LOGINFeng Longwei berusaha bangkit, namun tubuhnya lemas, ketakutan melumpuhkannya. Feng Jinan tak memberinya ampun. Pukulan dan tendangan keras menghantam tubuh Longwei, membuatnya terhuyung dan jatuh berlutut. Rasa sakit menjalar di setiap saraf, matanya menyipit menahan perih. Darah merembes dari sudut bibirnya.
"Kau benar-benar tidak berguna, bukan?" Feng Jinan mencibir, kakinya menendang perut Feng Longwei lagi. "Bagaimana bisa sampah sepertimu adalah seorang pangeran? Kau bahkan tak bisa membela dirimu sendiri." "Kau tahu, racun yang melumpuhkan adik Feng Liang adalah racun khusus yang kuracik sendiri. Setidaknya sebelum kamu mati, kau cukup berguna sebagai bidak pengalihan untukku. Haha," lanjutnya dengan kekehan sinis. Feng Longwei terengah-engah, berusaha berbicara, namun hanya batuk yang keluar. Ia masih tak menyangka akan mati dengan cara seperti ini. Feng Jinan yang dia pikir adalah yang terbaik dari saudara tirinya yang lain, malah menghianatinya diakhir. Ketika Feng Jinan merasa bosan dengan penyiksaannya, ia akhirnya menghunus pedang dari pinggangnya. Kilatan baja memantulkan cahaya redup, seolah siap merenggut nyawa Longwei. "Sudah cukup," kata Jinan dingin, ujung pedangnya mengarah ke leher Longwei. "Aku hanya perlu mengakhiri penderitaanmu, lalu membuang mayatmu ke jurang ini. Tidak ada yang akan tahu. Dinasti Yan akan mengira kau gugur di medan perang, pangeran bodoh yang tak berguna." Amarah membara di dada Feng Longwei. Kemarahan atas pengkhianatan ini, atas semua penderitaan yang ia alami, atas kehidupan yang selalu direnggut darinya. Sebuah percikan api menyala dalam kegelapan keputusasaan. Ia tidak akan mati di tangan pengkhianat ini. "Kalian... merenggut segalanya dariku... Aku bersumpah... dikehidupan selanjutnya... akan kubalas perbuatan... kalian!" geramnya dengan suara parau. Dengan kekuatan terakhir yang tersisa, Longwei mengerahkan seluruh tekadnya. Di saat pedang Jinan meluncur ke bawah, ia menguatkan dirinya dan mendorong tubuhnya ke belakang, jatuh ke dalam jurang yang menganga. "Huh!" Feng Jinan terkejut, pedangnya hanya memotong udara. Namun, senyum sinis kembali menghiasi wajahnya. "Bagus. Mati sendiri seperti pengecut. Aku bahkan tidak perlu mengotori pedangku dengan darah anak pelacur sepertimu." Feng Longwei jatuh. Tubuhnya meluncur cepat di tengah kegelapan yang tak terukur. 'Aku terlahir sebagai sampah, sampai mati pun tak ada bedanya... Pengeran tak berguna yang menjadi bahan penindasan, bahkan pelayan pun meludahiku seperti kotoran. Feng Jinan, aku pikir dia adalah satu-satunya yang peduli padaku, ternyata dia memiliki ambisi yang tak jauh berbeda dengan pangeran yang lain. Akhirnya, aku mati sebagai bidak permainannya.' pikir Longwei. Angin menderu melewati telinganya, seolah ratapan terakhir dari dunia yang ia tinggalkan. Ia memejamkan mata, pasrah pada takdir kematiannya. Namun, yang menunggunya di dasar jurang bukanlah bebatuan tajam atau kematian yang menyakitkan, melainkan sebuah danau tenang. Air dingin menyambut tubuhnya, menelannya seperti batu yang tenggelam. Longwei, yang tak pandai berenang, merasakan kegelapan menyelimutinya. Paru-parunya mulai terbakar, napasnya tercekat. Ini adalah akhir. Tidak ada rasa sakit yang pedih, hanya sensasi tenggelam yang perlahan merenggut kesadarannya. Ia meratapi nasibnya yang tragis, kehidupan yang penuh penindasan dan pengkhianatan. Namun, di tengah keputusasaan itu, tiba-tiba tubuhnya tertarik keluar dari air. Feng Longwei tersentak, matanya terbelalak. Bagaimana bisa? Ia sendirian di sana, tenggelam tanpa bantuan. Siapa yang menariknya? Ketika ia keluar dari kedalaman air, Longwei terbatuk-batuk hebat, memuntahkan seteguk air. Tangannya gemetar meraih batu di tepi danau, menyeret tubuhnya yang lemah sedikit. Ia terbaring di tanah basah, napasnya terengah-engah. Perlahan, ia membuka matanya. Pemandangan di sekitarnya membuatnya terkejut. Itu adalah danau di dekat kediamannya, tempat ia sering mencari ketenangan, satu-satunya tempat di mana ia bisa merasakan sedikit kedamaian. Danau yang sama, pohon-pohon yang sama, bahkan aroma tanah yang lembap pun sama. Sebuah sensasi aneh melanda dirinya. Rasa dingin air, pemandangan sekitar, hingga sensasi terkejut—semua itu persis sama seperti yang telah ia alami lima tahun yang lalu. Lima tahun lalu, di tempat yang sama, pangeran ketiga, Feng Liang, mendorongnya jatuh ke dalam danau seperti membuang karung sampah. Lebih kejamnya lagi Feng Liang meninggalkan Longwei tenggelam tanpa pertolongan, hanya senyum sinis tanpa rasa bersalah. "Ugh! Berapa lama aku tenggelam?" gumamnya. Feng Longwei bangkit, berdiri dengan kaki gemetar. Ia menyentuh wajahnya, dan meraba tubuhnya. Tidak ada luka, tidak ada lagi memar dari penyiksaan Feng Jinan. Pakaian yang basah bukan lagi seragam prajurit yang berlumuran darah. Ia mengenakan jubah lusuh yang sering ia pakai di kediamannya dulu.Feng Longwei melangkah keluar dari tenda komando, dan pemandangan yang menyambutnya membuatnya mengatupkan gigi. Hampir semua prajurit di kamp utama, yang berjumlah ribuan, tergeletak di atas tanah atau di dalam barak mereka, tertidur pulas. Senjata mereka terlepas, dan kobaran api unggun redup tanpa ada yang merawatnya."Apa yang terjadi di sini?! Kenapa kalian semua tidur di saat seperti ini?!" suara menggelegar Feng Yunqu, terdengar dari arah samping. Ia baru saja keluar dari baraknya, matanya penuh keterkejutan dan kemarahan.Namun, tak satupun prajurit yang ia bentak terbangun. Feng Yunqu mengerutkan kening. Instingnya segera memberitahu bahwa ada sesuatu yang tidak wajar. Ia menoleh cepat ke arah Feng Longwei, satu-satunya sosok yang masih berdiri tegak dan sepenuhnya waspada."Adik keenam?" gumam Feng Yunqu lirih."Mereka terkena ilusi dari sihir gelap," ucap Feng Longwei dengan tenang. "Tampaknya Dark Sorcerers Dinasti Barat sudah mulai bergerak. Mereka menggunakan sihir untu
Di tengah malam yang gelap gulita, hawa dingin menusuk tulang melingkupi perbatasan Provinsi Shutian. Angin berhembus pelan, membawa serta rasa kantuk yang berat bagi para prajurit patroli Dinasti Yan.Suara dedaunan kering dan ranting pohon yang bergesekan di hutan menciptakan irama gemerincik yang menegangkan. Namun, di dalam suara alam yang tenang itu, tak seorang pun menyadari irama sunyi yang terselip, sebuah melodi yang lembut namun berbahaya, merayu jiwa dan menjatuhkan kesadaran.Irama melodi itu kian terdengar semakin mendekat, menyusup perlahan melalui celah-celah pepohonan di hutan yang gelap.Dari laut yang luas di balik hutan perbatasan, kapal-kapal perang yang tak terhitung jumlahnya mulai berlabuh di tepi pantai. Kapal-kapal itu bergerak tanpa suara, layaknya armada hantu, memanfaatkan kabut malam dan irama mematikan untuk menutupi jejak mereka.Dari kapal-kapal perang itu, satu per satu sosok berzirah besi turun, melangkah melewati hutan. Langkah mereka terkoordinasi,
Semua orang terdiam, bahkan Feng Liang, tertegun. Rahangnya terkatup rapat karena rasa kesal yang memuncak. Amarah dan rasa malu karena dipermalukan di depan prajuritnya sendiri membuat matanya memerah. Ia membanting sisa-sisa cangkir minumannya ke tanah."Feng Longwei. Kau sudah mulai berani, huh?" desis Feng Liang, tatapannya tajam dan mematikan. Ia melangkah mendekat. "Apa kau pikir dirimu sudah cukup hebat melawanku sekarang? Setelah bergabung dengan Sekte Pedang Langit, kau jadi congkak?"Feng Longwei menjawab datar. "Pangeran seharusnya memberi contoh yang baik, bukan? Aku hanya menjalankan disiplin sesuai aturan militer. Di medan perang, kesalahan kecil bisa berakibat fatal."Feng Liang terkekeh getir mendengar jawaban itu. "Kau sudah berubah, ya. Tampaknya perlakuan baik yang kau dapatkan selama ini cukup membuatmu merasa tinggi di hadapanku. Tapi tetap saja, kau hanyalah... aib keluarga kekaisaran." ucapnya dengan nada pahit yang menusuk.Feng Liang melangkah maju sedikit, me
Perang yang akan datang, meskipun dipicu oleh serangan terorganisir, tidak bisa melibatkan secara langsung kekuatan dari sekte-sekte besar di Dataran Tengah. Ini adalah masalah yang harus diselesaikan sendiri oleh Kekaisaran Dinasti Yan dengan kekuatan militer mereka. Perjanjian kuno, yang terukir sejak zaman pendirian Dinasti, menetapkan bahwa hanya mereka penduduk asli Dinasti Yan yang boleh ikut campur dalam urusan kekaisaran.Bagi Feng Longwei, putaran waktu kali ini terasa terlalu cepat. Di kehidupan sebelumnya, perang antara Dinasti Yan dan Dinasti Barat baru pecah tiga tahun di masa depan, dan itu pun dimulai sedikit lambat. Sekarang, segalanya seolah dipercepat secara drastis. Ironisnya, ia bahkan tidak tahu kapan perang berakhir di saat ia meninggal lebih dulu di masa lalu.Perang ini, dan perintah untuk turun ke medan perang, segera mengingatkannya pada bayangan pengkhianatan Feng Jinan dulu. Di kehidupan sebelumnya, ia dipaksa ke garis depan sebagai hukuman, dan akhirnya
Melihat kedatangan sekelompok orang yang dipimpin oleh seorang Jenderal kekaisaran, Feng Longwei tidak membuang waktu. Dalam sekejap, ia mengaktifkan lapisan tipis Qi untuk mengubah penampilannya. Topeng putih polos tanpa ekspresi menutupi setengah wajahnya, dan pakaiannya yang robek serta hangus sebelumnya dengan cepat berganti dengan seragam baru berwarna biru gelap.Ia berdiri tegak di samping gundukan abu mayat Phoenix sebelumnya, menunggu kedatangan mereka. Tian Moran berdiri sedikit di belakangnya, pedang besarnya kini kembali disarungkan, menunjukkan postur seorang pengawal.Derap langkah kuda berhenti tidak jauh dari lokasi. Jenderal Shu Nian, seorang pria paruh baya dengan aura pemimpin yang kuat, bergegas turun dan melangkah maju."Permisi, Tuan," sapa Jenderal Shu Nian dengan nada hormat, menangkupkan tangan di depan dada. "Saya adalah Jenderal Shu Nian, Komandan Divisi militer Dinasti Yan yang bertugas di wilayah ini."Shu Nian menatap Feng Longwei dengan mata penuh pertan
Tian Moran telah menerima perintah dari Feng Longwei, mengerahkan semua energi yang tersisa dalam tubuhnya. Ia melompat tinggi ke udara dengan kecepatan luar biasa, menyamai posisi Phoenix Kegelapan di langit. Ia tahu ini adalah serangan pengalihan yang harus sukses, apapun risikonya.Sedetik kemudian, pedang besarnya terhunus ke depan dengan dorongan menusuk yang kuat. Energi Qi dari tubuhnya mengalir deras dari pergelangan tangan ke bilah pedang. Dalam sekejap, tusukan pedangnya menciptakan kilau energi biru tua yang tajam dan terkondensasi, memancarkan aura dingin yang mengancam."Samudra Penembus Langit!" seru Tian Moran, suaranya dipenuhi determinasi.Wuzz!Tusukan energi melesat seperti paku biru raksasa, menerjang ke arah Phoenix Kegelapan dengan kecepatan yang luar biasa, seolah-olah pusaran tajam mematikan muncul dari kedalaman laut. Udara di ketinggian berdesir tajam dan ruang bergetar seakan pecah karena tekanan Qi.Phoenix Kegelapan itu meraung ganas. Meskipun fokus utaman







