Share

4. Pernikahan

Shienna mengetukkan heels-nya di atas lantai marmer yang ia pijak. Sudah hampir setengah jam ia menunggu di lobi, tetapi belum juga pria itu muncul. Ia dengan sengaja datang ke kantor milik pria yang telah menghabiskan malam dengannya di Palmerston, Cook Island.

Pegawai resepsionis sudah memintanya menunggu, tetapi, ia merasa usahanya sia-sia. Shienna lantas mengambil ponsel dan menghubungi nomor yang tertera di kartu nama yang pria itu berikan.

“Sialan! Apakah dia sedang berusaha menghindariku?” gumamnya, kesal. Ia bangkit, mengentak kaki menerobos beberapa pria yang bertugas menjaga keamanan, berdiri di depan elevator, memastikan tidak ada sembarang orang yang mengakses kotak besi itu untuk menuju ke ruang direksi.

“Maaf, Nona. Anda mau ke mana?” tanya penjaga, ketika Shienna menekan tombol lift menuju ke lantai 21, di mana ruangan pria yang ia cari berada.

“Aku akan ke atas untuk bertemu pemilik perusahaan.”

“Apakah anda sudah membuat janji?”

“Sudah, beberapa menit lalu.”

“Kalau begitu tunjukkan kartu pass-nya.”

“Kartu pass?”

“Ya. Jika kau telah mendapat persetujuan, kau akan menerima kartu pass dari resepsionis.”

“Oh, aku tidak memilikinya. Tapi, tidakkah kau mengenalku? Aku adalah—“

“Kami mengenalmu dengan sangat baik. Siapa yang tidak mengenal Shienna Miller, sang Diva multi talenta? Namun, aturannya tetap sama. Kau harus mendapat izin dari Bos untuk bisa masuk ke ruang pribadinya.”

“Tunggu, tunggu! Aku bukan ingin ke ruang pribadi, melainkan kantornya, karena aku ingin membahas masalah yang bukan merupakan urusan pribadi.”

Pria itu tidak memberikan respon, melainkan mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. Tak berapa lama, ia kembali memusatkan perhatian pada Shienna yang masih berdiri menunggu.

“Tuan Sanders mengizinkanmu masuk, Nona. Silakan.”

Shienna masuk ke dalam lift yang rupanya tidak kosong. Ada satu orang perempuan dengan pakaian rapi dan sebuah bros dengan lambang perusahaan tersemat di dadanya. Lift mulai bergerak menuju ke lantai dua puluh satu dan perempuan itu menemani Shienna hingga tiba di depan sebuah pintu yang tidak tampak seperti ruangan kantor.

“Kita sudah tiba di ruangan Tuan Sanders, Nona Miller. Ia sudah menunggumu. Silakan tekan tombol yang akan menghubungkanmu dengannya. Aku permisi.”

Shienna membenarkan pakaian, kemudian menekan tombol yang terhubung dengan interkom. Belum sempat Shienna bicara, terdengar suara nyaring disusul pintu yang terbuka.

Seorang pria paruh baya membungkuk memberi hormat dan mempersilakan Shienna masuk.

“Akhirnya kau datang,” sapa sebuah suara bariton dalam dan berat. Shienna tahu siapa yang sudah menunggunya. “Mari masuk. Aku tak punya banyak waktu.”

Shienna tak sempat menilik seluruh ruangan tempatnya berada kini. Perkataan Bryan membuatnya bereaksi, memutar bola mata dan mendengkus. Tatapannya tertuju pada pria bertubuh tinggi tegap dengan penampilan perlente yang memandu untuk ikuti langkahnya.

Bryan, diikuti Shienna, masuk ke sebuah ruangan. Ia mempersilakan Shienna duduk, lantas menuangkan vodka ke dua buah gelas dan meletakkan di hadapannya.

“Minumlah. Kurasa kau kemari bukan untuk pekerjaan. Apakah bayaran penampilanmu kemarin kurang memuaskan?”

“Aku tidak minum dan kau sudah tahu kalau ini bukan tentang pekerjaan, mengapa membahas masalah uang?” sergah Shienna terdengar kesal. Pria itu duduk tak jauh darinya.

“Kalau begitu katakan.”

“Aku hamil, Bray. Dan aku yakin, kau tahu siapa yang seharusnya bertanggung jawab.”

Lama keduanya terdiam, hening. Shienna menanti reaksi Bryan, sementara pria itu hanya menunjukkan ekspresi tak terbaca olehnya.

“Kau hanya diam? Katakan sesuatu!” Shienna mulai tak sabar.

Pria itu mengedikkan bahu menanggapi pernyataan bernada kesal dari mantan kekasihnya itu. “Apa yang harus kukatakan? Kau sendiri yakin kalau kita tidak melakukannya malam itu, kan? Sekarang, mengapa kau meminta tanggung jawab?”

“Karena—“

Shienna seketika tak mampu melanjutkan kalimat. Ia tak tahu jawaban apa yang harus ia katakan untuk membuat Bryan paham mengenai tujuan kedatangannya.

“Kenapa? Kau tidak punya jawaban untuk pertanyaanku? Apakah itu artinya kau hanya datang untuk meminta tanggung jawabku? Kenyataannya bukan aku yang menghamilimu.”

“Jaga bicaramu, bajingan! Sudah jelas kau berada di atas ranjangku dalam keadaan telanjang malam itu.”

“Tapi kau tak percaya saat kukatakan demikian dan menolak tawaranku.” Bryan menyeringai, puas, merasa berhasil mengaduk-aduk perasaan Shienna. “Bukankah aku sudah katakan kalau aku tidak akan memberikan penawaran dua kali? Lagi pula, bisa jadi bayi itu adalah milik pria lain. Berapa bulan setelah malam itu? Tiga bulan, kalau aku tak salah ingat.”

“Jangan sembarangan bicara, Bryan Sanders! Aku bukan pelacur yang akan tidur dengan sembarang pria. Kau yang pertama, kalau kau ingin tahu.”

“Ho ho ... rupanya aku baru saja mendapat jackpot!” timpalnya dengan tawa membahana bernada ejekan. “Tetap tak menjamin apa pun, Nona Shienna Miller, sang diva.”

Shienna mengepalkan tangan mendengar jawaban enteng Bryan. Ia lantas bangkit, meraih gelas berisi vodka dan menyiramkan isinya ke atas kepala pria itu.

“Baik. Tak masalah kalau kau tidak ingin bertanggung jawab. Aku hanya ingin mengatakan padamu. Jika suatu saat nanti kau bertemu dengan anak ini, jangan pernah menolaknya karena dia tidak bersalah. Permisi.”

Shienna mengayun langkah enteng meninggalkan ruangan Bryan. Dadanya sesak, memang. Namun, merendah bukanlah gayanya. Ia tak pernah mengemis pria untuk menjadi kekasih melainkan justru sebaliknya. Maka, untuk kali ini, ia juga tidak akan meminta. Terlebih setelah melihat reaksi pria itu.

Sayangnya, Shienna tidak tahu apa yang tengah Bryan pikirkan saat ini. Pria itu tengah menimbang-nimbang, dari berbagai sudut pandang yang menguntungkan baginya jika ia bersedia bertanggung jawab atas kehamilan Shienna.

***

“Shie, ada seseorang yang ingin menemuimu,” ujar sang asisten, tampak ragu. Ia tahu siapa yang datang, tetapi tidak mengatakan apa pun pada Shienna yang tengah berlatih Cello di ruang musik miliknya.

“Sepagi ini? Siapa?”

“Ehm, seseorang. Ia tidak ingin aku mengatakannya padamu. Cepatlah! Sepertinya dia orang sibuk dan tampak tergesa.”

Shienna bangkit dan bergegas menemui pria yang sudah menunggu di ruang utama dengan beberapa orang membawa nampan di tangan.

Shienna mengerutkan kening, tak yakin apakah ia mengenal sosok yang tengah membelakanginya.

“Maaf, apakah kau ingin bertemu denganku?” tanya Shienna dan langsung membekap mulut seketika saat pria itu berbalik.

“Apakah aku mengejutkanmu?” tanya pria itu saat melihat Shienna dengan mata membola dan mulut menganga tertutup dua telapak tangannya. “Apakah kau sudah siap?”

“S-siap? Untuk apa?”

“Oh, iya. Aku lupa mengatakan padamu beberapa hari lalu saat kau datang. Kau tergesa pergi sebelum aku sempat berpikir. Aku sudah menyiapkan hall dan segalanya untuk pernikahan kita. Terpaksa aku langsung menjemputmu di sini, khawatir kalau kau melarikan diri jika aku menghubungi terlebih dahulu,” ucap pria itu, masih dengan pembawaan tenang, tetapi dingin. Tak sedikit pun ia menyunggingkan senyum. Sangat berbeda dibanding dirinya yang dulu yang Shienna kenal.

“Kau pasti bercanda. Kau bilang—“

“Bantu Nona Miller untuk segera menuju ke mobil. Bawa dia ke tempat yang sudah kupersiapkan. Dandani dengan cantik, lalu segera menuju ke Gladiola Palace gedung W10. Kalian mengerti?” titah pria itu, memotong perkataan Shienna.

Lainnya mengangguk merespon perkataan pria yang sejak tadi tak alihkan pandangannya dari Shienna yang tampak gugup sekarang. Beberapa orang lantas memandu Shienna, sementara pria itu bergegas mengekor langkah lainnya.

Akan tetapi, Shienna menghentikan langkah dan berbalik, berhadapan dengan pria yang terpaksa berhenti juga. “Apa maksudmu melakukan ini semua? Dan apa yang akan kau lakukan padaku?”

“Menikahimu. Aku tak perlu meminta, tidak membutuhkan pendapatmu, dan bukan pula untuk bertanggung jawab atasmu. Perhatianku hanya pada bayi itu—jika memang dia adalah darah dagingku. Jadi, jangan berpikir kalau aku sedang berusaha mengejarmu. Karena jangka waktuku untuk bersabar dan mengemis padamu sudah berakhir,” ucapnya. Ia lalu melangkah melewati tubuh Shienna, tetapi tak berapa lama, ia berhenti. “Lakukan apa yang harus kita lakukan. Setelah bayi itu lahir, kau boleh putuskan, bertahan atau pergi. Yang pasti, jika bayi itu milikku, maka ia akan berada dalam pengasuhanku.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status