Home / Romansa / Kembalinya Hasrat Sang CEO / Kenapa Kau Berbeda?

Share

Kenapa Kau Berbeda?

Author: Planet Zamzan
last update Last Updated: 2025-05-07 12:19:03

Damar melangkah masuk ke dalam rumah megah itu dengan perasaan yang masih penuh kebingungan. Interior rumah ini bahkan lebih mencengangkan daripada tampilan luarnya. Langit-langit tinggi dengan lampu kristal menggantung, dinding marmer yang mengilap, dan perabotan mahal yang tertata sempurna.

Begitu ia berjalan melewati lorong menuju ruang utama, suara langkah lain terdengar dari atas.

Seorang wanita turun dari tangga melingkar dengan anggun, wajahnya masih menyiratkan keangkuhan seperti sebelumnya. Wilona.

Damar langsung mengenalinya sebagai wanita yang pagi tadi merobek surat cerai di hadapannya.

Wilona berhenti di tengah tangga, menatapnya dengan tatapan tajam. “Kenapa sudah pulang?” tanyanya tanpa basa-basi.

Damar menghela napas, berusaha merespons dengan tenang. “Aku tidak enak badan.”

Wilona menyipitkan matanya, seolah mencoba membaca ekspresi Damar. Namun, ia tidak berkata apa-apa lagi dan melanjutkan langkahnya menuruni tangga.

“Aku sudah menyiapkan makanan untukmu,” katanya saat berjalan mendekat. “Pergilah makan.”

Damar tidak merasa lapar sedikit pun. Semua yang ia alami hari ini sudah cukup membuat perutnya terasa mual.

“Aku tidak berselera,” jawabnya singkat.

Mendengar itu, ekspresi Wilona langsung berubah drastis.

“Apa?!” suaranya meninggi, matanya berkilat marah. “Kau pikir aku ini apa, hah? Sejak kapan kau menolak makanan yang sudah aku siapkan?!”

Damar terkejut dengan reaksi Wilona yang meledak begitu saja. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa hanya menolak makan bisa memicu kemarahan seperti ini.

Dalam hati, ia bertanya-tanya, apakah Arman Wijaya benar-benar hidup dalam rumah tangga yang seperti ini?

Wilona menatapnya penuh amarah, menunggu Damar membalas. Tapi kali ini, Damar memilih untuk tidak membalas kemarahan dengan kemarahan.

Ia menarik napas panjang, lalu berkata pelan, “Baiklah, aku akan makan.”

Wilona tertegun.

Ia jelas tidak menyangka Arman akan menurut begitu saja. Biasanya, Arman akan membalasnya dengan kata-kata kasar atau bahkan meninggalkan meja makan tanpa peduli.

Tapi kali ini, pria di hadapannya hanya menurut tanpa perlawanan.

Damar tidak tahu harus bersikap seperti apa terhadap Wilona. Tapi satu hal yang pasti ia tidak ingin memperkeruh keadaan sebelum ia benar-benar memahami situasi yang sedang dihadapinya.

Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berjalan menuju ruang makan, meninggalkan Wilona yang masih berdiri di tempat dengan ekspresi heran.

Damar duduk di kursi makan yang besar dan megah. Di hadapannya, hidangan-hidangan mewah tersaji rapi. Wilona duduk di seberangnya dengan ekspresi dingin, menyantap makanannya dengan elegan.

Saat Damar mulai mencicipi hidangan itu, ia terkejut. Rasanya luar biasa lezat. Tak disangka, wanita yang terlihat angkuh ini pandai memasak.

Tanpa pikir panjang, ia berkata dengan tulus, “Masakan ini enak sekali.”

Wilona, yang awalnya tampak tidak peduli, mendongak sedikit. Namun, matanya tetap tajam.

Damar melanjutkan makannya, lalu dengan polosnya bertanya, “Maaf, siapa nama Anda?”

Wilona langsung menghentikan gerakannya.

Suasana di meja makan berubah tegang. Wilona menatapnya dengan tatapan tajam yang membuat udara di sekelilingnya terasa lebih dingin.

“Apa sekarang kau sedang bersikap seolah tidak mengenaliku?” tanyanya dengan suara rendah, tapi penuh ketajaman.

Damar terdiam. Sial. Ia baru sadar bahwa bagi Wilona, ia adalah Arman Wijaya, bukan Damar Pratama.

“Kenapa kau menjadi berbeda?” Wilona menyipitkan matanya curiga.

Damar buru-buru menelan ludah dan menyesuaikan diri. “Aku… maaf. Aku hanya tidak enak badan, mungkin karena itu aku agak linglung.”

Wilona mendengus dan tiba-tiba bangkit dari kursinya dengan kesal.

“Dari semua sikap menyebalkanmu selama ini, cara ini yang paling menjengkelkan,” katanya tajam, lalu meninggalkan meja makan tanpa berkata apa-apa lagi.

Damar hanya bisa terdiam, mencoba memahami situasi yang semakin rumit. Rumah tangga seperti apa ini sebenarnya?

Tak lama setelah Wilona pergi, suara pintu utama terbuka. Seorang gadis remaja masuk ke dalam rumah dengan langkah santai.

Damar mengalihkan pandangannya ke arah gadis itu. Seorang anak perempuan berseragam SMA dengan rambut digerai, mengenakan rok yang menurutnya terlalu pendek.

Damar menatapnya dengan bingung.

“Siapa anak muda itu?” gumamnya pelan.

Wilona yang masih berada di dekat tangga mendengar perkataan itu dan langsung menatapnya dengan ekspresi penuh amarah.

“Jangan bilang kau tidak ingat anakmu sendiri, Arman,” katanya tajam.

Damar mengedip beberapa kali. “Ah… dia anakku rupanya?”

Gadis itu, yang baru saja melepas sepatunya, berhenti di tempat dan menatap Damar dengan curiga.

“Apa lagi ini, Ma?” katanya kesal. “Papa kena amnesia atau apa?”

Wilona tak menjawab, hanya menghela napas panjang lalu naik ke lantai dua dengan wajah kesal.

Damar menatap anak perempuan itu. Zizi, putri Arman.

Gadis itu baru saja ingin melangkah pergi ketika Damar menyadari sesuatu. Ia memprotes roknya yang terlalu pendek.

“Kamu tidak bisa keluar rumah dengan rok seperti itu,” katanya tegas.

Zizi, yang sudah setengah jalan menaiki tangga, berbalik dengan ekspresi tidak percaya.

“Jangan sok peduli!” katanya sinis.

Damar terkejut dengan respons tajam itu. Sebelum ia sempat berkata apa-apa, Zizi sudah melangkah cepat ke kamarnya dan membanting pintu.

Damar mengusap wajahnya dengan frustasi.

Keluarga macam apa ini?

Damar meletakkan sendoknya setelah menyelesaikan makan malamnya. Meskipun ia tidak begitu berselera, ia tetap menghabiskan makanannya demi menghindari konflik dengan Wilona.

Saat ia hendak beranjak, seorang pelayan wanita datang dengan langkah teratur, membawa nampan berisi secangkir minuman hangat berwarna kecokelatan.

“Ini minuman herbal untuk Anda, Tuan,” ujar pelayan itu dengan nada sopan sambil meletakkan cangkir di hadapan Damar.

Damar menatap minuman itu dengan kening berkerut. Sejak kapan Arman minum herbal seperti ini?

“Apa ini?” tanyanya.

Pelayan itu sedikit menundukkan kepala. “Nyonya yang menyuruh untuk memberikannya pada Anda, Tuan. Katanya ini bagus untuk kesehatan.”

Damar melirik ke arah tangga, tempat Wilona tadi menghilang. Ia kembali menatap pelayan itu dengan curiga.

“Untuk kesehatan?” gumamnya. “Memangnya aku sedang sakit?”

Pelayan itu tampak bingung dan sedikit gelisah. Ia mengangguk pelan, tetapi begitu melihat ekspresi Damar yang berubah lebih keras, ia buru-buru menggeleng cepat.

“Saya tidak tahu, Tuan,” suaranya sedikit gemetar.

Damar tersadar bahwa pelayan itu ketakutan.

Sepertinya di rumah ini, Arman Wijaya bukanlah pria yang lembut dan ramah.

Ia menghela napas dan mencoba meredakan ketegangan. “Tenang saja, aku hanya bertanya.”

Pelayan itu menundukkan kepala dengan cepat, tampak lebih lega.

Damar mengambil cangkir itu dan menyesap isinya. Rasa pahit langsung menyentuh lidahnya, tapi ia memutuskan untuk menghabiskannya tanpa berpikir lebih jauh.

Begitu minuman itu tandas, ia bangkit dari kursinya. Saat hendak pergi, langkahnya terhenti di tengah ruangan.

Ia berbalik menatap pelayan itu. “Kamarku ada di atas, kan?”

Pelayan itu menatapnya dengan ekspresi bingung.

Sadar bahwa pertanyaannya terlalu aneh, Damar segera melangkah ke lantai atas tanpa menunggu jawaban.

Pelayan itu tetap berdiri di tempat, menundukkan kepala dan tak berani mengatakan apa pun.

Sementara itu, Damar terus menaiki anak tangga dengan pikirannya yang semakin penuh tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan tubuh ini? Kenapa pelayan itu terlihat begitu takut? Dan yang lebih penting… apa yang sebenarnya ada dalam minuman itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Hasrat Sang CEO   Masalah Keamanan

    “Ini harus berjalan sempurna,” suara Damar terdengar tegas, menggetarkan ruangan rapat yang kini lebih hidup. Ruang pertemuan yang dulunya sunyi kini penuh dengan kegelisahan dan semangat. Di meja panjang, timnya duduk, mempersiapkan segalanya untuk proyek baru yang sudah dipersiapkan matang-matang. Damar memimpin rapat dengan ketegasan, matanya yang tajam sesekali melirik ke layar proyektor yang menampilkan diagram dan angka-angka yang menggambarkan proyeksi masa depan perusahaan.Rachel duduk di sebelahnya, memegang sebuah tablet, siap untuk mempresentasikan strategi pemasaran yang telah dirancangnya dengan cermat. Rambutnya yang hitam mengilap tergerai rapi, sementara matanya menunjukkan kepastian dan keteguhan. Damar tahu bahwa Rachel adalah tangan kanannya yang tak tergantikan dalam perjalanan baru mereka. Meskipun banyak yang menganggapnya sebagai istri yang hanya berdiri di samping Damar, Rachel telah membuktikan dirinya lebih dari itu.“Damar,” Rachel memulai dengan suara tena

  • Kembalinya Hasrat Sang CEO   Ingatan Masa Lalu

    “Damar, ini dia.” Rachel menggenggam tangan suaminya dengan erat, matanya terfokus pada meja pengadilan di depan mereka. Keheningan menyelimuti ruang sidang, kecuali suara detak jam yang terasa semakin keras di telinga. Semua mata tertuju pada hakim yang duduk dengan wajah serius, memegang palu yang telah siap dipukul. Ini adalah saat yang sangat ditunggu-tunggu—saat keputusan akhir akan dibacakan.Damar menatap ke depan, namun hatinya terasa berat. Sidang ini sudah berlangsung begitu lama, dan meski kebenaran sudah terungkap, meski segala kebohongan telah dihancurkan, perasaan di dalam dirinya tak semudah itu hilang. Richard Santoso, pria yang telah menghancurkan hidupnya, akhirnya harus menanggung akibat dari semua perbuatannya. Tetapi, meski begitu, ada perasaan campur aduk yang tidak bisa ia pungkiri. Marah, lega, dan sedikit takut—takut akan apa yang akan datang setelah semuanya berakhir.“Saudara-saudara, saatnya untuk menjatuhkan vonis,” suara hakim memecah keheningan. “Richard

  • Kembalinya Hasrat Sang CEO   Jangan Khawatir

    “Damar!” Rachel berbisik dengan suara tegang, menggenggam tangan suaminya yang duduk di sebelahnya. Pandangannya tertuju pada pria di kursi terdakwa, Richard Santoso, yang kini duduk dengan wajah pucat, matanya menatap kosong ke depan. Kamar pengadilan dipenuhi suara gemuruh dari wartawan dan penonton yang penasaran, membuat udara terasa semakin sesak. Damar memalingkan wajahnya dari Richard, menatap Rachel dengan ekspresi yang sulit dibaca.“Kita hampir sampai di sini, Rachel,” bisiknya. “Jangan khawatir.”Namun, meski kata-kata itu terdengar menenangkan, hati Damar tidak bisa begitu saja tenang. Sidang ini, yang telah dinanti-nanti, juga berarti akan menutup babak kelam dalam hidupnya. Ia ingat dengan jelas betapa sakitnya kehilangan begitu banyak karena pria di hadapannya itu. Kehidupan yang hancur, kebohongan yang ditanamkan, dan ancaman yang datang dari Richard yang seakan tidak pernah habis. Sekarang, semua itu harus diakhiri. Di ruangan ini, di bawah tatapan para juri dan hakim

  • Kembalinya Hasrat Sang CEO   Detektif

    "Apakah kamu benar-benar siap untuk ini?" suara Detektif Arif terdengar tenang, namun ada ketegangan yang jelas dalam suaranya. Wilona berdiri di depan meja interogasi, tangan gemetar erat menggenggam dokumen yang ia simpan dengan hati-hati. Rasa sesak di dadanya membuatnya sulit bernapas, namun ia tahu tidak ada jalan lain."Aku... aku harus," jawab Wilona dengan suara serak, mengalihkan pandangannya dari dokumen yang ada di tangannya ke detektif yang menatapnya serius. "Ini satu-satunya cara agar semuanya berakhir."Detektif Arif mengangguk pelan, memberi isyarat agar Wilona duduk. Namun, wanita itu tetap berdiri, menatap dokumen di tangannya seolah itu adalah benda yang bisa mengubah hidupnya. Begitu banyak waktu yang ia habiskan untuk menyembunyikan segalanya. Selama ini ia pikir dia melindungi dirinya sendiri dengan mengikuti setiap perintah Richard, tapi sekarang, setelah semuanya terbongkar, ia tahu betapa naifnya ia."Jadi, Richard Santoso yang selama ini kamu ikuti, itu benar

  • Kembalinya Hasrat Sang CEO   Berhenti

    "Terbang, terbang sekarang juga!" Richard hampir berteriak, matanya liar, pandangannya gelisah, saat pilot di depan ruang kokpit pesawat pribadi sibuk dengan prosedur lepas landas. Wajah Richard terlihat pucat, lebih pucat dari biasanya. Ia menekan tombol di tangan, menunggu detik-detik yang penuh ketegangan. Sekelilingnya terasa sesak. Pandangannya jatuh pada dokumen yang tergeletak di meja kecil di sampingnya—berisi rincian transaksi ilegal yang akan membawa banyak orang ke dalam masalah besar.Namun, sekarang bukan saatnya untuk memikirkan itu. Dia harus pergi. Harus keluar dari negara ini. Tidak ada lagi tempat yang aman baginya di tanah ini, tidak lagi setelah semua bukti itu tersebar di media. Damar dan Rachel sudah melakukannya. Mereka berhasil menggulingkan reputasinya, dan ia merasa dunia runtuh di sekelilingnya."Pulang, dan semuanya beres," Richard bergumam pada dirinya sendiri, berusaha menenangkan diri. "Aku akan memulai hidup baru. Pindah ke tempat yang tidak ada hukum,

  • Kembalinya Hasrat Sang CEO   Apa Yang Terjadi?

    "Wilona, jawab telepon ini!" Damar hampir berteriak, matanya menatap ponsel yang tak kunjung memberi tanda apa pun selain suara detakan jantungnya yang semakin cepat. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Rachel duduk di sampingnya, wajahnya penuh kecemasan. Mereka tahu, jika Wilona memang menghubungi mereka, itu berarti ada sesuatu yang sangat penting—dan mereka harus segera datang."Kenapa nggak nyambung?" Rachel bertanya dengan nada gugup. “Apa yang terjadi? Dia nggak bisa sampai dalam keadaan bahaya lagi, Damar. Kamu harus cepat!”Damar mengarahkan mobil dengan kecepatan tinggi, melintasi jalan-jalan kota yang gelap. Hatinya berdebar, tubuhnya menegang. Wilona sudah terlalu lama terperangkap dalam kekacauan ini, dan jika mereka terlambat… Dia menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan emosi yang terus membuncah. Mereka tidak punya banyak waktu.Akhirnya, ponsel Damar berdering. Wilona. Ia langsung menjawab tanpa ragu.“Damar… cepat ke sini,” suara Wilona terdengar terengah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status