Michaels menghembuskan nafas panjang sambil menatap tajam Tristan yang terlihat sudah sangat letih. Mereka sekarang ada di dalam hutan larangan dan sedang melakukan sebuah pertarungan. Pertarungan mereka sangatlah sengit. Bahkan saking sengitnya, semua pohon dan bebatuan besar yang ada di sekitar mereka sampai terbelah menjadi beberapa bagian.
Michaels menggunakan pedang panjangnya yang bernama Raphael. Dan Tristan menggunakan pistol yang disebut oleh Tristan dengan nama Star.
Kedua orang itu dulunya adalah seorang sahabat. Anggota pasukan bayangan yang paling ditakuti dan dihormati di seluruh dunia. Kedua orang itu juga telah menyelesaikan tugas-tugas yang sangat berat. Dan sudah terbiasa terjun ke dalam medan perang.
Mereka berdua tidak bisa dipisahkan. Setiap ada Michaels di situ ada Tristan. Di mana ada Tristan, di situ pasti ada Michaels.
Tetapi itu dulu. Sebelum Tristan memilih untuk keluar dari pasukan bayangan demi sesuatu yang ia anggap sebagai idealis. Sesuatu yang seharusnya sudah ada sejak lama.
Sesuatu itu adalah sebuah keadilan. Tristan menginginkan sebuah keadilan. Keadilan di mana semua orang bisa sama tanpa harus memikirkan tentang status keluarga mereka.
Dan keadilan itu baru bisa tercipta jika Lima Keluarga Besar hancur. Lima keluarga yang berkuasa atas ekonomi, politik, keamanan, dan keamanan negara. Jadi Tristan berencana untuk menghancurkan Lima Keluarga Besar. Untuk mewujudkan idealismenya.
Tristan tau kalau hal yang ia akan lakukan adalah hal yang akan dianggap sebagai hal kriminal oleh orang lain. Tetapi Tristan tidak memperdulikannya. Karena baginya yang terpenting adalah sebuah keadilan.
Tristan akan melakukan apa pun untuk bisa menciptakan keadilan itu. Termasuk dengan cara memusnahkan seorang laki-laki yang selama ini telah ia anggap sebagai kakak. Michaels.
Tristan sebenarnya tidak mau melukai laki-laki itu, karena laki-laki itu telah banyak membantunya. Tetapi Tristan mau tidak mau harus melukai laki-laki itu. Karena laki-laki itu adalah anak pertama dari keluarga Aurora dan suami dari pemimpin keluarga Gracia.
Membunuh adalah hal yang biasa baginya. Setelah banyaknya orang yang pernah ia bunuh di medan pertempuran, ia sama sekali tidak pernah merasa menyesal atau pun sedih. Tetapi kenapa sekarang tangannya bergetar hebat saat ia harus membunuh Michaels? Apakah memang hatinya terlalu berat untuk melakukan hal itu?
"Hei, Tristan. Kita sudah sahabatan sangat lama. Jadi aku sangat tau kalau rencana kamu ini untuk kepentingan semua orang. Tapi bukannya kita anggota pasukan bayangan? Jadi tugas kita adalah menjaga Lima Keluarga Besar," cetus Michaels sambil mendongakkan kepalanya ke arah atas.
"Aku sudah ke luar dari pasukan bayangan. Jadi aku bebas mau melakukan apa pun yang aku mau," balas Tristan sambil mengarahkan moncong pistolnya ke arah kepala Michaels.
"Kita yang dulunya tidak sanggup melukai orang, sekarang sudah terbiasa membunuh orang. Dan kita melakukan hal itu tanpa rasa bersalah sedikit pun. Menandakan bahwa hati kita memang sudah benar-benar mati. Tapi entah kenapa, sekarang rasa takut itu muncul lagi. Rasa takut itu muncul lagi saat aku tau kalau kamu adalah orang yang harus gua bunuh."
"Sama. Aku juga. Tapi sekarang kondisinya kita bukanlah seorang sahabat. Aku adalah musuhmu. Dan kamu adalah musuhku. Jadi kita harus melakukannya. Membunuh atau dibunuh. Cuma itu pilihannya."
"Kalau seandainya idealisme mu sudah tercapai. Apakah mungkin dunia ini akan damai seperti yang pernah kamu ceritakan ke aku?"
"Aku tidak bisa jamin. Tapi aku bakalan usahakan."
Michaels tersenyum kecil. Ia teringat dengan cerita-cerita Tristan tentang sebuah dunia yang di dalamnya sama sekali tidak ada diskriminasi dan semua orang di dalam dunia itu mendapatkan sebuah keadilan tanpa memandang status keluarga atau pun keuangan orang itu.
Sebuah dunia yang sangat mustahil untuk diwujudkan. Mungkin dunia itu hanya ada di alam mimpi. Tetapi Tristan sekarang sedang mencoba untuk menciptakan dunia itu. Dan sebagai sahabatnya, Michaels mencoba untuk percaya pada Tristan. Berharap kalau impian Tristan memang benar-benar menjadi sebuah kenyataan.
"Anakku satu bulan yang lalu baru saja lahir. Dan aku tadi pagi baru saja bisa menemuinya. Dia laki-laki. Mungkin kalau dia sudah besar, dia bakalan punya sifat dingin seperti ibunya dan sifat peduli sepertiku. Rasanya aku sudah tidak sabar mau lihat seperti apa anakku saat anakku sudah dewasa," cetus Michaels diakhiri dengan sebuah senyuman.
"Siapa namanya, Kapten?" tanya Tristan sambil menurunkan pistolnya.
Kapten. Itu adalah panggilan Tristan untuk Michaels. Nama panggilan itu diberikan Tristan untuk Michaels karena memang Michaels adalah seorang kapten di pasukan bayangan. Michaels adalah atasannya.
"Namanya aku belum tau. Istriku tidak mau memberitahukannya. Menurut kamu, nama yang bagus untuk anakku apa?" jawab Michaels diakhiri dengan sebuah pertanyaan.
"Bagaimana dengan Frey? Artinya adalah yang diagungkan. Menurutku, itu cocok untuk anakmu," jawab Tristan.
"Frey, ya. Tapi bukannya itu nama untuk anak perempuan?"
"Enggak juga. Aku rasa nama itu juga cocok dipakai sama laki-laki."
"Seperti yang diharapkan dari seorang ahli siasat pasukan bayangan. Selalu bisa memikirkan tentang sesuatu dengan cepat dan tepat. Andai saja kamu tidak ke luar dari pasukan bayangan, pasti sekarang pasukan bayangan tidak perlu kebingungan mencari ahli siasat yang baru."
"Kamu harus terbiasa. Karena mulai sekarang semuanya sudah berubah."
"Iya. Aku tau. Makanya sebelum semuanya berakhir, aku mau sedikit mengenang masa lalu. Biar saat semuanya sudah berakhir, aku tidak perlu lagi mengingat hal-hal itu."
Tidak lama setelah mengucapkan hal itu, langit yang tadinya sudah mendung mulai meneteskan air hujan. Membasahi tubuh Michaels dan Tristan. Dan membuat ingatan tentang masa lalu mereka saat mereka sedang dalam masa pelatihan kembali teringat.
Mereka masih mengingat tentang masa-masa itu. Masa di mana mereka baru pertama kali menginjakkan kaki di pelatihan pasukan bayangan. Masa di mana mereka bersaing satu sama lain untuk bisa mengambil posisi ketua. Dan masa di mana mereka mulai mengerti kalau semuanya yang susah akan terasa mudah saat dikerjakan dengan seorang sahabat.
"Mau dengar cerita lucu, tidak? Aku tadi pagi menculik anakku sendiri. Aku bawa kabur anakku dan menitipkannya pada seorang laki-laki yang tadi sempat berpapasan denganku. Dan sepertinya keluarga Gracia lagi kebingungan sekarang," cetus Michaels dengan sebuah senyuman di bibirnya.
"Apa kamu gila? Itu anak kamu sendiri. Kenapa kamu malah memisahkan dia dengan keluarga sendiri?" tanya Tristan kebingungan dengan kelakuan sahabatnya itu.
"Aku tidak mau anakku terlibat dengan urusan Lima Keluarga Besar. Aku tidak mau anakku tau tentang masa lalu ayahnya yang rela meninggalkan keluarga Virgo hanya untuk bersama pemimpin keluarga Gracia. Aku mau anakku hidup bebas."
"Jadi rencana terakhir kamu apa? Apa kamu akan mengurusnya secara diam-diam?"
"Enggak. Aku bakalan memutuskan seluruh koneksiku dengan dia. Dengan begitu keluarga Gracia tidak akan menyadari posisi anak itu."
"Kamu adalah seorang ayah yang baik. Kamu juga sahabat yang baik. Tapi naasnya kamu ada di lingkungan yang salah. Takdirmu terlalu kejam."
"Terima kasih atas pujiannya. Tapi aku sudah terbiasa dengan ini semua. Jadi aku rasamu tidak perlu khawatir dengan kondisiku."
Menurut Tristan, kesalahan terbesar Michaels adalah lahir di keluarga Virgo. Andai saja Michaels tidak lahir di keluarga Virgo, pasti laki-laki itu sudah bisa melakukan apa pun yang ia mau tanpa harus memperdulikan pandangan orang lain terhadapnya dan keluarganya. Dan andai saja Michaels tidak lahir di keluarga Virgo, maka mereka tidak perlu saling berhadap-hadapan seperti sekarang.
"Tujuh belas tahun. Tunggu tujuh belas tahun setelah sekarang. Kalau memang anakku tidak menghentikan tindakanmu, berarti kamu memang pantas untuk melakukan hal ini. Tapi kalau anakku menghentikan tindakanmu, berarti tindakanmu ini memang adalah sebuah kesalahan," ucap Michaels sambil menatap tajam Tristan.
"Tujuh belas tahun? Itu waktu yang sangat lama. Tidak mungkin aku bisa menunggu selama itu," balas Tristan.
"Kalau kamu memang mau menghabisi Lima Keluarga Besar kamu harus mengumpulkan kekuatan yang besar. Kalau kamu cuma sendiri, sampai kapan pun kamu tidak bakalan bisa mengalahkan mereka dan mewujudkan impianmu. Jadi aku rasa tujuh belas tahun adalah waktu yang tepat."
"Masuk akal. Baiklah, kalau begitu aku bakalan turuti kemauanmu. Anggap saja ini sebagai tanda terima kasihku karena kamu sudah menjadi sahabatku."
"Baguslah. Terima kasih karena kamu sudah mau percaya sama usulanku. Eh ngomong-ngomong, apa di sakumu itu ada sebuah pisau? Itu pisau baru? Beli di mana? Kok kelihatan bagus banget?"
Tristan pun mengalihkan pandangannya ke arah saku celananya. Melihat sebuah pisau yang masih tertutup dengan sebuah kain. Ia tersenyum kecil saat mengingat kalau sahabatnya itu memang sangat suka dengan sebuah pisau. Bahkan saking sukanya, sahabatnya itu sering mengoleksi sebuah pisau-pisau yang bentuknya unik.
Tristan mengambil pisau itu, berencana untuk menunjukkannya kepada Michaels.
"Oh, ini. Aku belum kasih nama nih pisau. Tapi kalau kamu mau kasih nama, kasih aj—" ucapan Tristan terhenti saat melihat tubuh Michaels sudah berada di hadapannya.
Matanya membulat sempurna saat melihat ada sebuah darah muncul dari dalam mulut Michaels. Dan saat ia melihat ke arah tangannya, ternyata pisau yang ia pegang menusuk perut Michaels.
"Aku percaya sama kamu, Sob. Tapi aku juga percaya sama keputusan anakku. Jadi kalau seandainya di tujuh belas tahun yang akan datang, kamu bertemu dengan anakku. Tanyakan kepadanya, apakah memang rencana kamu ini memanglah yang terbaik atau tidak. Terima kasih karena sudah mau menemani orang bodoh ini bersenang-senang," cetus Michaels sebelum dirinya benar-benar ambruk ke tanah.
"Sama-sama. Terima kasih karena sudah percaya sama aku," balas Tristan sambil menutup mata Michaels yang masih terbuka.
Ansel sedang bersantai di sebuah warung yang sering dijadikan tempat tongkrongannya bersama teman-temannya sekolahnya.Ditemani dengan sebuah rokok dan teh hangat, ia menikmati waktu sambil menunggu sahabatnya datang.Sebenarnya ia tidak sendirian kali ini. Karena ada beberapa teman-temannya yang sedang bersembunyi di dalam warung.Sekarang ia dan teman-temannya sedang merencakan sesuatu yang sangat berbahaya. Yaitu bilang secara langsung kepada Dalfon Zephyrine, bahwa dirinya telah berpacaran dengan Jingga Auretta Eira, adik perempuan Dalfon.Kenapa berbahaya? Karena Dalfon sama sekali tidak pernah membiarkan seorang laki-laki pun masuk ke dalam kehidupan adik perempuannya.Beberapa hari lalu, ada suatu kejadian yang sangat tragis. Kejadian itu bermula saat ada seorang laki-laki yang berani-beraninya mendekati Jingga di hadapan Dalfon. Dan tidak lama, laki-laki itu dikabarkan masuk rumah sakit akibat amukan Dalfon. Itu bukan pert
Jingga menatap secara saksama perempuan yang sedang mengoceh tidak jelas di sampingnya. Perempuan yang sedang ia tatap adalah Ratu Angelina Cantika. Sahabatnya sejak SMP. Dan teman satu bangkunya.Sekarang mereka sedang dalam perjalanan menuju kantin sekolah, untuk membeli sebuah makanan dan minuman.Sebenarnya, Jingga sudah menyiapkan sebuah bekal dari rumah. Tetapi karena ia lupa memasukkan bekalnya ke dalam tas, mau tidak mau ia harus makan di kantin bersama sahabatnya.Jingga duduk di meja yang berada di bagian pinggir kantin. Sambil menunggu Ratu yang sedang memesan makanan, ia bermain permainan yang ada di ponselnya.Sesekali ia melirik ke arah daerah taman sekolah yang terdapat banyak bunga bermekaran dan para pasangan kekasih yang sedang menghabiskan waktu sekolah bersama di taman tersebut.Dan tepat setelah permainannya selesai, sahabatnya datang dan duduk di kursi yang ada di seberang meja. Ia masukkan ponselnya ke dalam saku baju. Lalu m
Jingga sedang sibuk-sibuknya mengerjakan tugas sekolahnya di kamar. Ia berusaha sangat fokus, walau ada suara gaduh dari ruangan sebelah.Ruangan sebelah adalah kamar milik Dalfon. Sekarang di ruangan itu ada Dalfon, Adit, dan Ansel. Ketiga orang itu sedang bermain game ponsel. Dan terus-menerus berteriak sesuka mereka, tanpa memperdulikan Jingga yang sedang mencoba fokus mengerjakan tugas sekolahnya.Jingga memang bisa sabar. Tetapi kesabarannya juga bisa habis. Dan karena kesabaran Jingga sudah habis, ia memutuskan untuk keluar dari kamar, lalu mengetuk pintu kamar Dalfon.Anehnya, saat ia mengetuk pintu ruangan tersebut, tiba-tiba suara bising yang tadi ia dengar, langsung hilang seketika.Dan karena ia merasa aneh, ia memutuskan untuk membuka pintu itu secara paksa. Lalu ia mendapati tiga orang laki-laki yang sedang tertidur di atas lantai ditemani dengan kulit kacang yang berserakan di mana-mana.Jingga yakin bahwa ketiga laki-laki itu cuma pu
Ansel dan Adit sedang melamun di pinggir kolam pemancingan ikan. Memikirkan tentang bagaimana kemeriahan pesta nanti sore yang akan diselenggarakan di rumah Dalfon. Ya walau pestanya bukan pesta besar-besaran. Tetapi pesta itu adalah pesta yang sangat mereka nanti-nanti sejak dulu, karena di pesta itu mereka bisa sesuka hati membakar ikan yang telah mereka bumbui sendiri.Memikirkan tentang ikan, sekarang ikan yang sudah didapatkan oleh Ansel dan Adit masih sangatlah sedikit. Kalau dihitung-hitung, saat mereka berhasil mendapatkan dua ekor ikan yang memiliki ukuran lumayan besar.Tetapi menurut mereka sendiri, dua ekor ikan itu tidak akan cukup jika dibagikan dengan para teman-teman Jingga yang akan datang nanti sore untuk belajar bersama dengan Jingga. Jadi mereka putuskan untuk tetap tinggal di pemancingan ikan tersebut lebih lama dan memancing ikan sebanyak mungkin.Di tengah-tengah lamunannya, Adit teringat tentang kejadian kemarin malam. Kejadian di mana Da
Dalfon, Adit, dan Ansel sedang membakar ikan di halaman belakang rumah Dalfon. Mereka bertiga saling berbagi tugas, supaya bisa lebih menghemat waktu dan tenaga.Dalfon bertugas untuk melumuri ikan dengan bumbu yang sudah mereka bertiga racik sebelumnya. Adit bertugas untuk membakar ikan. Sedangkan Ansel bertugas untuk menyiapkan nasi dan daun pisang untuk alas mereka nanti makan.Mereka kali ini akan makan di halaman belakang, karena di ruang tamu sedang ada Jingga dan teman-teman sekelasnya yang sedang mengerjakan tugas kelompok.Sebenarnya mereka bisa saja mengambil piring di dapur untuk menjadi alas mereka makan. Tetapi mereka lebih memilih makan beralaskan daun pisang karena biar lebih terasa solidaritasnya.Adit berusaha membuat ikan bakar mereka seenak mungkin. Karena nanti bukan cuma mereka bertiga saja yang makan ikan tersebut. Tetapi teman Jingga juga ikut makan bersama mereka. Jadi mereka sebisa mungkin akan membakar ikan tersebut seenak mungki
Alice sedang menyibukkan diri dengan membaca laporan keuangan perusahaannya. Sebenarnya tanpa ia membacanya sekali pun, pasti tidak terjadi hal yang merugikan untuknya. Karena memang semua orang yang bekerja untuknya adalah orang-orang yang jujur. Dan kalau pun ada yang berbuat curang, maka Keenan akan langsung menghabisi orang tersebut untuknya.Tetapi Alice kali ini tetap melakukan hal tersebut. Bukan untuk mengetahui laporan keuangan perusahaannya. Tetapi untuk menyibukkan diri.Alice hari ini sama sekali tidak mempunyai kegiatan yang mengasyikkan, jadi ia memilih untuk menyibukkan diri dengan cara datang ke kantor dan membaca semua laporan.Sebenarnya kalau bisa memilih, Alice bisa memilih pergi ke mall untuk berbelanja barang-barang mewah. Tetapi kegiatan tersebut sudah terlalu membosankan untuknya. Karena beberapa akhir ini, ia sudah berkali-kali berkunjung ke mall besar dan membeli semua barang yang ia sukai. Dan sepertinya tidak ada lagi barang yang inca
Ansel, Adit, dan Dalfon sekarang sedang berada di tongkrongan mereka. Suasana di tempat berkumpul mereka tadinya sangatlah ramai, karena memang di warung itu mereka sedang mengadakan turnamen game online.Turnamen tersebut diadakan oleh mereka sendiri. Jadi tidak ada hadiah atau pun gelar juara di turnamen tersebut, karena memang sejak awal turnamen tersebut dibuat hanya untuk kesenangan semata.Dan tentu saja orang yang pertama kali mencetuskan ide tentang turnamen tersebut adalah Dalfon. Karena memang semua orang yang ada di warung tersebut sedang tidak ada kegiatan, makanya ide Dalfon tersebut bisa berjalan lancar.Satu tim terdiri dari empat orang. Dan karena sekarang di warung tersebut ada dua puluh, maka tim yang bermain dalam turnamen tersebut hanyalah lima tim.Walau cuma sedikit. Tetapi mereka sangat-sangat merasa senang. Mereka semua menganggap bahwa turnamen tersebut adalah turnamen yang besar. Dan kalau menang mereka akan mendapatkan hadiah ya
Hari pertunangan Adit. Adit sudah siap dengan setelan jas berwarna hitamnya. Tentu saja ia sangat gugup kali ini. Karena mau bagaimana pun juga, ini adalah pertama kalinya ia bertunangan dengan seorang perempuan. Ditambah lagi, sebagian teman mainnya hadir dalam acara ini, membuatnya semakin gugup dan tidak tau harus berbuat apa.Perasaan gugupnya semakin menjadi-jadi saat ia disuruh memasangkan sebuah cincin ke jari manis Lucia. Tetapi sebisa mungkin, ia tutupi perasaan gugup itu dengan sebuah senyuman kecil yang ada di bibirnya.Dan saat cincin yang tadi ia pegang sudah melingkar di jari manis Lucia. Semua orang bersyukur. Karena dengan begitu, acara pertunangan tersebut berakhir dengan mulus, tanpa kendala apa pun.Ansel tersenyum lebar saat Adit menatap ke arahnya. Ia ikut bahagia, karena akhirnya Adit bisa melangsungkan acara pertunangan dengan baik dan tanpa kesalahan apa pun. Ia turut bahagia, karena akhirnya Adit tidak lajang lagi sekarang.Pandan