Share

3. +

Tiga bulan kemudian ...

“Shie, bagaimana perasaanmu? Apakah kau masih memikirkan Bryan dan malam panas kalian?” tanya sang asisten saat menemukan Shienna memegang Cello tetapi tatapannya tertuju ke depan dengan kosong.

Bahkan setelah asistennya melambaikan tangan di depan wajahnya, Shienna tetap bergeming seolah tengah berkelana ke dimensi lain, kembali pada malam dirinya dan Bryan mungkin memang telah bercinta.

Shienna masih tak percaya kalau lelaki yang sudah tidur dengannya adalah Bryan, mantan kekasih semasa masih di bangku perkuliahan. Ia bahkan hanya mengingat hal buruk yang dimiliki oleh lelaki itu; tubuh tambun, bekerja serabutan di sebuah gerai makanan cepat saji, dan bisa berkuliah pun karena bantuan beasiswa.

Entah bagaimana Shienna bisa tertarik pada Bryan dua tahun sebelumnya dan mereka berpacaran cukup lama. Dua tahun bukan waktu yang sebentar atau sekejap, karena seharusnya hati keduanya makin lama makin terikat. Sayangnya, tidak demikian dengan yang Shienna rasakan.

Ia yang merupakan putri bungsu dari keluarga berada bahkan bisa dikatakan salah satu dari jajaran pengusaha terkaya, tentu tidak mau menerima sembarang lelaki.

Sesungguhnya Bryan bukan laki-laki dengan tingkat kegantengan biasa saja, dia juga bukan yang kepintarannya asal-asalan, bukan juga lelaki yang banyak gaya. Bryan adalah satu paket lengkap—andaikan postur tubuhnya saat itu tidak terlalu gemuk.

“Shienna Miller, apakah kau masih berada di sini?” sentak sahabat sekaligus asisten yang telah berulang kali memanggil namanya, barulah ia sadar ketika perempuan dengan tablet di tangan, menepuk lengannya.

“Ah, kau ... ada apa? Apakah kau datang untuk memberi tahukan jadwalku untuk minggu ini?”

“Ya, kurasa begitu.” Perempuan itu menggulir layar benda di tangannya. “Yang paling penting adalah akhir pekan besok. Ada perhelatan pesta di Gladiola Palace. Pesta perusahaan kuliner sekaligus hotel terbesar dan mereka mengundangmu.”

“Berapa bayaran yang sanggup mereka berikan? Aku tidak mau menurunkan rate-ku.”

“Tenang saja, mereka berani membayar berapa pun yang kau minta.”

“Bagus. Tolong hubungi perancang busana langganan kita. Aku ingin yang terbaik. Jika mereka berani membayar dengan tarif tinggi, kita tak boleh mengecewakan mereka.”

“Siap. Ada lagi?”

“Uhm ... bisakah kau belikan aku sesuatu?” Shienna terdiam sebelum mengatakan apa yang ia ingin sang asisten beli untuknya. “Makanan khas China. Aku ingin sekali makan seafood.”

“T-tapi, kau alergi seafood, Shie. Bagaimana kalau aku pesankan di restaurant langgananmu? Seafood veggie! Itu favoritmu, kan?”

“Tidak.” Shienna mengibaskan tangan. “Aku jenuh dan ingin muntah jika membayangkan harus makan itu lagi. Aku ingin seafood. Titik.”

Sang asisten ternganga tak percaya. Shienna sangat kaku untuk masalah makanan. Tidak biasanya ia nekat memakan apa pun yang lama menjadi pantangan baginya dan jijik dengan makanan yang justru merupakan favoritnya. Apa yang terjadi padanya?

“Baiklah. Aku akan belikan yang kau inginkan. Ada lagi?”

“Desainernya, jangan lupa. Dan belikan makananku sekarang juga.”

Gadis itu mengangguk, kemudian berlalu untuk melaksanakan perintah sang sahabat. Namun, tak urung bibirnya bergumam menanggapi sikap aneh Shienna. “Aneh sekali ....”

***

Setelah memutuskan rancangan gaun seperti apa yang ia inginkan, hari besar yang ia nantikan akhirnya tiba. Shienna dan asistennya serta beberapa pengawal pribadi yang melindunginya dari incaran media.

Beberapa waktu terakhir, ia memang jadi buruan para pencari berita, karena telah beredar kabar tentang dirinya yang baru saja putus dari Dave, tetapi sudah menghabiskan malam panas dengan pria lain.

Shienna tidak hiraukan berita itu, melainkan tetap bungkam dan tidak akan memberikan keterangan apa pun. Ia merasa aman dan selamat ketika tiba di dalam ruangan. Penjagaan yang cukup ketat membuat para wartawan tak bisa menerobos masuk.

Shienna mulai tampil disaksikan banyak undangan yang berasal dari beberapa perusahaan. Penampilannya memukau, memainkan biola, sesekali memegang cello-nya, dan berpindah pada piano. Dan di acara puncak, ia memainkan piano sekaligus menyanyikan sebuah lagu yang ia ciptakan sendiri.

Ia mengakhiri nyanyian dengan sangat indah. Semua yang hadir bertepuk tangan. Mata Shienna seketika mengedar dengan senyum bahagia tersungging di wajah.

Ia lantas menemukan satu sosok yang menatapnya tajam dengan senyum miring, berjalan perlahan mendekat ke arahnya.

Shienna terbelalak, bangkit dari duduk dan seolah menanti pria itu berada tepat di hadapannya.

“Penampilanmu memukau, seperti biasa.”

Perempuan itu tak mampu menjawab seolah lidahnya berubah kelu. Ia tak menyangka akan bertemu pria itu sekarang, di saat di mana dirinya bahkan sudah berhasil melupakan kejadian terakhir yang membuatnya ingin menghilang agar tak perlu bertemu dengannya.

“Tenang saja. Aku tidak ingin mengganggumu. Hanya mengundangmu karena aku tahu, cuma kau yang bisa menghibur kami dengan baik di acara besar ini.”

Shienna mengedar pandangan ke seluruh ruangan seolah mencari sesuatu. Dan ketika matanya menangkap sebuah spanduk bertuliskan ‘Shines Hotel and Culinary’. Rasanya ia tak asing dengan nama itu, tetapi tak bisa mengingat di mana pernah melihatnya. Dan kehadiran pria ini ... untuk apa?

“Cicipilah jamuan kami, Shienna. Aku tahu kau pasti akan suka. Apakah kau masih menyukai cake? Kau bisa makan sepuasmu selama pesta.”

Shienna tak tahan. Dadanya sesak, matanya terasa berputar dan seketika ia limbung.

***

“Shie, apakah kau baik-baik saja?” tanya seseorang yang sejak tadi mengipasi dan mengoleskan aroma terapi ke balik telinga dan mendekatkan ke lubang hidungnya.

Perlahan Shienna mengerjap, mengedarkan pandangannya dan tak menemukan pria yang seperti momok dalam hidupnya. Terlebih sejak tiga bulan lalu.

“Apa yang terjadi?”

“Kau pingsan. Karena itu aku dengan terpaksa membawamu pulang,” jawabnya. “Shie ... maafkan aku untuk ini. Aku tidak tahu kalau perhelatan itu adalah—”

“Milik Bryan? Aku tahu. Aku yakin dia memang sengaja melakukan ini untuk membuatku kesal. Sudahlah, biarkan saja. Yang terpenting aku sudah berada di rumah.”

Sang asisten mengangguk. Kemudian memerhatikan wajah Shienna yang memucat. “Apakah kau baik-baik saja?”

“Ya, kurasa. Entah mengapa beberapa hari terakhir aku merasa tidak enak badan.”

“Apakah kau ingin aku memanggil dokter?”

Shienna tak menjawab, melainkan bangkit, memegangi kepalanya yang terasa berkunang, lantas melangkah gontai menuju ke kamar mandi.

Gaun pesta masih melekat di tubuhnya, membuatnya kesulitan bergerak. Namun ia tak peduli dan bergegas berjongkok menghadap kloset agar bisa memuntahkan isi perut yang sejak tadi bergejolak.

HOEKK!

Sang asisten hanya memerhatikan dengan dahi berkerut. Ia menanti di depan pintu kamar mandi dengan perasaan cemas.

Tak berapa lama, Shienna keluar dengan tubuh lemah dan wajah memucat.

“Astaga! Shie, apa yang terjadi? Kenapa kau—“

“Kepalaku pusing sekali, J. Bisakah kau belikan aku obat sakit kepala? Atau obat penghilang mual. Atau apa pun yang bisa membuatku membaik.”

Asisten sekaligus sahabat Shienna mengangguk, kemudian bergegas keluar dari kamar dan kembali bersama seorang dokter.

“Aku memintamu untuk membeli obat, bukan memanggil dokter!” sentak Shienna.

“Tapi ini gawat, Shie. Aku tanya padamu, apakah kau sudah datang bulan?”

“Apa maksudmu?”

“Aku memeriksa stok pembalutmu dan masih utuh.”

Shienna seketika tertegun. Jadwal yang padat setelah dirinya kembali dari liburan membuatnya tidak memerhatikan berapa lama waktu berlalu.

Rasanya baru sebentar dan ketika ia kembali bertemu pria yang telah mengusik ketenangannya, seketika waktu berhenti dan menyadarkan bahwa selama ini ia telah berjalan di zona waktu berbeda.

... atau bisa jadi, ia dengan sengaja melupakan segala kejadian yang berhubungan dengan Bryan.

“Biarkan dokter memeriksamu. Kumohon.” Sang asisten menambahkan, dan dengan terpaksa Shienna mengangguk setuju.

“Untuk memastikan, tolong gunakan benda ini. Silakan,” ujar dokter sembari menyerahkan sebuah kotak berukuran panjang yang Shienna terima dengan ragu.

Shienna mengayun langkah ragu menuju ke kamar mandi dan melakukan seperti yang tertera di kotak mengenai cara penggunaan, menanti beberapa menit, lalu kembali dan menyerahkan benda itu pada dokter.

“Baiklah, berarti dugaan kita benar. Aku akan meresepkan vitamin yang kau butuhkan.”

“A-apa maksudmu, Dok?”

“Kau sedang mengandung, Nona Miller. Kau sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status