjalin selama ini. Ketika mendengar Rara memiliki pacar, aku masih bisa menahan perasaanku. Tapi begitu dia bilang akan menikah, saat itulah aku merasa dunia berhenti berputar. Aku sangat shock! Lalu aku tahu lelaki itu belum lama dikenalnya. Tapi kenapa ia bisa seyakin itu? Aku tersenyum mengucapkan selamat, padahal dalam hati aku menangis. Setelah pernikahan Rara, aku menyibukkan diri dengan bekerja. Kututup hatik
âKamu tidak apa-apa, Sayang?â tanya Alex sembari mengulurkan segelas air putih kepadaku.Aku hanya mengangguk. Malu rasanya Alex bicara begitu gamblang kepada orang tuaku. Mama dan Papa hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihatku yang salah tingkahâRencana kalian berapa lama di sana?â tanya Papa yang masih senyum-senyum melihatku.âSeminggu mungkin, Pah! Kalau Rara masih betah di sana ya sebulan juga nggak papa. Hahahahâtawa renyah Alex membahana. Sepertinya dia sangat senang akan berbulan madu denganku. Aku pun sama. Tak sabar dan deg-degan rasanya.âWah, bawa vitamin yang banyak, Ra. Biar nggak gampang sakit,â goda Papa lagi.âHmmmNamanya juga pengantin baru, Pah! Kayak Papa dulu enggak aja! Inget nggak dulusampai ditelpon Nenek suruh pulang, karena perusahaan butuh Papa juga?â mendengar ucapanMama, membuat Papa menghentikan tawanya.Aku baru tahu cerita ini karena Mama tidak pernah menceritakannya.âjadi Papa juga gitu ya? Sok-sokan meledek segalaâ aku pun ganti mengg