Share

Bab 3

Author: Sarana
last update Last Updated: 2025-03-19 00:22:10

“Jujur saja, kau kembali karena ada urusan atau... seseorang?”

“Mungkin semesta yang membawaku kembali.”

Kirana mendengus pelan. “Jawaban yang terlalu klise.”

Mereka berdua tertawa kecil, namun, tawa itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba suara seorang pria terdengar dari samping mereka.

“Kirana?”

Kirana dan Eliana serempak menoleh. Arya berdiri di sana bersama seorang pria yang langsung membuat napas Eliana tertahan—Adrian.

Tatapan mata Adrian langsung mengunci pada sosok Eliana, seolah ia tengah melihat hantu dari masa lalu. Sorot matanya tajam, namun ada riak emosi yang sulit disembunyikan.

Arya melirik cepat ke arah Kirana, Eliana, dan Adrian, lalu bergumam pelan, “Sepertinya aku melewatkan sesuatu yang menarik di sini.”

Ia langsung menarik kursi dan duduk tanpa menunggu persetujuan. “Boleh kami bergabung?”

Kirana tersenyum dan mengangguk ringan. “Tentu, kalau Eliana tidak keberatan.”

Eliana menatap Adrian sekilas, lalu mengangguk. “Silakan.”

Adrian duduk dengan perlahan, namun tatapannya tak pernah lepas dari Eliana. Sekian tahun berlalu, dan kini ia kembali duduk tak jauh darinya. Tapi Eliana tampak tenang—terlalu tenang, hingga membuat Adrian merasakan keanehan yang entah mengapa ia rasakan.

“Sudah lama,” gumam Adrian, akhirnya membuka suara. “Kupikir kau tak akan pernah muncul di hadapanku lagi.”

Eliana hanya tersenyum samar yang dipaksakan.

“Aku tak tahu kau kembali,” lanjut Adrian, suaranya pelan namun menekan.

“Karena memang tidak ada yang perlu tahu,” jawab Eliana tanpa menoleh padanya.

Arya menyela, mencoba menetralkan suasana. “Dari dulu, kau memang penuh misteri, El.”

Eliana mengangkat alis. “Bukankah dulu orang lebih banyak mengatakan aku cupu daripada misterius?”

Untuk sepersekian detik, Adrian terkesiap. Apakah wanita itu mengetahui taruhan yang dulu ia buat bersama temannya? Namun, Adrian tak memikirkan lebih lanjut, dan menyandarkan punggung ke kursi. Wajahnya menyiratkan banyak hal yang ingin ia katakan, tapi ia tahan. Bukan saatnya.

Kirana menatap Eliana dengan sorot khawatir, lalu bergumam pelan, “Aku rasa, semesta memang sedang merancang pertemuan yang tidak kebetulan.”

Eliana hanya tersenyum, tapi tidak menanggapi.

Suasana meja menjadi sedikit canggung. Eliana duduk tenang, hanya menyesap tehnya sesekali, sementara Kirana beberapa kali mencoba membuka obrolan ringan yang hanya ditanggapi dengan senyum tipis. Bahkan Arya—yang biasanya pandai mencairkan suasana dengan humor dan cerita—kali ini seperti kehilangan arah.

Keheningan mereka akhirnya dipecah oleh getaran ponsel Eliana yang tergeletak di atas meja.

Sore ini aku pulang.

Sebuah pesan singkat muncul di layar. Eliana mengambil ponselnya dan membaca pesan itu, senyum tipis menghiasi wajahnya—senyum yang tidak luput dari perhatian Adrian.

Ia sempat melihat nama kontak itu. Tidak jelas. Hanya baris notifikasi yang sekilas terbaca. Tapi cukup untuk memicu segunung tanya di benaknya.

Siapa?

Pikirannya langsung dipenuhi kemungkinan—mungkin pasangan Eliana, mungkin seseorang yang tinggal bersamanya. Apakah dia sudah menikah? Atau tinggal bersama pria lain?

"Kau... tinggal dengan siapa sekarang?" tanya Adrian.

"Bersama tanteku," jawab Eliana singkat.

Jawaban itu terdengar cukup bagi siapa pun, tapi tidak bagi Adrian. Ada jeda di antara kata-kata Eliana yang terasa seperti pintu yang sengaja dikunci. Ia tahu Eliana tidak sedang berbohong, tapi ia juga tahu Eliana belum mengatakan semuanya.

Belum sempat ia mengutarakan pertanyaan lainnya, Kirana menepuk lengan Eliana dan tersenyum menggoda. “Kau belum berubah, ya? Masih tetap pendiam dan penuh rahasia.”

Eliana menanggapinya dengan senyum kecil, tapi tidak mengatakan apa-apa. Diamnya bukan karena tidak tahu harus menjawab apa—melainkan karena memilih untuk tidak memberi ruang.

Suasana berubah canggung kembali, sampai seorang pelayan datang menghampiri dan menanyakan pesanan. Mereka mulai melihat menu masing-masing. Arya, yang sejak tadi berusaha mencairkan suasana, mencoba menghidupkan percakapan.

"Udangnya enak, pakai saus mentega bawang. Wajib coba, sih," ujarnya sambil menunjuk salah satu menu dengan semangat.

Namun Kirana buru-buru menanggapi, “Eliana nggak bisa makan udang. Dia alergi.”

Seketika Adrian menoleh. Ia memandangi Eliana, yang tak menunjukkan reaksi apa pun. Tidak mengangguk, tidak membantah. Hanya membiarkan fakta itu mengambang begitu saja.

"Sejak kapan kau alergi udang?" tanya Adrian tiba-tiba.

"Sejak dulu."

Adrian mengernyit, merasa ada yang janggal. "Tapi... kita pernah makan udang bersama, kan? Di restoran seafood waktu itu. Kau baik-baik saja."

"Mungkin kau bukan pengamat yang baik, atau bisa jadi kau sebenarnya sama sekali tak peduli dengan orang lain."

Jawaban itu terdengar enteng, tapi menusuk bagi Adrian. Ia terdiam, pikirannya berputar cepat, mencoba mengingat momen-momen itu.

Adrian menatap Eliana lebih intens. Ia tampak tenang, seolah jawaban tadi hanyalah hal biasa. Tapi bagi Adrian, itu bukan hal sepele. Ada sesuatu yang disembunyikan.

Arya yang menyadari ketegangan itu langsung berdeham dan mencoba mencairkan suasana. 

"Baiklah, daripada membahas alergi, lebih baik kita pesan makan sebelum perut kita keroncongan," ujarnya sambil menutup menu dengan senyum canggung.

Namun sebelum pelayan sempat mencatat pesanan mereka, Eliana tiba-tiba berdiri. Tatapan datarnya berubah seketika—senyum merekah di wajahnya, matanya berbinar. 

"Satriya!" panggilnya riang.

Sontak semua kepala menoleh ke arah pintu masuk restoran. Seorang pria dengan penampilan sederhana namun berkarisma berdiri di sana. Ia mengenakan kaos hitam polos dan outer kemeja yang digulung hingga siku.

Adrian diam membeku di tempat duduknya, memperhatikan perubahan sikap Eliana yang begitu drastis. Barusan dia begitu dingin, begitu hati-hati saat berbicara dengannya. Tapi sekarang... senyum itu, tawa ringan itu—semua tampak begitu alami, seperti Eliana sedang kembali menjadi dirinya yang dulu.

Tapi bukan bersamanya.

Arya menoleh ke Kirana dan berbisik, "Siapa pria itu?"

Kirana tidak langsung menjawab. Tatapannya mengikuti langkah Eliana yang kini berdiri begitu dekat dengan Satriya, seolah tak peduli dunia di sekitarnya. 

"Aku tidak tahu..." gumam Kirana pelan, masih menatap mereka. "Tapi lihat cara dia memandang Eliana..."

"Jangan-jangan dia suaminya?" tebak Arya sembarangan.

Kirana spontan menoleh cepat ke arah Arya, lalu berbisik dengan nada setengah kaget, "Setahuku Eliana belum menikah. Tapi kalau melihat kedekatan mereka… ya ampun, mereka terlihat seperti pasangan lama yang baru dipertemukan kembali."

Arya mengerutkan dahi, lalu menoleh ke arah Adrian yang duduk kaku.

"Adrian?" panggil Arya, mencoba menarik perhatian sahabatnya.

Adrian tetap diam, pandangannya tak lepas dari Eliana dan Satriya. Matanya mengamati setiap gerak tubuh Eliana—cara dia tertawa, cara dia menyentuh lengan Satriya saat bercerita, cara matanya bersinar penuh kenyamanan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 15

    Setelah semalaman menyisir setiap sudut kamar, membongkar laci, bahkan memeriksa kolong ranjang dan sela-sela lemari, liontin itu tetap tak ditemukan. Mata Eliana tampak sayu pagi harinya, namun ia tetap turun ke ruang makan seperti biasa.Saat semua sudah berkumpul di meja makan, ia bertanya, "Melani... Apa kau melihat liontin milikku?”Melani yang sedang mengoleskan selai ke roti hanya menggeleng santai. “Nggak, aku nggak lihat. Memangnya hilang?”Eliana mengangguk samar.Melani menoleh ke arah pintu saat mendengar langkah kaki. “Mbok Inah!” panggilnya. Sang pembantu yang lewat pun menghampiri.“Mbok, lihat liontin milik Eliana?"Mbok Inah mengerutkan dahi sejenak, lalu menggeleng. “Maaf, Non, Mbok nggak lihat. Mungkin jatuh di kamar?”Sebelum Eliana menjawab, Vio yang duduk di ujung meja ikut menimpali, “Mungkin kamu lupa naruh, El. Bisa aja terlepas waktu tidur.”Eliana hanya menunduk. Tak mungkin ia lupa. Ia tak pernah melepas liontin itu—tidak sedetik pun, bahkan saat tidur.

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 14

    Selesai fitting, Adrian segera meninggalkan butik, langkahnya terburu-buru, seolah tak ingin berlama-lama di sana. Ia membiarkan Lydia, Melani, dan Vio tetap sibuk memilih gaun, sementara pikirannya melayang entah ke mana.Begitu sampai di luar, ketika hendak membuka pintu mobil, pandangannya tertumbuk pada sosok yang berdiri di tepi jalan. Damar.Adrian berhenti sejenak, mengernyitkan dahi. Bukankah seharusnya Damar sudah pergi bersama Eliana? Kenapa dia masih berdiri di sini, sendirian?Dengan cepat, Adrian berjalan mendekat. “Kak Damar?”Damar menoleh, tersenyum santai begitu melihat Adrian. “Kenapa kamu di sini?” tanya Adrian penasaran.Damar kembali menatap layar ponselnya. “Nunggu kolega. Ada urusan kerjaan yang ingin dibicarakan."Adrian menatap sekeliling dengan cepat, matanya mencari sosok Eliana di antara orang-orang yang berlalu lalang. “Eliana mana? Bukankah seharusnya dia pergi bareng Kak Damar?” “Eliana hanya bilang ada urusan dan menolak aku antar."Adrian hanya me

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 13

    “Sepertinya kau sangat mengenalnya…”Adrian tak menanggapi. Diamnya seolah membenarkan pernyataan itu. Ia meneguk habis isi gelas di tangannya, lalu meletakkannya di pagar balkon dengan napas tertahan.“Melani… Mari kita hentikan semua ini," ucap Adrian akhirnya.Melani menoleh, mengerutkan kening sejenak. “Kenapa harus dihentikan? Apa salahnya dicoba dulu?”Adrian mendengus kecil, kepalanya menggeleng kasar.“Apa kau pikir pernikahan itu permainan?"Melani menarik napas, tapi tak langsung menjawab. Bukannya menjelaskan atau membela diri, ia justru melirik ke arah halaman dan melambaikan tangan.“Eliana!” panggilnya.Adrian sontak menoleh ke belakang. Langkah Eliana yang sebelumnya santai kini melambat begitu tatapan mereka bertemu. Ia tampak ragu, tapi tetap melangkah mendekat.Melani menoleh perlahan, dan saat itu ia menangkap jelas ekspresi Adrian—tatapan pria itu tak pernah berubah, hanya pada Eliana. Bukan pada dirinya. Bukan pada wanita yang seharusnya menjadi calon istrinya.“

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 12

    SebelumnyaSeorang EO pria mendekat dan membisikkan sesuatu ke telinga Adrian."Setelah tukar cincin, silakan cium kening Melani untuk diabadikan, ya. Itu bagian dari momen spesialnya."Adrian menegang. Ia menoleh pelan ke arah Melani yang tersenyum kikuk di sampingnya. Tangannya mengepal di sisi tubuh, dan napasnya terasa berat. Ia tidak langsung mengangguk.Namun, tatapannya lalu jatuh pada Lydia yang memberikan isyarat tegas dengan anggukan kepala dan senyum lebar, seolah mengatakan “Lakukan.”Akhirnya, Adrian menoleh kembali ke Melani dan perlahan mengangkat tangannya ke wajah sang tunangan. Semua kamera sudah siap. Para tamu diam sejenak, menunggu adegan romantis itu terjadi.Tapi tepat ketika bibirnya hanya beberapa inci lagi mendarat di kening Melani, pandangan Adrian secara tidak sengaja melintas ke arah bangku tamu—dan ia melihat Eliana berdiri dari tempat duduknya, melangkah pergi dari keramaian.Seperti disengat sesuatu, Adrian menghentikan gerakannya. Ia menarik diri, dan

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 11

    “Bagaimana dengan ini?” tanya Lydia sambil menunjuk salah satu gambar cincin berlian di ponselnya.Melani tampak ragu. Ia menoleh ke arah Eliana, hendak meminta pendapat sepupunya. “El, menurut kamu yang ini bagus nggak, ya?”Namun kata-katanya terhenti begitu melihat Eliana sedang beradu pandang dengan Adrian. Tatapan keduanya terlalu dalam, seperti menyimpan sesuatu yang tak ingin diketahui orang lain.Melani terdiam sejenak, namun Eliana langsung menyadarinya. Ia mengalihkan pandangan dari Adrian dan menoleh ke arah Melani. “Ada apa, Mel?” Melani tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan keterkejutannya.“Enggak apa-apa. Cuma ingin tahu pendapat kamu soal cincin ini,” ujarnya, menyodorkan ponsel Lydia ke arah Eliana.Baru saja Eliana ingin memberikan pendapatnya, suara Lydia memotong tiba-tiba.“Eliana?” seru Lydia dengan dahi berkerut. “Astaga.. Tante nggak tahu kalau kamu di sini juga."Eliana langsung tersenyum sopan. “Oh iya! Bagaimana kalau kalian berdua sekalian makan malam

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 10

    Mobil Adrian perlahan berhenti di depan kediamannya. Begitu mesin mati, Adrian segera turun dari kursi kemudi.Saat itu juga, Melani—yang tampaknya sudah menunggu di halaman depan—bergegas mendekatinya."Adrian!" panggil Melani sambil melambaikan tangan. Begitu dekat, ia mengangkat sebuah ponsel di tangannya. "Sepertinya... ponsel kita tertukar. Ini punyamu."Adrian mengangkat alis, lalu mengambil ponsel itu dan memeriksa sekilas. "Oh, ini... ponsel keduaku," ucapnya santai. Ia pun mengembalikan ponsel Melani.Mereka baru saja selesai bertukar ponsel, tiba-tiba suara pintu mobil terbuka.Melani refleks menoleh dan membelalakkan mata saat melihat Eliana keluar dari mobil Adrian—menggendong tubuh kecil Sienna yang tengah tertidur lelap di pundaknya."Eliana... apa yang kau lakukan di—?" Melani menggantungkan ucapannya, matanya bergerak cepat menatap Eliana dan mobil Adrian secara bergantian, penuh dengan rasa heran.Melihat sepupunya keluar dari mobil bersama calon suaminya memb

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 9

    Sesampainya di antrean Sky Twister, seorang petugas mendekat sambil membawa alat pengukur tinggi badan."Ayo, dek, berdiri tegak ya," kata petugas ramah.Sienna berdiri tegap. Namun setelah diukur, petugas tersenyum canggung lalu menggeleng."Maaf, dek. Tinggi kamu masih kurang untuk naik wahana ini. Nanti kalau sudah lebih tinggi, boleh ya."Wajah Sienna langsung merengut."Beneran nggak boleh?" tanyanya sedih, matanya berkaca-kaca.Petugas itu mengangguk sambil tetap tersenyum. "Iya, belum aman untuk anak seusiamu."Melihat Sienna cemberut, Eliana cepat-cepat berjongkok di depannya, mencoba menenangkan. "Hei... Nggak apa-apa, sayang. Kalau kamu udah lebih tinggi, kamu bisa naik sepuasnya," ujarnya sambil mengusap kepala Sienna.Adrian ikut menimpali, "Iya, Sienna. Nanti pas kamu sudah cukup tinggi, Om antar naik sepuluh kali kalau mau."Namun, Sienna tampaknya punya ide lain. Ia menunjuk ke arah Eliana dengan antusias. "Kalau aku nggak bisa naik, Tante aja yang naik! Terus ceri

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 8

    Drt... Drt... Drt...Tiba-tiba ponsel Eliana bergetar di dalam tasnya. Ia buru-buru merogoh dan melihat layar yang menampilkan nama Laras. Tanpa pikir panjang, Eliana segera berdiri."Maaf, aku keluar sebentar," bisiknya pada Melani.Melani hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, sementara Adrian sekilas mengikuti gerak Eliana dengan pandangan matanya.Eliana berjalan cepat keluar dari ruangan. Begitu berada di koridor, ia segera mengangkat panggilan itu."Assalamu'alaikum. Ada apa, Kak Laras?" Dari seberang, suara Laras terdengar tergesa. "Wa'alaikumsalam, El. Maaf, kamu sibuk nggak? Kakak butuh bantuan banget. Bisa nggak kamu temani Sienna ke taman bermain siang ini? Kakak ada meeting dadakan yang belum bisa Kakak tinggal."Eliana sempat diam, mempertimbangkan. Ini sebenarnya di luar tugasnya sebagai guru privat Sienna. Namun, belum sempat ia memberikan jawaban, Laras buru-buru menambahkan, suaranya setengah memohon, "Nanti Kakak bayar tiga kali lipat dari biasanya, El. Tolong

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 7

    Keesokan harinya, Eliana kembali ke rumah Yusuf setelah semalam menginap di rumah Kirana. Meskipun sudah memberitahu Vio melalui telepon, ada rasa tidak enak dan canggung karena keputusan mendadak semalam. Saat ia memasuki kamar, pandangannya langsung bertemu dengan Melani yang sudah duduk di sana, seakan menunggunya. "Eliana, semalam kamu nginap di mana?" "Aku nginap di rumah sahabatku."Melani menghela napas lega, tapi ekspresi cemasnya tak langsung hilang. Dengan langkah cepat, ia bangkit dan mendekat, memeluk Eliana erat. "Aku khawatir, El," bisiknya. "Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu mau keluar malam itu? Aku takut terjadi apa-apa sama kamu."Eliana tersenyum kecil dan mengelus punggung Melani dengan lembut. "Aku baik-baik saja, Mel. Jangan khawatir."Melani melepaskan pelukannya dan menarik Eliana untuk duduk bersama. "Tapi, kenapa kamu tiba-tiba nginap di luar? Nggak biasanya kamu seperti itu. Ada apa?"Eliana ragu sejenak, hatinya bergolak antara ingin menceritakan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status