ログインSedari ijab beberapa jam lalu, Alsya hanya diam. Reyhan yang melihat itu hanya bisa menghela napas panjang, dia tahu, pasti ini berat bagi istrinya. "Dek, kamu capek?" hanya gelengan yang Reyhan dapat. "Kalau capek, kita istirahat saja. Jangan terlalu memaksakan diri, nanti sakit." "Aku nggak papa," jawabnya sedikit acuh, dengan pandangan lurus ke depan. Bohong jika Alsya tidak capek, kakinya sedari tadi terasa pegal, dirinya terlalu naif untuk berkata jujur pada Reyhan. Reyhan yang melihat Alsya sering mengangkat kaki segera bergantian pun berkata, "Kita istirahat sekarang!" Menurut Alsya itu seperti perintah tegas, mau tidak mau, dia menurut. Berlahan tangan Reyhan menggenggam tangan mungil Alsya, tapi ditepisnya."Aku bisa sendiri!" tukasnya seraya meninggalkan Reyhan. Reyhan hanya bisa menatap sendu sang istri. "Apa saya akan kuat menghadapi ini semua?" lirihnya mengikuti Alsya. Dalam kamar, Alsya juga masih diam saja. Dirinya tak tahu, apa yang harus dilakukan. Semuanya teras
Alhamdulillah, acara lamaran berjalan dengan lancar. Alsya tak menyangka, jika Reyhan akan menjadi suaminya, 1 minggu lagi. Walaupun dia masih bertanya-tanya kenapa bisa Reyhan yang melamarnya. "Bun, kenapa Bunda nggak bilang, jika yang mau melamarku itu Dokter Reyhan?""Kamu sudah mengenal dia, Sya?""Iya, Bun, aku sudah mengenalnya, dari dulu." Alsya seketika ingat pertama kali bertemu di rumah sakit, hingga waktu jogging di taman kala itu. "Dia itu Dokter yang menangani Kak Abel waktu aku mengantarkan dia periksa.""Abel sakit apa, Sya?"Alsya menuruti kebohongannya sendiri, dia lupa orang tuanya tidak tau jika Abel sakit. "Itu Bun, asam lambung Kak Abel kambuh, jadinya dia meminta aku mengantarkan ke Dokter Reyhan, dokter yang selalu dia datangi kalau lagi sakit, gitu." Terpaksa, harus berbohong kepada sang bunda. Entah apa yang akan terjadi jika semua keluarga tahu yang sebenarnya, tentang penyakit yang diderita Abel. "Oh gitu, Bunda kira Abel sakit apa sampai periksa ke dokter
Ketukan pintu tak membuat Alsya terbangun dari tidurnya. Dia masih tak habis pikir dengan jalan pikiran kedua orang tuanya. "Alsya, Bunda masuk, ya?""Nak, Bunda tahu kamu masih menunggu Nak Arkan, tapi kamu tau sendiri, kan belum ada tanda-tanda sampai sekarang? Apa kamu nggak kasihan nanti sama anakmu? Seandainya nanti dia tanya di mana, ayahnya, apa yang akan kamu jawab? Apa kamu akan jujur, jika ayahnya hilang dan belum ditemukan? Nggak mungkin, kan?""Alsya, Bunda dan Ayah nggak mungkin nemenin kamu sampai nanti, Ayah dan Bunda juga akan tua, anakmu juga butuh sosok ayah, Nak. Kamu juga butuh seseorang la-gi dalam hidupmu. Bunda tahu, pasti berat buat kamu, tapi apa boleh Bunda meminta 1 permintaan ke kamu? Tolong, bersedialah menikah lagi, dan pelan-pelan ikhlaskan Nak Arkan. Kalau Nak Arkan memang masih hidup, sudah dari dulu datangin kamu, kan, Sya? Tapi ini, dia masih nggak ada kabar sama sekali.""Kasihanilah anakmu, Sya. Bunda minta tolong, pikirkan lagi semuanya dengan ten
Mengingat perkataan Dokter Silla di RS beberapa jam lalu, membuat Alsya terus saja berpikir, dia takut, takut terjadi sesuatu pada janinnya. "Sya, jangan terlalu dipikirkan, ya. Berdoa saja, semua baik-baik saja. Yang ditakutkan Dokter Silla tadi nggak terjadi.""Bagaimana mungkin aku nggak berpikir, Key.""Besok USG aja ya, aku temenin. Usia kandunganmu kan sudah 10 minggu."Alsya hanya menganggukkan kepala. ***"Bunda Alsya jangan sering kecapekan, jangan angkat-angkat berat dulu, kalau sering sakit itu bisa jadi karena kandungannya lemah. Harus dijaga sendiri, apalagi kandungan bunda masih awal, dan itu rentan keguguran. Jadi harus lebih hati-hati.""InsyaAllah saya akan hati-hati, Dok.""Bunda sudah bisa USG kalau mau, untuk memastikan keadaan janinnya. Ini ada vitamin dan asam folat yang harus bunda minum.""Terima kasih, Dok. Kalau begitu saya pamit, assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam."Seperti yang dikatakan Keysa kemarin, hari ini Alsya akan USG, dia harus tau keadaan janinny
Hampir 2 bulan, Alsya terus mencari keberadaan Arkan, tapi masih sama. Dia mencari ke sana, ke mari, tak ada tanda-tanda. "Mas, aku rindu," lirihnya pelan sambil memandang foto Arkan. "Kenapa kamu ninggalin aku seperti ini? Kalau kamu masih hidup, tolong kembalilah, Mas Ar, hari-hariku sepi tanpamu. Apa kamu tak merindukanku?" Air mata kembali mengalir deras, dada bergemuruh hemat, dan sesak. Alsya terkejut saat ada yang mengelus ubun-ubunnya. "Sya, makan yuk, kamu dari tadi pagi belum makan, nanti sakit loh." Syifa sendiri mereka nggak tega dengan Alsya, karena setiap hari keceriaannya berangsur hilang. Alsya yang dulu terkenal ceria, sedikit jahil, sekarang jadi pendiam dan sering melamun. Syifa takut, jika Alsya terlalu larut dalam kesedihan, apalagi sampai tidak semangat seperti kala itu. "Aku belum lapar, Bun. Bunda aja duluan sama yang lain, entar aku nyusul kalau udah lapar.""Bunda bawa ke sini ya, makanannya. Nggak boleh nolak, entar Bunda temenin makan." Mau tak mau, Alsy
Kabar baik untuk Sandra, Arian sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah membaik. "Kamu serius melakukan ini semua, San? Kalau keluarganya tahu, bagaimana? Apa nggak kasihan, kamu?""Sudahlah, Ra, aku capek. Iya aku serius melakukan ini semua."Aku juga salah, Ra. Tapi aku harus melakukannya, lanjutnya dalam hati.Tiara yang mendengarnya, hanya menghela nafas panjang. Sudah tak tahu lagi, menjelaskan kepada sahabatnya ini. Entah apa yang ada di pikiran Sandra, hingga dia sampai seperti sekarang. Dia bukan Sandra yang Tiara kenal, Sandra tidak seperti itu. Kali ini, Sandra benar-benar berubah."Mas, bagaimana jika kita melakukan akad lagi? Kita ulang semuanya, sederhana saja, di KUA. Siapa tahu, dengan seperti itu, Mas akan ingat lagi." Sejujurnya, Sandra takut, jika Arian memang benar mengingat semuanya. Tapi ini harus dia lalukan."Emm, boleh Dek. Apa sih yang nggak boleh buat kamu. Tapi nunggu Mas pulih dulu, ya, biar maksimal nanti waktu ijabnya." Sandra mengangguk mantap







