Share

Jodoh siapa yang tahu

Author: Pena Qalbu
last update Last Updated: 2025-08-10 19:06:44

Weekend, hari yang dinanti-nantikan oleh semua orang. Hari ini, Alfin, Alsya, dan Iqbal melakukan jogging berkeliling kompleks. Mereka jogging hanya di waktu libur saja. Ketiganya terlihat bersemangat.

"Kenapa berhenti, Kak?"

"Duluan saja sama Ayah. Nanti aku nyusul, capek banget, mau istirahat sebentar." Iqbal hanya mengangguk sebagai tanda jawaban.

Di satu sisi, Alfin yang tidak melihat Alsya, di samping Iqbal pun mengerutkan kening. "Kakak kamu ke mana, Iqbal?"

"Itu Yah, Kak Sya masih di belakang, mau istirahat dulu katanya, capek. Nanti nyusul."

"Ya sudah, kita pulang duluan saja. Nanti kabari Kakak kamu jika kita pulang."

"Iya, Yah."

Hari sudah semakin siang tapi Alsya masih betah duduk di sekitar taman sambil melihat sekitar dengan handset yang masih terpasang di kedua telinga yang tertutup hijab. Alsya sendiri sudah mengabari orang di rumah, kalau akan balik terlambat. Dia tidak mau membuat orang rumah khawatir karenanya.

Saat dia tengah asik mengayunkan kedua kaki, seseorang menyapanya. "Kamu Alsya, kan?" tanyanya. Alsya yang sedari tadi menunduk, kini mengangkat kepalanya.

Lagi, dan lagi jantungnya berdetak kencang melihat siapa yang saat ini berada di depannya. Apalagi dengan pakaian olahraga dengan handuk yang masih setia di lehernya, menjadikannya begitu berbeda dari pertemuan awal kala itu.

Dengan bodohnya, Alsya masih terus menatap ke arah seseorang itu, jujur saja dia masih kaget karena kembali dipertemukan dengannya. Di satu sisi, seorang yang menyapa Alsya pun mengerutkan kening kala melihat sikap Alsya yang bengong tanpa berkedip, apalagi dengan pandangan yang terus menatapnya. Hingga Alsya tersadar dari lamunannya karena sebuah panggilan lagi.

"Eh, i-i-iya saya Alsya." Lidahnya pun sangat berat untuk berucap, ditambah lagi jantungnya yang masih saja berdetak kencang.

"Masih ingat saya, kan?" tukasnya seraya duduk di sebelah Alsya.

"Masih-masih, mana mungkin saya tiba-tiba melupakan anda."

"Syukurlah, di sini sendiri?"

"Nggak, tadi sama Ayah dan Adik saya. Tapi mereka sudah pulang duluan. Saya masih mau di sini menikmati sekitar."

Hening, tidak ada lagi percakapan diantara keduanya. Alsya bingung mau memulai percakapan, dia juga gugup berada di sampingnya. Karena tidak tahan, akhirnya Alsya menanyakan sesuatu. "Pak Dokter ke sini juga sendiri?"

"Iya, saya sendiri. Kenapa emang?"

"Nggak, saya cuma tanya saja. Saya kira Pak Dokter ke sini sama istri."

Sedangkan dia yang mendengar perkataan Alsya seketika terkikik geli. Dan itu membuat Alsya menjadi kembali deg-degan apalagi dengan senyumannya itu. "Saya belum menikah, Alsya."

"Oohhh, saya kira Pak Dokter sudah menikah." Rasanya Alsya ingin menghilang sekarang juga dari hadapan Reyhan. Dia benar-benar malu karena perkataannya tadi.

"Nggak mau pulang? Mari saya antar pulang, dengan jalan kaki, karena saya tidak membawa mobil. Sekalian saya ingin tahu rumah kamu. Kebetulan rumah saya juga tidak jauh dari sini. Hanya di Kompleks Mawar."

Alsya pun seketika bangkit dari duduknya dan menatap Reyhan dengan mata yang membulat. "Pak Reyhan serius, tinggal di Kompleks Mawar? Kalau saya mah di sebelah kompleks Bapak."

"Kompleks Anggrek?"

"Nah iya itu benar, Pak. Nggak nyangka juga ya, ternyata rumah kita hanya berbeda kompleks saja, hehe. Ya sudah, Pak, ayo sekalian pulang. Mumpung searah." Entah ini hanya karena kebetulan atau apa, Alsya tidak tahu. Tapi yang jelas, dia senang karena rumah Reyhan tidak jauh dari rumahnya. Alsya pun bingung kenapa dia bisa sesuka itu mendengar fakta baru.

Saat ini, Reyhan sedang makan malam dengan Bunda dan Ayahnya. Hanya dentingan sendok yang menemani mereka. Beberapa saat setelahnya, Sandra pun berkata, "Rey, Bunda mau lusa kamu melamar Najma!"

Uhuk uhuk uhuk

Reyhan yang tadinya minum pun seketika tersedak. "Apa yang Bunda katakan?"

"Iya, Rey. Lusa kamu harus melamar Najma. Ingat umur kamu itu sudah berapa, sudah waktunya untuk menikah. Apalagi saat Ayah melihat Najma, sepertinya dia anak yang sholehah, jadi cocok untuk menjadi istri kamu," tukas Mahendra.

Karena malas debat, Reyhan pun menjawab, "Nanti saya pikir-pikir lagi. Sekarang saya mau istirahat, sudah malam."

Reyhan sekarang bingung, akankah dia harus melamar seseorang yang tidak dia cintai ataukah tidak. Di satu sisi, hati dan pikirannya selalu tertuju pada Alsya. Karena pusing memikirkan itu semua, Reyhan memutuskan untuk segera tidur.

Alsya sangat bahagia karena pagi tadi dan juga merasakan dilema yang begitu besar. Tidak disangka-sangka, dia dipertemukan dengan Reyhan kembali. Apakah ini pertanda jodoh? Secara tidak langsung kan, aku yang tiba-tiba mengenal Dokter Reyhan. Apalagi rumah kita juga dekat. Apa mungkin ini cuma kebetulan? Atau ada maksud lain dari itu semua?

Sejujurnya, Alsya benar-benar bingung. Apalagi mendengar perkataan sang bunda dan ayahnya tadi.

Seluruh keluarga sedang bercengkrama di ruang tamu, dengan ditemani beberapa camilan dan juga minuman. Begitulah yang mereka lakukan setiap weekend di malam hari.

"Sya, Ayah mau bicara sesuatu ke kamu."

"Bicara soal apa, Yah?"

"Lusa nanti, kamu di rumah saja. Jangan ke mana-mana. Sementara ambil cuti kampus."

"Loh, kenapa begitu, Yah?"

"Sya, lusa akan ada yang melamar kamu. Anak sahabat Ayahmu."

"Ma-ma-maksud Ayah dan Bunda? Alsya nggak mau, Yah, Bun."

"Keputusan ada di tangan kamu, Nak. Lusa coba saja temui dulu. Siapa tahu, dia memang jodohmu."

Hingga pada akhirnya, Alsya pamit ke kamar terlebih dulu dengan alasan ingin istirahat.

Kepala ingin pecah, kala mengingatnya. Dia bingung, bagaimana bisa menghadapi situasi seperti itu. Alsya sendiri tahu, jika umurnya emang sudah bisa dikatakan pantas untuk menikah. Tapi Alsya ingin kelak dia menikah dengan seseorang yang dicintai dan juga mencintainya. Alsya tidak mau, nantinya pernikahan ini hanya karena sebuah paksaan semata. Karena apapun yang didasari sebuah paksaan, itu tidaklah baik.

Mungkin memang benar apa yang dikatakan ayahnya, dia harus melihat dulu siapa anak dari sahabat ayahnya itu. Selepas itu mungkin akan tahu jawabannya.

Ya Allah, tolong bantu hamba, tunjukkanlah hamba jalan yang terbaik bagi hamba, Ya Allah. Jangan biarkan hamba salah mengambil keputusan, apalagi soal pernikahan sekali seumur hidup. Hamba sendiri pun juga tidak tahu, kenapa hati ini terus saja tertuju padanya, Ya Allah, batinnya saat hendak tidur.

Sudah larut malam, tapi Alsya tidak kunjung menutup matanya. Dia tidak bisa tidur, malam ini. Di satu sisi yang lain, seorang lelaki juga sama, matanya masih terjaga. Dia juga tidak bisa tidur akibat memikirkan apa yang dikatakan orang tuanya beberapa jam yang lalu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Antara 2 pilihan

    Di kediaman keluarga Mahendra, kini sedang menikmati sarapan pagi. Sebenarnya Reyhan malas sarapan di rumah, tapi karena desakan dari Sandra, akhirnya pun dia menurut. Karena ada sesuatu penting yang akan dikatakan kedua orang tuanya."Reyhan, Ayah mau bicara sesuatu yang penting, denganmu!"Reyhan seolah-olah tahu apa yang akan dibicarakan oleh sang ayah. "Soal lamaran, kan Yah?" tebaknya dengan nafas panjang.Mahendra juga menghela nafas panjang sebelum berbicara. "Rey, soal lamaran itu, kamu lupain saja ya?"Reyhan yang mendengar penuturan sang ayah pun mengerutkan kening. Karena sejak awal mereka bersikukuh menginginkan lamaran itu, tapi sekarang menyuruh melupakan. "Bukankah Ayah dan Bunda yang waktu itu terus menyuruh saya melamar Najma? Kenapa tiba-tiba bilang lupain?"Entah keberapa kalinya, Mahendra menghela nafas berat, tak terkecuali Sandra. "Nak, Najma sudah dilamar lelaki lain. Tadi malam tiba-tiba orang tua Najma telepon Bunda dan bilang begitu.""Mungkin saya dan Najma

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    2 Hati yang Terluka

    Di kantin kampus, Alsya yang tadinya melamun seketika terkejut karena ulah Keysa yang mengagetkan dari arah belakang. Membuat sang empu menatap kesal. "Kebiasaan, deh." Keysa hanya senyum kecil, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. "Lagian kenapa sih, melamun mulu? Jangan keseringan melamun, nggak baik, Sya." Alsya memutar bola matanya malas." Aku nggak melamun, cuma bengong aja." Keysa yang mendengarkannya pun seketika menganga, rasanya ingin mencakar-cakar wajah Alsya sekarang juga jika saja dia tidak ingat perempuan yang di hadapannya saat ini masih seorang sahabat. "Sya, kamu pilih deh. Mau ditimpuk sama buku ini atau sama sepatu ini?" Alsya benar-benar senang melihat wajah geram Keysa yang menurutnya lucu. "Nggak ada yang lucu, Sya! Nggak usah ketawa!" "Hehe, maaf deh maaf, lagian sih kamu pakai acara kagetin aku." Keysa tersenyum kecil sambil menunjukkan cengiran serta jari tangan yang berbentuk huruf V. "Salah siapa melamun mulu? Ada apa Sya, coba cerita." Terden

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Jodoh siapa yang tahu

    Weekend, hari yang dinanti-nantikan oleh semua orang. Hari ini, Alfin, Alsya, dan Iqbal melakukan jogging berkeliling kompleks. Mereka jogging hanya di waktu libur saja. Ketiganya terlihat bersemangat. "Kenapa berhenti, Kak?" "Duluan saja sama Ayah. Nanti aku nyusul, capek banget, mau istirahat sebentar." Iqbal hanya mengangguk sebagai tanda jawaban. Di satu sisi, Alfin yang tidak melihat Alsya, di samping Iqbal pun mengerutkan kening. "Kakak kamu ke mana, Iqbal?" "Itu Yah, Kak Sya masih di belakang, mau istirahat dulu katanya, capek. Nanti nyusul." "Ya sudah, kita pulang duluan saja. Nanti kabari Kakak kamu jika kita pulang." "Iya, Yah." Hari sudah semakin siang tapi Alsya masih betah duduk di sekitar taman sambil melihat sekitar dengan handset yang masih terpasang di kedua telinga yang tertutup hijab. Alsya sendiri sudah mengabari orang di rumah, kalau akan balik terlambat. Dia tidak mau membuat orang rumah khawatir karenanya. Saat dia tengah asik mengayunkan kedua

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Perasaan Aneh

    Selepas membuat jadwal janji temu, Reyhan segera memberikannya pada Abel yang masih berada di luar ruangan. Sebelum memberikan, dia melirik sekilas ke arah Alsya yang bercengkrama dengan pasiennya. "Abel, ini sudah saya buatkan jadwal untuk janji temu." Reyhan kembali melirik ke arah Alsya, tanpa disadari, Alsya juga melihat ke arahnya. Tatapan mereka beradu beberapa detik, setelahnya saling memalingkan. "Oh iya, Dok. Terima kasih." Karena penasaran dengan gadis yang berada di samping Abel, Reyhan memberanikan diri bertanya kepada Abel. "Oh iya, teman di samping kamu itu, namanya siapa?" "Namanya Alsya, Dok. Dia keponakan saya." Ternyata keponakan Abel? Manis, batinnya disertai senyuman kecil, bahkan saking kecilnya, tidak ada yang menyadarinya. "Cantik," gumamnya pelan lantas pergi begitu saja. Reyhan sendiri tidak tahu apa yang terjadi padanya. Saat pertama kali bertemu dengan Alsya, dia merasa ada yang berbeda darinya. Entah apa yang berbeda, hatinya pun juga mera

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Pertemuan

    Sesampainya di rumah, Reyhan menyerahkan makanan yang dikasih Najma kepada Sandra. Sebelum bertanya, Reyhan terlebih dulu menjawab, "Itu dari Najma, Bun. Tadi dia kasihkan ke saya." Sandra yang mendengar perkataan Reyhan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sang anak tidak pernah berubah, terus saja memakai bahasa formal, walau dengan orang tuanya sendiri. "Bisa nggak, itu jangan pakai bahasa formal? Kamu bicara sama Bunda loh, ini. Bukan sama pasien atau teman kamu." "Nggak bisa, Bun. Sudah kebiasaan, ya udah itu makanan Bunda dan Ayah saja yang makan. Saya ke kamar dulu, mau langsung istirahat." Saat mau masuk kamar, teriakan Sandra menghentikannya. "REYHAN, BESOK JANGAN LUPA AJAK NAJMA MAIN KE SINI." Sedangkan Reyhan lagi-lagi hanya menghela nafas panjang. Dia sendiri heran, mengapa orang tuanya bersikukuh ingin menjodohkannya. Memang Najma itu wanita baik, bahkan lulusan ponpes dan soal agama, tidak perlu diragukan lagi. Tapi tetap saja hatinya tidak mencintai Najma.

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Sakit tak Berdarah

    Apa aku bisa menjadi seperti sosok Fatimah Az-Zahra? itulah yang ada dalam pikiran Alsya. Bahkan tidak pernah dilihat atau melihat seseorang yang bukan mahramnya. Sungguh, dia ingin meneladani sifat beliau. Dia tahu, dosanya terlalu banyak. masih lalai menjalankan perintah-Nya. Tapi semenjak bertemu dengan seseorang, yang telah mengajarkan banyak hal selama ini, menjadikan Alsya terus termotivasi untuk memperbaiki diri. Setiap malam, dia hanya bisa menangis dalam diam. Takut Allah marah, serta murka kepadanya karena selama ini dia masih sering mengejar cinta dunia, bahkan sempat melupakan akhirat. Astaghfirullah, hamba macam apa, aku ini? Seorang gadis berjalan cepat menaiki tangga gedung bertingkat sambil sesekali melirik jam yang melingkar di tangan dengan beberapa buku di genggamannya, apalagi mulutnya komat kamit tidak jelas. Karena masalah ban mobil bocor, membuatnya telat datang ke kampus. Beruntung ada malaikat berbaik hati memberi tumpangan. BRAK Semua orang yang b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status