Share

3. Ceraikan Aku!

Author: Henny Djayadi
last update Last Updated: 2024-08-21 14:03:14

Lila membiarkan dingin menyelimuti tubuhnya. Malam yang semakin larut membuatnya kesulitan mendapatkan taksi. Ingin rasanya memesan satu kamar di hotel ini untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya, tetapi mengingat ada Sean dan Miranda di kamar yang lain membuat Lila ingin sesegera mungkin meninggalkan hotel bintang lima tersebut.

“Sendiri?” Suara bariton yang tak dikenal itu membuyarkan lamunan Lila.

Lila segera menyeka air matanya, berusaha menyembunyikan kesedihan dari orang yang tidak dia kenal. Ia berbalik dan melihat seorang pria tampan dengan sorot mata tajam namun ramah.

“Butuh tumpangan ... Nyonya Wismoyojati?” tanyanya sambil tersenyum.

“Tidak, terima kasih.” Degup jantungnya semakin kencang. Bukan karena terpesona dengan pria tampan di hadapannya, tetapi ada ketakutan tersendiri saat bertemu dengan orang asing pada saat malam merayap berganti hari.

“Mau saya temani sampai mendapatkan taksi?” Pria itu menawarkan lagi, nada suaranya tulus dan tenang.

“Tidak perlu,” tolak Lila dengan halus, berusaha tegar meskipun hatinya bergetar.

“Baiklah kalau begitu, saya tidak bisa memaksa. Ini kartu nama saya, Anda bisa menghubungi saya, kapan pun Anda butuh.” Pria itu mengeluarkan sebuah kartu nama dari saku jasnya dan menyerahkannya kepada Lila.

Ragu-ragu Lila menerima kartu nama tersebut, matanya bertemu dengan tatapan pria itu sejenak. Ada sesuatu yang meyakinkan dalam sorot matanya, tapi Lila tetap waspada.

“Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Wismoyojati,” ucapnya dengan senyum tipis yang menawan.

Pria itu segera melangkah meninggalkan Lila. Setelah pria itu benar-benar lenyap dari pandangannya, Lila baru membaca kartu nama yang berada di tangannya. Nama yang tertera di sana, Ryan Aditya Mahendra, tidak dikenalnya, tapi dari posisi dan nama perusahaan miliknya, Lila tahu pria itu adalah pesaing bisnis dari keluarga Wismoyojati.

Lila merasa semakin bingung dan putus asa. Ia menghela napas panjang, berharap ada keajaiban yang datang malam ini. Dalam hati, ia bertanya-tanya apakah dia bisa terus bertahan dalam pernikahan yng menurutnya tidak memiliki masa depan.

Tiba-tiba, Lila mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Dia menoleh lalu tersenyum tipis penuh kegetiran menertawakan dirinya sendiri yang sempat berharap Sean akan mendatanginya. Mungkin saat ini suaminya itu sedang berbagi peluh dengan Miranda.

“Bu Lila!” panggil Ranga, orang kepercayaan Sean. Dia berjalan cepat ke arah Lila, ekspresinya serius tetapi sedikit lega saat bertemu Lila. “Saya diutus untuk mengantar Anda pulang,” ucap Rangga dengan sopan, membungkuk sedikit.

Lila mengangguk lemah, merasakan sedikit kelegaan meskipun hatinya masih kecewa. “Terima kasih, Pak Rangga. Mari kita pergi sekarang.”

Rangga membuka pintu mobil dan membantu Lila masuk. Sepanjang perjalanan, Lila duduk diam, memandang keluar jendela, pikirannya melayang-layang memikirkan kejadian malam ini. Rangga, yang sudah lama bekerja dengan keluarga Wismoyojati, hanya melirik sekilas, mengetahui bahwa Lila butuh waktu untuk sendiri.

Mobil, sudah berhenti di depan gedung apartemen yang selama ini menjadi tempat tinggal Lila dan Sean. Rangga keluar dari mobil, membukakan pintu dan mengantar Lila sampai ke unit apartemen, memberikan dukungan dalam diam.

“Terima kasih.” Lila terlihat ingin segera mengakhiri interaksi dan secepatnya memasuki apartemen untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

“Jika Bu Lila butuh sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungi saya.” Ucap Rangga dengan tatap mata penuh kekhawatiran.

Lila terdiam sejenak, memberanikan diri menatap pria yang berdiri di hadapannya.

“Tolong katakan kepada Pak Sean, ada urusan penting yang ingin saya bicarakan dengannya, secepatnya!” Lila sudah membulatkan tekadnya, dia akan segera mengakhiri penderitaan ini.

“Baik, Bu!” Rangga pun bergegas pergi meninggalkan Lila.

***

Bertemu pagi dengan kondisi tubuh yang kurang fit, semalam Lila tidak bisa tidur dengan tenang. Bukan hanya memikirkan apa yang dilakukan Sean bersama Miranda malam ini, tetapi juga mencoba merangkai kata yang akan dia ucapkan saat bertemu dengan Sean nanti.

Lila membuka cluctch bag yang dibawa ke acara semalam. Sejak tiba di apartemen dia tidak menyentuh lagi ponselnya. Saat mengambilnya tanpa sadar kartu nama Ryan Mahendra turut tertarik keluar. Sejenak Lila menggulir layar ponselnya, setelah memastikan tidak ada pesan penting untuknya, dia kembali meletakkan ponsel di atas nakas.

Dengan secangkir teh hangat, Lila menikmati pagi yang tenang dengan duduk di balkon apartemennya. Udara pagi yang masih minim polusi membawa ketenangan sejenak, meskipun hatinya masih penuh kekacauan. Lila menatap langit, mencoba menemukan kedamaian di tengah badai perasaannya.

Terdengar suara pintu yang dibuka secara perlahan. Lila menoleh, melihat Sean berdiri di ambang pintu dengan penampilan berantakan, rambutnya kusut, dasinya longgar. Lila mendekat untuk menyambut kedatangan suaminya, tetapi semakin dekat semakin pekat aroma parfum yang begitu feminin menyelubunginya. Wajah Sean terlihat lelah, tapi ada sesuatu dalam pandangannya yang membuat Lila semakin yakin bahwa malam sebelumnya bukan sekadar pekerjaan.

"Aku mendengar dari Rangga kalau kamu ingin bicara." Sean memulai dengan nada datar dan ekspresi yang dingin, tidak mempedulikan perasaan Lila.

Lila meletakkan cangkir tehnya dengan tenang, berdiri, dan menghadapi suaminya. Kata-kata yang sebelum sudah tersusun rapi raib seketika, meninggalkan rasa gugup dan ketakutan.

Sementara itu Sean tetap menunggu sambil menatap dingin ke arah Lila. Namun karena istrinya tidak kunjung mengatakan apapun, dia kemudian membalikkan tubuh hendak pergi.

"Sean, ceraikan aku," lirih Lila, tetapi cukup jelas untuk didengar.

Kalimat Lila berhasil membuat Sean menghentikan langkah. Dia segera kembali membalikkan badan dan berhadapan dengan Lila. Melangkah berlahan dengan tatap mata tajam semakin mendekati Lila.

"Bisa diulang?" tanya Sean meski sebenarnya telah mendengar dengan jelas.

"Ceraikan aku," ucap Lila sekali lagi, suaranya semakin bergetar.

“Jika ini karena Miranda, aku tegaskan tidak ada yang terjadi antara aku dengan dia.” Sean terlihat tenang tanpa rasa bersalah.

“Keputusanku ini tidak ada hubungannya dengan Miranda.” Miranda memang bukan alasan utama, tetapi kehadirannya mampu meyakinkan hati Lila untuk mengambil keputusan penting ini.

Mata Sean menyipit, wajahnya berubah menjadi lebih keras. "Apa yang kau inginkan dari perceraian kita, Lila? Harta gono-gini?" cecar Sean dengan nada merendahkan.

Lila menggelengkan kepala, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Aku hanya ingin ...."

"Apa yang telah aku berikan selama ini masih kurang?" Sean memotong, tidak memberi kesempatan kepada Lila untuk berbicara. "Aku kira nafkah yang aku berikan sudah lebih dari cukup, bahkan aku juga menanggung kehidupan keluargamu. Masih kurang? Apa kau juga menginginkan separuh harta keluarga Wismoyojati?"

"Aku tidak sepicik itu," sanggah Lila, air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku hanya menginginkan pernikahan yang normal, membentuk keluarga bersama. Ayah, ibu, dan anak-anak di dalamnya, tapi sepertinya aku tidak bisa mendapatkan itu dari pernikahan kita.”

“Jangan serakah!” ucap Sean dengan begitu entengnya. “Dari pernikahan ini, kau sudah mendapat harta, kemewahan dan juga kehormatan sebagai seorang Wismoyojati. Jika ada yang masih belum bisa kamu gapai, anggap saja itu sebagai ujian hidup.”

“Apa kau bahagia dengan pernikahan kita?”

Dengan sorot mata yang tajam Sean menatap Lila. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hingga suasana menjadi hening mencekam.

“Bahagia atau tidak bahagia, kamu sendiri yang dengan suka rela memasuki keluarga Wismoyojati. Terima konsekuensinya, kita nikmati bersama, apa pun rasanya.” Tegas dan penuh penekanan saat Sean berucap.

“Dengan perceraian kita, kau bisa bahagia dengan perempuan pilihan hatimu.”

“Aku lebih tahu apa yang aku rasakan. Jangan mengaturku!”

Sean membuang pandangannya, menunduk sambil menggelengkan kepala. Tiba-tiba tatap matanya menangkap kertas kecil yang jatuh di lantai. Segera Sean memungut dan membacanya.

“Apa karena ini kau meminta cerai?” tanya Sean dengan aura yang menyeramkan. “Jika karena orang ini kau ingin bercerai denganku, aku pastikan kau tidak akan pernah mendapatkan akta cerai dariku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nur Elly
Sean gak ada hati
goodnovel comment avatar
Respaty legacy
Ceritanya keren, bikin penasaran pengen cepet2 baca kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   470. Takdir yang Sempurna

    Setelah memastikan Brilian tidur, Sean melangkah menuju ke kamarnya. Dia harus segera membantu Lila untuk menidurkan Bintang dan Berlian. Semakin hari, bocah kembar itu semakin aktif, bahkan hanya untuk tidur saja akan banyak drama.Lila menatap suaminya yang baru saja masuk ke kamar. Senyum hangatnya masih sama seperti dulu, tetapi ada sesuatu yang membuatnya sedikit gelisah.Sean bertambah usia, tetapi justru semakin menawan di matanya.Lila menelan ludah pelan. Sebagai istri, tentu saja ia bangga memiliki suami seperti Sean, tetapi di sisi lain… ia juga merasa was-was. Sampai sekarang masih banyak perempuan di luar sana yang mengincar suaminya, meskipun mereka tahu jika Sean sudah menikah dan memiliki tiga anak.Sementara itu, Sean berjalan mendekat. Tatapan matanya lembut saat melihat si kembar yang sudah terlelap di dalam boks.“Mereka tidur lebih cepat dari biasanya,” ucap Sean pelan terdengar nyaris seperti bisikan, takut membangunkan bayi-bayi mereka.Lila mengangguk. “Hari ini

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   469. Rama dan Cinta

    Suasana kafe yang semula tenang mendadak ricuh ketika pintu terbuka dengan keras. Seorang perempuan paruh baya melangkah masuk dengan ekspresi penuh amarah, diikuti oleh seorang perempuan muda yang cantik, sama garangnya."Mana Cinta?! Keluar kau sekarang juga!" seru perempuan paruh baya itu, suaranya menggema di seluruh ruangan, menarik perhatian para pengunjung dan pegawai kafe.Beberapa pelanggan yang sedang menikmati kopi mereka langsung menoleh, ada yang membeku di tempat, ada yang berbisik penasaran. Sementara itu, seorang barista yang berdiri di belakang meja kasir tampak panik, ragu-ragu apakah harus menenangkan situasi atau membiarkan saja.Perempuan cantik yang berdiri di sampingnya menyusuri ruangan dengan tatapan tajam, matanya berkilat penuh amarah. Sepertinya dia tahu betul siapa yang sedang mereka cari.Salah satu pegawai kafe memberanikan diri mendekat. "Maaf, Bu. Ada yang bisa kami bantu?" tanyanya dengan suara hati-hati.Perempuan paruh baya itu menoleh tajam. "Panggi

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   468. Hidup yang Lebih Berwarna

    Waktu berlalu dengan tenang, membawa kebahagiaan yang seolah tak pernah habis bagi keluarga Wismoyojati. Kehidupan penuh berbagi dalam keluarga diisi oleh tawa renyah dan kehangatan. Perdebatan tentu tetap ada sebagai bumbu dalam kehidupan, tetapi mereka bisa menyelesaikan dengan bijaksana.Lila menjalani perannya sebagai ibu dengan penuh cinta, merawat Brilian, Bintang, dan Berlian dengan kesabaran dan kasih sayang yang tak terbatas. Ia tetap aktif dalam berbagai kegiatan sosial, menemukan kebahagiaan dalam membantu sesama, sambil tetap menyeimbangkan perannya sebagai istri dan ibu.Setelah Sekar dan Prabu memutuskan untuk pindah ke rumah mereka sendiri, suasana di kediaman Sean dan Lila sedikit berubah. Tidak ada lagi suara teguran tegas Sekar atau candaan ringan Prabu di meja makan, tapi bukan berarti rumah itu kehilangan kehangatan.Sean yang memahami betapa besarnya tanggung jawab Lila dalam mengurus tiga anak mereka, mengambil keputusan besar. Ia mencari pengasuh anak profession

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   467. Paket dari Delisa

    Malika berdiri tak jauh dari ayunan, matanya membulat melihat kejadian yang baru saja terjadi. Ia datang ingin bermain bersama Brilian, tapi malah menyaksikan sesuatu yang menghancurkan dunianya.Brilian, sahabat kecilnya, kakak yang dia banggakan baru saja dicium oleh Almahira.Gadis kecil yang masih duduk di TK itu merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Seperti ada beban besar menekan hatinya. Wajahnya menegang, bibirnya sedikit bergetar.Brilian masih berdiri di tempatnya, memegangi pipinya dengan ekspresi terkejut, sementara Almahira sudah berlari pergi dengan riang.Malika mengepalkan tangannya kecil-kecil. Brilian sudah ternoda.Entah dari mana gadis mungil itu mendapatkan pemikiran seperti itu, tapi itulah yang muncul di kepalanya. Sejak kecil, ia selalu menganggap Brilian adalah miliknya, teman bermain yang paling seru, kakak yang selalu membelanya dan menjaganya. Tapi sekarang?Brilian sudah dicium gadis lain.Matanya mulai berkaca-kaca. Ia ingin berteriak, ingin menangis, t

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   466. Ditandai

    466Lila membuka matanya perlahan saat mendengar suara rengekan bayi. Seketika, nalurinya sebagai ibu membuatnya ingin segera bangkit. Namun, saat menoleh ke samping, tempat tidur Sean kosong.Dia menoleh ke arah boks bayi dan menemukan suaminya sudah lebih dulu terjaga. Sean duduk di kursi di samping boks, memangku salah satu bayi mereka sambil memberikan dot. Dengan satu tangan lainnya, dia berusaha menenangkan si kecil yang masih berada di boks, menyentuhnya dengan lembut agar tidak terus menangis.Lila menggeleng pelan. Kenapa dalam keadaan repot seperti itu Sean tidak membangunkannya?Dia mengamati suaminya yang tampak begitu telaten. Mata Sean terlihat sedikit sayu karena mengantuk, tetapi senyumnya tetap ada saat membisikkan sesuatu pada anak mereka. Lila merasa hangat melihat pemandangan itu.Dia bangkit perlahan, mendekati Sean, lalu bertanya pelan, "Kenapa tidak membangunkanku?"Sean menoleh dan tersenyum kecil. "Kau masih butuh istirahat, sayang. Aku bisa mengurus mereka."

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   465. Kemarahan Ibu Hamil

    Ryan menghela napas panjang, berdiri di samping tempat tidur rumah sakit tempat Rina berbaring. Sejak sadar, istrinya berubah total. Biasanya Rina adalah perempuan yang mandiri, kalem, dan penurut. Tapi sekarang? Manja, gampang marah, dan yang paling membuat Ryan frustasi, diam seribu bahasa setiap kali mereka hanya berdua."Rina, kau mau sesuatu?" tanya Ryan pelan, berharap mendapat jawaban.Rina hanya membuang muka, menatap ke arah jendela.Ryan mengusap wajahnya, mencoba bersabar. Sejak dokter memberi kabar tentang kehamilan Rina, perubahan sikap istrinya semakin menjadi-jadi. Setiap kali ia mencoba membicarakannya, Rina malah menutup diri.Namun, saat Sekar dan Prabu datang bersama Brilian dan Renasya, suasana langsung berubah. Seakan-akan Rina adalah orang yang berbeda."Bunda!" Renasya berlari kecil mendekati ranjang, matanya berbinar.Rina tersenyum hangat, membuka tangannya untuk menyambut putrinya. "Sayang, ke sini, Bunda kangen."Ryan memandangi pemandangan itu dengan kening

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status