Share

KITC-02

Penulis: Azitung
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-26 12:26:54

Veny tengah diperiksa oleh dokter di dalam ruangan rumah sakit, di mana kondisinya terlihat cukup memprihatinkan. Lukanya yang paling serius berada di bagian mata dan dagu, dengan luka yang cukup besar dan pendarahan yang sulit dihentikan. Dokter yang memeriksanya berbicara serius kepada tim medis, menyarankan agar segera dilakukan tindakan operasi. Mereka khawatir jika tidak ditangani secepat mungkin, kerusakan di mata dan dagunya akan semakin parah dan sulit dipulihkan.

Di luar ruangan, pria yang menabrak Veny berdiri gelisah, wajahnya tampak pucat dan cemas. Dia terus melirik ke arah pintu kamar tempat Veny dirawat, seolah-olah berharap melihat dokter keluar dengan berita baik. Sambil menunggu, dia berbicara melalui telepon dengan suara rendah dan terbata-bata, berusaha menyampaikan situasi yang mendesak.

"Aku baru saja menabrak seorang wanita. Dia sedang dalam perawatan sekarang, dan aku tidak bisa pulang malam ini," katanya, suaranya dipenuhi rasa bersalah. "Aku harus memastikan dia baik-baik saja. Ini semua salahku."

Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri, namun rasa cemas dan penyesalan terus menggerogoti hatinya. Setiap detik terasa sangat lama, dan bayangan wajah Veny yang tergeletak di jalan aspal membuatnya semakin tidak nyaman.

"Aku tidak tahu bagaimana keadaan dia... Tapi aku harus bertanggung jawab," lanjutnya, sebelum menutup telepon dengan wajah yang semakin tampak putus asa. Dia kembali menatap pintu ruangan, berharap ada kabar baik tentang wanita yang tak dikenalnya itu.

Sementara pria yang menabrak Veny menunggu dengan gelisah, seorang perawat keluar dari ruangan dan menghampirinya. Dengan nada profesional, perawat itu bertanya, "Maaf, bisa saya tahu nama pasien korban kecelakaan ini?"

Felix, yang masih diliputi kecemasan dan tidak tahu nama asli Veny, merasa terdesak. Dalam sekejap, dia memutuskan untuk memberikan nama baru agar Veny segera di atasi oleh dokter "Diandra," jawabnya cepat, berharap nama itu tidak menarik perhatian lebih lanjut.

Perawat itu mencatat nama tersebut dengan sigap." Apa anda walinya?"

"Ya, saya Felix, yang akan bertanggung jawab terhadap pasien," jawabnya cepat.

"Terima kasih," kata sang perawat, lalu kembali ke dalam ruangan untuk melanjutkan perawatan. Felix merasa sedikit lega, tetapi kekhawatiran akan kondisi Veny tetap membayangi pikirannya. Nama baru itu bisa memberi Veny sedikit ruang untuk bernafas, tetapi dia tahu dia harus segera mengatasi situasi ini.

Dia merutuki diri sendiri karena terlibat dalam kecelakaan ini, sambil berharap Veny bisa segera pulih. Meskipun dia tidak mengenalnya, ada perasaan tanggung jawab yang mendalam dalam dirinya untuk memastikan bahwa wanita itu mendapatkan perawatan yang terbaik

Dokter keluar dari ruangan dengan ekspresi serius. Felix segera berdiri, berharap untuk mendengar kabar baik. Namun saat dokter mulai berbicara, wajahnya langsung berubah.

“Maaf, saya harus memberitahu Anda bahwa kondisi pasien sangat parah,” kata dokter, suaranya tegas namun penuh empati. “Dia terancam kehilangan penglihatannya. Selain itu, tulang dagunya juga retak dan harus segera dioperasi.”

Felix merasa seluruh dunianya runtuh mendengar berita itu. Rasa syok melanda dirinya, dan hatinya terasa berat. “Apa? Tidak… itu tidak mungkin,” gumamnya, mencoba mencerna informasi yang baru saja dia terima.

Setelah beberapa detik, meskipun rasa bersalah menggerogoti hatinya dia berusaha mengumpulkan diri. “Tolong, lakukan yang terbaik untuknya,” jawabnya tegas, walaupun dalam hatinya rasa bersalah terus menghimpit. “Ini semua salahku… Aku tidak seharusnya terburu-buru.”

Dokter mengangguk, memahami perasaan Felix. “Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Namun operasi ini sangat krusial. Mohon berdoa untuk kesembuhannya.”

Setelah dokter pergi, Felix berdiri terpaku, teringat kembali pada detik-detik sebelum kecelakaan. Rasa penyesalan dan rasa bersalah semakin dalam. Dia tahu bahwa hidup Veny kini berada di tangannya.

Felix, masih dalam keadaan shock, segera mengambil ponselnya dan menghubungi seorang temannya yang tinggal di kota ini. Dengan nada mendesak, dia menjelaskan situasi yang sedang terjadi.

"Aku butuh bantuanmu. Ada sesuatu yang besar yang terjadi, dan aku butuh agar berita ini tidak menyebar," katanya, berusaha menjaga suaranya tetap tenang meskipun hatinya berdebar kencang. "Seorang wanita yang aku tabrak sedang dalam kondisi kritis di rumah sakit. Jika berita ini bocor, bisa sangat buruk bagi kami berdua."

Temannya di sisi telepon mengangguk, meskipun tidak bisa terlihat, Felix bisa merasakan perhatian di suaranya. "Tentu, aku akan coba meredam kabar ini. Beri aku sedikit waktu untuk mengurusnya, tapi seperti yang kau tau, ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit."

"Bagiku uang bukanlah masalah," tutup Felix merasa sedikit lega. Dia tahu bahwa jika berita ini menyebar, akan ada banyak spekulasi dan masalah yang muncul, tidak hanya bagi Veny tetapi juga bagi dirinya sendiri. Dia ingin memastikan Veny mendapatkan perawatan yang terbaik tanpa tambahan tekanan dari luar.

Setelah operasi yang berlangsung selama berjam-jam, Veny akhirnya dipindahkan ke ruang VIP. Di ruangan yang sunyi dan nyaman itu, Felix duduk di samping tempat tidurnya, menunggu dengan cemas. Dia merasa bertanggung jawab atas semua yang terjadi, dan meskipun lelah, dia tidak bisa meninggalkan Veny. Sepanjang malam, dia terus berjaga, memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi.

Pagi harinya, Veny perlahan mulai terbangun. Dia merasa pusing dan lemah, namun yang paling membuatnya cemas adalah dia tidak bisa membuka matanya. Panik mulai melanda, dan tangannya meraba wajahnya. Sentuhan itu terasa aneh, ada perban yang melilit di sekitar matanya.

"Di mana aku?" pikirnya, hatinya mulai dipenuhi kebingungan dan rasa takut.

Felix, yang memperhatikan Veny mulai bergerak, segera mendekat. "Kau sudah sadar," katanya lembut, mencoba memberikan ketenangan. Dia duduk di tepi tempat tidur, memperhatikan gerakan Veny yang masih bingung.

Veny berhenti meraba dan mencoba memahami situasi. Suara Felix asing baginya, namun ada kehangatan dalam nada suaranya. "Apa yang terjadi? Kenapa mataku tertutup?" tanyanya dengan suara pelan, penuh ketakutan.

Felix menarik napas panjang sebelum menjawab, "Kau mengalami kecelakaan... Aku yang menabrakmu. Dokter harus melakukan operasi darurat untuk menyelamatkan penglihatanmu dan memperbaiki dagumu yang retak."

Veny terdiam, berusaha mengingat apa yang terjadi. Namun, rasa takut akan kehilangan penglihatannya menguasai pikirannya. "Apakah aku... bisa melihat lagi?" tanyanya, suara gemetar.

Felix menatapnya dengan penuh rasa bersalah, "Dokter bilang mereka melakukan yang terbaik, tapi kita harus menunggu dan melihat hasilnya setelah perban dilepas."

Veny, masih terbaring lemah, mencoba mencerna kata-kata Felix. Namun, pikirannya terasa kosong, tidak bisa mengingat apa pun tentang kecelakaan yang disebutkan. "Kecelakaan?" dia bertanya, suaranya mulai bergetar. "Dan mataku... mataku tak bisa melihat?"

Kebingungan dan ketakutan semakin merasuki dirinya. Napasnya mulai tidak teratur, dan suaranya berubah menjadi lebih panik. "Aku tidak bisa melihat! Kenapa aku tidak bisa melihat?" Veny mulai sedikit histeris, tangannya mencoba meraba lagi di sekitar perban yang menutupi matanya, tetapi Felix dengan lembut menahan tangannya.

"Tenang, tolong tenang," kata Felix dengan suara penuh ketenangan, meskipun di dalam hatinya, dia juga merasa terguncang. "Ini hanya sementara. Dokter mengatakan kau harus menunggu. Mereka melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan matamu. Percayalah, kau masih punya harapan."

Namun, Veny masih sulit untuk menenangkan diri. Kegelapan yang menyelimuti matanya semakin membuatnya takut, dan ketidakmampuan untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi hanya membuatnya semakin bingung. "Aku tidak ingat... Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya dengan lemah, meski kepanikan masih jelas terdengar dalam suaranya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mutadin Mutadin
diri ngaden singke os bekel kebo abang kvfkek wyicirr kddkbjtk eiyiriri Yudistira biri-birinne et eiyitidir
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kembalinya Istri Tuan CEO   KITC-149

    Air mata menggenang di mata Diandra. Dia mengerti betapa dalam cinta Alex untuknya, dan itu membuat hatinya terasa penuh. Dia mengangkat wajahnya untuk menatap Alex, tersenyum lembut sambil menyeka air mata yang hampir jatuh. "Aku janji, Alex. Aku akan menjadi ibu yang baik untuk Aurora, istri yang setia untukmu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kau dan Aurora adalah dunia bagiku." Alex menunduk, mencium keningnya dengan lembut. "Itu saja yang kubutuhkan, Dee. Kau adalah segalanya untukku." Malam itu, di bawah sinar bulan, mereka berdua berdiri dalam pelukan, menguatkan janji mereka untuk saling menjaga, mencintai, dan bersama membangun kehidupan penuh kebahagiaan. Kehidupan keluarga kecil itu semakin bahagia setelah janji-janji malam itu. Hari-hari mereka diisi dengan cinta dan perhatian, terutama untuk Aurora yang kini menjadi pusat dunia mereka. Alex mulai meluangkan lebih banyak waktu di rumah, memastikan dia tidak melewatkan momen berharga bersama Diandra dan bayi m

  • Kembalinya Istri Tuan CEO   KITC-148

    Di sela-sela pesta, Alex mendekati Diandra yang sedang duduk di sofa. "Kau baik-baik saja? Tidak terlalu lelah?" tanyanya penuh perhatian.Diandra tersenyum lembut. "Aku baik-baik saja, Alex. Terima kasih sudah membuat hari ini begitu istimewa."Alex mencium puncak kepalanya. "Kau yang istimewa, Dee. Aurora adalah hadiah terbaik yang pernah kubayangkan."Pesta berlangsung meriah namun tetap hangat dan intim. Saat malam tiba, Alex mengangkat gelasnya untuk memberi toast terakhir."Untuk Aurora, cahaya baru dalam hidup kita. Semoga dia selalu dikelilingi cinta dan kebahagiaan," ucapnya.Semua tamu bersorak, memberikan doa dan harapan terbaik untuk bayi mungil itu. Hari itu menjadi momen penuh kebahagiaan dan cinta yang akan selalu dikenang oleh keluarga Evanders.Setelah pesta berakhir, rumah keluarga Evanders kembali hening. Diandra sedang menyusui Aurora di kamar bayi yang telah dihias dengan warna pastel lembut. Lampu gantung berbentuk bintang memancarkan cahaya hangat, menciptakan s

  • Kembalinya Istri Tuan CEO   KITC-147

    Diandra merasa energinya semakin bertambah. Perutnya sudah membuncit, dan hal itu membuat Alex semakin perhatian. Setiap malam, Alex dengan sabar mengoleskan minyak khusus ke perut Diandra untuk mencegah stretch mark.“Alex, kau tidak harus melakukannya setiap malam,” ujar Diandra sambil terkikik.“Tapi aku mau,” balas Alex dengan senyum lebar. “Ini seperti ritual bonding dengan bayi kita. Dan tentu saja, aku ingin kau tetap merasa cantik.”Diandra hanya bisa menggeleng pelan sambil tersenyum, hatinya penuh rasa syukur.“Aku merasa sangat beruntung,” kata Alex sambil menatap Diandra.“Kenapa?” tanya Diandra, bersandar di bahunya.“Karena aku punya istri yang luar biasa, keluarga yang mendukung, dan sekarang, kita akan punya bayi. Hidupku terasa sempurna.”Diandra meremas tangan Alex dengan lembut. “Aku juga merasa begitu, Alex. Aku tidak sabar melihat bayi kita tumbuh, menciptakan lebih banyak kenangan indah bersama.”Malam itu, mereka menikmati kebersamaan dalam diam, hanya ditemani

  • Kembalinya Istri Tuan CEO   KITC-146

    Melihat kondisi itu, Alex menghela napas panjang. Hatinya hancur melihat Diandra seperti ini, tetapi ia tidak ingin menyerah. Ia bangkit, berjalan ke dapur, dan memutuskan untuk mencoba memasak sendiri. Sup hangat yang ringan, pikirnya.Ketika Alex kembali ke kamar dengan semangkuk sup, Diandra masih terbaring di posisi yang sama. "Aku tidak ahli memasak, tapi aku sudah berusaha. Tolong coba satu sendok, ya, Dee?"Diandra membuka matanya perlahan, menatap Alex yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi penuh harapan. Dengan enggan, ia mengangguk. Alex membantu menyendokkan sup ke bibirnya.Rasa hangat sup itu sedikit mengurangi mual Diandra, dan ia berhasil menelan beberapa suap. "Rasanya… lumayan," gumamnya dengan lemah, mencoba tersenyum.Alex tertawa kecil, merasa lega. "Lumayan sudah cukup baik untukku. Besok aku akan coba membuat hal lain yang lebih enak."Hari-hari berlalu dengan Alex yang terus merawat Diandra sepenuh hati. Ia memastikan Diandra mendapatkan asupan nutrisi yang

  • Kembalinya Istri Tuan CEO   KITC-145

    Diandra memanggil salah satu pelayan untuk membuatkan salad siang itu. Setelah memastikan pesanannya disampaikan, ia berjalan perlahan menuju kamar di lantai atas. Namun, saat mulai menaiki tangga, rasa pusing yang mengganggu sejak pagi semakin menjadi-jadi.Tangannya bergetar saat meraih sisi pegangan tangga, tubuhnya terasa semakin lemah. Pandangannya kabur, dan suara detak jantungnya berdentam keras di telinganya."Aku harus sampai ke kamar," gumamnya pelan, mencoba melangkah lagi. Namun tubuhnya terasa seperti kehilangan kendali. Mata Diandra mulai terpejam, tubuhnya lunglai, dan gravitasi perlahan menariknya ke bawah.Di saat kritis itu, suara langkah cepat terdengar di belakangnya. Alex, yang kebetulan baru pulang lebih awal dari kantor, menyadari sesuatu yang tidak beres."Diandra!" seru Alex panik. Dia berlari ke arah istrinya dan berhasil menangkap tubuhnya tepat sebelum Diandra jatuh ke lantai."Dee! Buka matamu!" Alex mengguncang tubuhnya pelan, suaranya bergetar dengan kek

  • Kembalinya Istri Tuan CEO   KITC-144

    Kata-kata Diandra menghangatkan hati Alex. Dia meremas tangan istrinya, berterima kasih atas kehadirannya. "Terima kasih, Dee. Aku hanya… ada banyak hal yang harus kuurus. Tapi aku janji, semuanya akan baik-baik saja."Namun, sebelum percakapan mereka berlanjut, pintu suite mereka diketuk. Alex berjalan ke pintu, membuka dengan hati-hati."Pak Evanders, ini paket untuk Anda," ucap seorang pelayan hotel sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna hitam.Alex mengucapkan terima kasih, lalu menutup pintu. Dia membawa kotak itu ke meja, membuka perlahan. Di dalamnya terdapat sebuah amplop putih dan flash drive kecil."Apa itu?" tanya Diandra penasaran.Alex membuka amplop tersebut. Di dalamnya hanya ada satu kalimat, ditulis dengan huruf cetak tebal:"Kebenaran selalu memiliki cara untuk muncul ke permukaan."Alex memandang flash drive itu dengan cemas. Diandra memperhatikan ekspresinya yang tegang. "Alex, apa kau ingin memeriksanya?"Alex mengangguk. "Aku harus tahu apa ini."Mereka m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status