Arya Wiratama mendapatkan kesempatan kedua setelah tewas dibunuh oleh para pendekar Aliran Hitam. Berkat kekuatan misterius kitab Naga Api yang dipelajarinya, dia bangkit kembali di dalam tubuh masa kecilnya. Sadar ini adalah kesempatan kedua yang diberikan Dewa, Arya Wiratama bertekad menghentikan kekacauan yang terjadi di Nusantara dengan kekuatan barunya. Mampukah Arya menghentikan mereka dikehidupan yang kedua ini?
View MoreDibawah guyuran hujan dan sambaran petir yang terus menggelegaar, dua pria setengah baya terlihat berdiri tegak, diantara tumpukan mayat yang bergelimpangan sambil saling menatap satu sama lain.
Sekilas tak ada yang aneh dengan mereka, namun jika dilihat lebih dekat, tetesan air yang mengguyur keduanya perlahan berubah memerah, karena bercampur dengan darah segar yang terus keluar dari luka sayatan pedang di tubuh masing-masing. "Wiratama, aku cukup terkejut dengan ilmu kanuraganmu yang ternyata tidak lebih besar dari namamu! Sepertinya, julukan Dewa Pedang yang disematkan padamu terlalu berlebihan ..." Ucap salah satu pria berbadan besar yang terlihat lebih tua, sambil terkekeh puas. Pria setengah baya yang dipanggil Arya Wiratama itu tidak langsung menjawab. Dia masih cukup terkejut dengan kekuataan puluhan pendekar misterius yang muncul tiba-tiba di area pertarungan itu. Bagaimana tidak, hanya dalam waktu tak sampai tiga jam, para pendekar sakti aliran putih yang dipimpinnya tewas mengenaskan, dibunuh puluhan orang yang ilmu pedangnya tak pernah dia lihat sebelumnya. "Siapa kalian sebenarnya? Aku cukup yakin tak ada satu perguruan pun di Nusantara yang memiliki ilmu pedang seperti kalian..." Balas Arya sambil melempar pandangannya kesekitar dan mengamati wajah-wajah tegas puluhan pendekar yang mengepungnya. Tubuh Arya kemudian bergetar hebat ketika sekali lagi, melihat ratusan mayat pendekar gabungan aliran putih tergeletak di tanah dengan kondisi mengenaskan. Dia benar-benar tidak menyangka pertempuran melawan para pendekar Rajawali Kembar yang hampir mereka menangkan itu berakhir dengan pembantaian setelah kemunculan orang misterius itu. "Hahaha, pengamatanmu benar-benar tajam tua bangka," Jawab pendekar misterius itu sambil menyarungkan kembali pedangnya. "Sayangnya, Pertanyaanmu itu akan terjawab ketika pedangku berhasil memenggal kepalamu!" Melihat lawannya sudah menyarungkan kembali pedangnya, Arya Wiratama seketika meningkatkan konsentrasi. Dia sadar dalam ilmu pedang serangan yang paling berbahaya adalah ketika pedang itu pertama kali meninggalkan sarungnya. Tidak mudah menghadapi tipe jurus pedang seperti itu karena tidak ada yang benar-benar tahu ke mana arah dan jenis serangan, sebelum pedang itu tercabut dari sarungnya. Hanya ada beberapa pendekar tingkat tinggi yang mampu membaca arah seranganya, itu pun hanya sebuah perkiraan yang didapat dari pengalaman bertarung. "Begitu ya ... Sepertinya kalianlah dalang dibalik berdirinya perguruan Rajawali kembar dua puluh tahun yang lalu ... " Arya Wiratama memejamkan matanya, dia kembali teringat pada kejadian dua puluh tahun lalu, yang menjadi awal dari rentetan kekacauan besar di Nusantara. "Andai saja aku menyadarinya lebih cepat, mungkin saja ..." "Memghentikan kami?! Sepertinya, kau masih belum sadar perbedaan kekuatan diantara kita?" Potong pria berwajah tegas itu sambil memberi tanda para para pendekarnya, untuk tidak ikut campur pada pertarunganya kali ini. "Jangan terlalu sombong tuan, walau ilmu pedangmu sangat cepat dan aneh, tapi aku juga tidak selemah yang kau pikirkan ...." Arya Wiratama menarik pedangnya ke depan. Keduanya tampak terdiam cukup lama dalam posisi siap menyerang sebelum bergerak bersamaan saat suara petir terdengar dari langit. Ketika keduanya bergerak, bebatuan yang ada disekitar area pertarungan kembali terangkat dan beterbangan ke udara. Gesekan kekuatan besar yang meluap dari tubuh mereka, membuat udara memadat dan mengangkat semua yang ada di sekitarnya. Pendekar misterius yang lebih unggul dalam hal kecepatan menyerang lebih dulu, memanfaatkan kuda-kuda Arya yang belum terbentuk sempurna, dia menendang batu kecil yang melayang didekatnya sambil mencabut pedangnya. "Dewa Pedang Terkuat? Menggelikan!" "Srang!" "Wuuush!" Pedang berwarna hitam milik pendekar misterius itu keluar dari sarungnya. Sangat cepat dan tanpa suara, hanya itu yang bisa menggambarkan gerakan pedangnya setelah tercabut. "Jurus Pedang Matahari gerbang ke empat : Hembusan angin penghancur sukma!" "Ju... Jurus aneh ini lagi? Tidak, ini jauh lebih cepat..." Serangan itu datang dengan cepat, dan sesuai dugaan Arya, serangan yang terlihat sederhana tapi sangat mematikan itu tak mampu dihindarinya dengan sempurna walau sudah berusaha membaca kemana arah ayunan pedangnya akan bergerak setelah tercabut dari sarungnya. Arya Wiratama kemudian mendorong tubuhnya kebelakang untuk mengurangi efek serangan, namun karena pijakan kakinya goyah akibat tekanan tenaga dalam lawan, pertahanannya seketika terbuka lebar. Melihat pertahanan Arya Wiratama goyah akibat serangan pertamanya, pria itu kembali melepaskan empat serangan yang jauh lebih cepat. Bukannya gentar dengan serangan bertubi-tubi lawannya, Arya justru terlihat semakin bersemangat walau tubuhnya sudah mencapai batasnya. Dia tampak sudah tidak peduli lagi dengan kemenangan yang sebenarnya sudah sempat ada didepan matanya. "Akan kubalas kematian mereka puluhan kali lipat!" Arya secara mengejutkan berhasil menangkis serangan pendekar itu di detik terakhir, namun, ketika dia berusaha menyerang balik, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Ayunan pedang pendekar itu berubah begitu lembut, dia menggeser sedikit pegangan tangan di gagang pedangnya untuk memindahkan beban ke tangan kirinya sebelum melakukan serangan tusukan. "Jurus pedang Matahari gerbang ke enam : Tusukan penghancur karang!" Empat tusukan dalam waktu kurang dari satu detik menghunjam tubuh Arya Wiratama tanpa bisa dihindari sama sekali. Pria malang itu seperti merasakan dua putaran waktu berjalan berbeda di sekitarnya. Tubuhnya terasa melambat, namun di saat yang hampir bersamaan kecepatan lawannya justru meningkat tajam. "Luar biasa .... Jurus pedang ini seperti melawan semua prinsip ilmu kanuragan ... " tubuh Arya Wiratama langsung terhuyung dan kali ini dia benar-benar telah mencapai batasnya. Arya Wiratama seketika muntah darah dan dengan lubang besar menganga di perutnya, dia masih memaksa tubuhnya berdiri sambil berusaha mencengkeram leher pendekar misterius itu dengan tangan kirinya. "Si ....siapa sebenarnya kalian, dan dimana kalian bersembunyi selama ini sampai kami tidak bisa mendeteksi.." "Namaku adalah Harsa Wiseso, salah satu pendekar penjaga Kamandaru... Ingat lah nama itu baik-baik saat kau berada di neraka!" "Crash!" Dengan satu gerakan berputar, pendekar misterius itu menarik pedangnya ke sisi kiri sebelum memeganggal kepala Arya cepat. Tubuh Arya seketika bergetar hebat sebelum tumbang bersama kepalanya. "Ka.. Kakang, kau membunuhnya?! Bukankah kita belum mendapatkan kitab pusaka itu?" Ucap temannya terkejut. "Dia tidak membawa kitab itu, aku sudah memastikannya saat bertarung tadi," Balas Harsa Waseso sebelum memerintahkan beberapa orang untuk memeriksa gua kecil ditengah alas Purwo yang sering digunakan Arya bersemedi. "Periksa gua itu, aku yakin dia menyembunyikan kitab Naga Api di sana," Lanjut Harsa Waseso tanpa menyadari kemuculan aliran energi aneh muncul di Cakra Mahkota Arya. Aliran energi misterius berbentuk api merah yang akan merubah takdir Arya Wiratama dengan cara yang tak pernah terbayangkan oleh siapapun itu menyusup ke pusat Cakra Mahkota dan mempertahankan ingatan pria yang dijuluki Dewa Pedang itu."Tunggu, tolong jangan salah paham! Aku datang dengan damai dan berniat menawarkan jalan keluar pada kalian!"Arya segera menghentikan langkahnya saat melihat para pemanah Tringgani sudah bersiap melepaskan anak panah beracunnya. Dia kemudian meletakkan pedangnya di tanah untuk meyakinkan mereka jika dirinya Benar-benar tak berniat menyerang."Kumohon tetua, pertempuran terbuka seperti ini tidak akan menghasilkan apa-apa selain permusuhan. Aku takut kalian justru akan mendapat masalah baru jika mekaksa menghancurkan desa ini.." Lanjut Arya sambil mengamati para pendekar suku Trenggani untuk mencari keberadaan Kandamanik."Masalah baru?!!! Apa kau pikir aku peduli pada semua itu?" Sahut salah satu pendekar suku Trenggani sambil melompat turun dari atas gajah yang ditungganginya."Ka... Kandamanik?" Arya langsung meningkatkan kewaspadaannya, saat mengenali pria berbadan besar itu. Dia tampak terkejut karena di usia yang masih sangat muda, Kandamanik sudah memiliki hawa membunuh yang beg
"Meredam amarah mereka?"Wajah Sekar seketika berubah saat mendengar jawaban Arya. Dia, yang awalnya mengira pemuda itu adalah anak yang pintar, terlihat kecewa karena sempat berharap padanya."Dengar nak, jika semua masalah di dunia ini bisa diselesaikan dengan bicara, tidak akan ada pertarungan dan permusuhan antar perguruan..." Sekar segera bangkit dari duduknya, dan meminta Arya untuk bersembunyi diruangannya sementara waktu."Bersembunyilah sementara waktu di ruangan ini, sampai gurumu datang. Aku akan meminta ...""Kalian tak akan bisa menyelesaikan masalah ini dengan pertarungan nona, dan jika kau tetap memaksa, puluhan penduduk desa akan mengerang nyawa ditangan mereka," Potong Arya cepat."Lalu apa yang harus aku lakukan? Mengajak mereka bicara baik-baik, dan mengatakan jika anaknya tidak sengaja terbunuh?!!!" Sahut Sekar sambil menyambar pedangnya."Tunggu, beri aku waktu beberapa jam untuk bersiap, dan setelah itu ....""Brak!""Nona..."Belum selesai Arya bicara, seorang p
Sekar menarik nafas panjang sebelum menceritakan semuanya pada Sudarta. Sambil, sesekali memijat keningnya yang mulai terasa sakit, gadis itu juga menjelaskan, jika sebenarnya masalah ini tidak terkait langsung dengan Sayap Iblis."Begitulah kira-kira garis besarnya tetua. Semua masalah ini sebenarnya berawal dari beberapa pemuda Karang Waringin yang merampok dan membunuh putri ketua suku Tringgani..." Ucap Sekar menutup penjelasannya."Dan sekarang mereka ingin menuntut balas?" Kejar Sudarta cepat.Sekar Pitaloka mengangguk pelan, sebelum menyambar gulungan kecil yang ada didekatnya, dan menulis sesuatu."Harusnya aku membunuh mereka semua saat pertama kali tiba di desa ini.""Kenapa kalian tidak segera pergi dari desa ini jika sudah tau akar masalahnya?" Tanya Sudarta cepat."Kami tidak bisa melakukan itu tetua karena, ada sesuatu di desa ini yang harus kami lindungi," Jawab Sekar."Jangan bodoh! Suku Tringgani tidak akan berhenti memburu kalian sampai semua yang terlibat tewas!"Ar
"Guru, anda yakin semua akan baik-baik saja?"Arya segera mempercepat langkahnya dan berjalan di sisi kanan Sudarta saat menyadari belasan pasang mata menatap tajam kearah mereka sambil berbisik. Dia, mulai merasa tidak nyaman, karena para penduduk desa itu seperti sedaang mendiskusikan sesutu."Jangan khawatir, mereka tidak akan berani melakukan apa-apa selama kita memegang pedang .... " Jawab Sudarta pelan, sambil memperhatikan bangunan-bangunan disekelilingnya."Bu.. Bukan itu maksudku guru, apa anda tidak merasakan keanehan dari sorot mata para penduduk desa itu?" Sahut Arya cepat."Sorot mata mereka?" Sudarta terdiam sesaat. Namun, ketika dirinya hendak mengamati lebih jelas orang-orang di sekitarnya, seorang wanita tiba-tiba menabraknya hingga terjatuh."Ah, maaf tuan ...." Wanita tua itu segera bangkit dan kembali berjalan cepat kearah gerbang desa."Hei tunggu nyonya, anda menjatuhkan sesuatu," Sudarta mengambil gulungan kecil yang tergeletak ditanah sambil memanggil wanita it
"Tidak, kalian tetap tidak boleh lewat apapun alasannya!! Silakan kembali lagi saat perbatasan ini sudah dibuka!" Arya Wiratama seketika menoleh ke arah kerumunan manusia yang sedang mengantri di depan pintu perbatasan saat mendengar suara keributan. Tak berselang lama, teriakan protes dari beberapa pedagang memanaskan suasana hingga terjadi aksi dorong mendorong yang hampir Saja memicu kericuhan. Beruntung para prajurit penjaga itu dengan sigap, mengendalikan situasi dan memblokir pintu masuk perbatasan. "Berhenti! Tolong jangan seperti ini atau kami terpaksa bertindak tegas," Beberapa prajurit penjaga perbatasan segera bergerak membentuk pertahanan berlapis untuk menghadang gerombolan pedagang yang berusaha menerobos. "Sial, apa lagi ini?!" Arya mendesah keras, dia sudah bisa menebak mereka kembali mendapatkan masalah, setelah suara keributan itu terdengar. "Ini sudah terlalu lama, aku harus melihat sendiri apa yang sebenarnya sedang ..." "Arya, tetap ditempatmu! Situasi
Dharma merebahkan tubuhnya di atas tanah sambil menatap matahari yang mulai tenggelam di ufuk barat. Dia mulai gelisah menunggu Sudarta dan Arya yang masih belum juga kembali."Ini sudah terlalu lama, apa mungkin sesuatu terjadi pada mereka berdua?" Dharma merubah posisi tidurnya, dia berusaha membuang pikiran buruknya, sambil berharap mereka berdua akan segera kembali."Tuan, apa sebaiknya aku menyusul ketua?" Salah satu pendekar Alang-Alang Kumitir terlihat mendatangi Dharma, sambil membawa dua potong ayam hutan ditangannya."Anda belum menyentuh makanan apapun dari pagi tuan," Lanjut pendekar itu sopan."Tidak, ketua sudah meminta kita menunggu di sini..." Jawab Dharma cepat sambil menyambar ayam hutan itu dan memakannya."Tapi tuan, aku melihat sendiri anak itu menggunakan jurus pedang ciptaan tetua Abimanyu. Aku takut dia adalah penyusup yang berniat...""Penyusup? Jaga ucapanmu! Apa kau tau jika Dewa Pedang adalah salah satu perguruan aliran putih, yang sangat dihormati ketua?!!
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments