"Tidak mungkin aku kembali ke lima tahun lalu?" gumamnya, suaranya serak masih shok. "Ini... ini tidak mungkin, kan?"
Ia berlari kembali ke arah kediamannya, hatinya berdebar tak karuan. Pintu gerbang Paviliun bUlu Ilahi, taman-taman, para pelayan yang berlalu-lalang—semua persis seperti lima tahun yang lalu. Ia melihat dirinya di cermin di kamarnya. Wajahnya lebih muda, lebih kurus, bekas kelelahan dan noda hitam di bawah matanya masih sama seperti dulu. Ia adalah dirinya yang berusia dua puluh tahun. Itu berarti Feng Longwei tidak mati. Ia telah kembali. Kembali ke masa lalu, lima tahun sebelum penghianatan Feng Jinan, lima tahun sebelum ia dikirim ke medan perang, lima tahun sebelum semua penderitaan itu. Sebuah kesempatan kedua. Regresi ke masa lalu. "Surga mengasihaniku... Aku Feng Longwei tak akan menyia-nyiakan kesempatan berharga ini." ucapnya dengan nada yang bergetar dalam ratapan kegembiraan. Kali ini, Feng Longwei tidak lagi naif dan lemah seperti dulu. Setelah melalui kehidupan yang menyedihkan, api kemarahan dan tekad telah membakar jiwanya seketika. Ia telah melihat kegelapan dunia, merasakan pahitnya pengkhianatan, dan mengerti betapa kejamnya takdir. Wajah mereka yang menindasnya, seringai keji Feng Jinan yang menghianatinya, terukir jelas dalam ingatannya. "Para bajingan sialan," geram Longwei, tangannya mengepal erat, tatapannya muram. "Aku akan mengingat ini. Semua penderitaan yang kalian sebabkan padaku. Kali ini, segalanya akan berbeda." Tanpa sadar setelah memupuk tekad dalam dirinya, Longwei membangkitkan sesuatu yang tak akan pernah ia bayangkan sebelumnya. Sebuah antarmuka transparan muncul di depan matanya. [Setelah melalui kehidupan yang dipenuhi penderitaan di kehidupan pertama, membangkitkan tekad kuat setelah terlahir kembali. Sistem Tekad Baja telah aktif!] Suara mekanis tanpa emosi bergema di dalam benak Feng Longwei. Matanya terbuka sedikit karena terkejut. Beberapa informasi tentang sistem mengalir dalam pikirannya, membawa sensasi hangat dna dingin yang menyatu. "Sistem!? Aku tak menyangka ada sesuatu seperti ini di dunia ini. Surga tak hanya memberiku kesempatan hidup, tapi juga kekuatan yang tiada tara!" seru Longwei antusias. "Dengan begini, aku mungkin akan menjadi lebih kuat, berbeda dengan diriku yang dulu, lemah dan dianggap sebagai lelucon." Kesempatan kedua dan berkah berupa sistem. Ia tidak akan lagi menjadi pangeran sampah yang mudah diinjak-injak. Ia tidak akan lagi menjadi korban dari segala penindasan dan penghianatan. Kali ini, ia akan mengambil kendali atas takdirnya sendiri. Mengembalikan penderitaan yang dulu pernah ia rasakan kepada mereka yang pantas menerimanya. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana ia akan menggunakan kesempatan kedua ini? Haruskah ia membalas dendam segera, atau membangun kekuatannya secara diam-diam? Ia tahu ia harus belajar, menjadi kuat, dan membuktikan bahwa ia bukan lagi si lemah yang dulu. Malam itu, di dalam kamarnya yang sunyi, Feng Longwei menatap bulan yang bersinar terang. Sebuah senyuman tipis, penuh tekad, terukir di bibirnya. Sampah tak berguna yang baru saja kembali ke masa lalu, kini memiliki kesempatan untuk menulis ulang takdirnya. Dan kali ini, ceritanya tidak akan berakhir dengan kehancuran. ... Fajar menyingsing, memercikkan rona keemasan di ufuk timur, namun di dalam kamar Longwei, remang-remang pagi masih setia mendekap. Perlahan, kelopak matanya terbuka. Cahaya yang samar membelai pupilnya, sejenak ia tertegun seolah menyadari sesuatu, menatap langit-langit kayu yang sudah usang. Sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya. "Setelah sekian lama… aku baru merasakan tidurku begitu nyenyak... Entah mengapa, rasa takut itu kini memudar. Mungkin itu yang membuatku bisa tidur setenang ini." gumamnya, suaranya serak namun dipenuhi kelegaan yang mendalam. Jari-jemarinya yang kurus terangkat, menelusuri garis-garis kasar pada telapak tangannya. Memang, sedari awal semenjak regresi, tidur adalah satu-satunya pelarian yang Longwei temukan. Setelah memejamkan mata sejenak, tanpa sadar dirinya tertidur lelap. Namun malam ini berbeda. Tidak ada lagi mimpi buruk yang menjeratnya, ataupun bayangan keputusasaan yang menghantui. Hanya kegelapan yang damai, yang memulihkan jiwanya yang compang-camping. Di hadapannya, sebuah antarmuka transparan berpendar, mengambang di udara seolah menyambut paginya yang tenang. Sebuah desing singkat, mirip gema mekanis yang hanya bisa ia dengar, bergema di benaknya. Longwei tahu, hanya dia, sang pemilik takdir yang terpilih—yang dapat merasakan keberadaan sistem ini.Zhao Linlin hanya terdiam, bibirnya bergetar menahan amarah. Gadis yang biasanya percaya diri itu kini kehilangan kata-kata. Ia ingin menyangkal, namun Tetua Huyan Li sendiri malah membenarkan perkataan Feng Longwei, membuat kesempatannya untuk menjatuhkan pemuda itu hilang seketika.Feng Longwei kemudian menangkupkan tangan hormat pada Huyan Li. “Tetua, aku mohon maaf jika tindakanku barusan terlihat tidak sopan. Aku hanya ingin menemukan sebanyak mungkin hal yang berguna untuk kultivasiku. Cara yang kulakukan mungkin tidak lazim, tapi hasilnya nyata. Jika Tetua menganggapku salah, aku siap menerima hukuman.”Seketika ruangan kembali sunyi. Murid-murid yang sebelumnya mencemooh kini mulai goyah. Tidak ada yang berani menertawakan lagi, karena bukti kehebatan yang ditunjukkan Feng Longwei terlalu jelas untuk disangkal.Tetua Huyan Li menatapnya lama. Akhirnya ia menghela napas berat.“Feng Longwei,” ucapnya dengan nada lebih tenang, “kau memang berbeda dengan rumor yang beredar. Banya
Senyum tipis di wajah Feng Longwei membuat suasana kian menegang. Para murid yang tadinya merasa berada di atas angin, kini justru merasakan sesuatu yang aneh—seolah senyum itu bukan kepura-puraan, melainkan tanda keyakinan yang tidak bisa mereka mengerti.Tetua Huyan Li menatap lebih dalam, mencoba membaca maksud tersembunyi dari pemuda itu.“Feng Longwei, jangan menganggap remeh perpustakaan ini,” ucap Huyan Li dengan suara berat. “Setiap kitab di sini adalah hasil darah dan keringat para tetua. Menghormati ilmu pengetahuan sama artinya dengan menghormati sekte. Jika kau hanya ingin main-main, aku sendiri yang akan mengusirmu keluar.”Suara tetua itu bergema memenuhi ruangan. Beberapa murid mengangguk puas, wajah mereka penuh kepuasan seperti baru saja memenangkan pertempuran tanpa mengangkat pedang. Zhao Linlin bahkan menyilangkan tangan di dada, bibirnya terangkat mengejek.Namun Feng Longwei tidak terburu-buru menjawab. Ia menghela napas pelan, lalu menangkupkan tangan hormat.“K
Feng Longwei berhenti sejenak, tubuhnya sedikit goyah. Bulir-bulir keringat mengalir di pelipisnya. Ia mengusap dahi, napasnya agak berat, tapi senyuman tipis menghiasi wajahnya.“Sudah sebanyak ini… tak heran tubuhku terasa lelah. Ternyata menyalin setiap kitab memang menguras kekuatan mental,” gumamnya lirih.Meski sedikit letih, ada kepuasan tersendiri yang menyalakan semangatnya. Jika murid lain butuh waktu bertahun-tahun untuk memahami hanya satu atau dua kitab, ia telah menyimpan ratusan dalam benaknya hanya dalam waktu singkat. Ini adalah kekuatan yang kelak akan menjadi fondasi besar dalam perjalanan kultivasinya.Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Sebuah suara nyaring tiba-tiba menggema dari arah belakang, menusuk telinganya bagaikan petir yang menyambar di siang bolong.“Ini dia orangnya, Tetua! Aku melihat dia datang hanya untuk membolak-balik kitab tanpa tahu isinya! Tingkahnya benar-benar seperti orang gila dan mengganggu semua murid di sini!”Suara itu milik Zhao
Mata Feng Longwei menyipit. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari kitab itu. Energi samar seolah merambat dari balik sampul, meski nyaris tak terdeteksi oleh siapapun.Tangannya terulur, meraih kitab itu dengan hati-hati. Saat ia menyentuhnya, seberkas cahaya tipis mengalir ke telapak tangannya. Sesuatu bergetar di dalam dantian, sistem dalam tubuhnya tiba-tiba merespons.[Ditemukan: Kitab Seni Pedang Lima Elemen. Tingkat: Tak diketahui][Apakah ingin menyerap pemahaman dari kitab tersebut?]Jantung Feng Longwei berdetak cepat, tapi wajahnya tetap datar. Ia tidak ingin menarik perhatian murid lain.‘Kitab dengan tingkat yang tak diketahui? Bagaimana bisa ada hal yang seperti ini? Selain itu, sistem sendiri tiba-tiba menunjukkan respon yang baru pertama kali kulihat,’ batinnya.Ia membuka kitab itu perlahan, berpura-pura membaca seperti murid biasa. Namun dalam pikirannya, ia sudah memberi jawaban.“Ya.”Seketika potongan informasi baru melesat ke dalam benaknya. Gerakan dari jurus p
Langkah Feng Longwei mantap menuju barat, meninggalkan keramaian. Suasana sekitar Paviliun Selatan masih dipenuhi suara para murid yang berbisik-bisik membicarakan Feng Longwei, tetapi ia memilih tetap diam, memusatkan pikirannya pada tujuan lain.Pandangannya lurus ke depan, melewati jalur berbatu yang dipenuhi bunga plum berguguran. Cahaya matahari sore menyorot dari sela-sela pohon bambu, menciptakan bayangan panjang di tanah. Hembusan angin lembut membawa aroma tanah bercampur bunga plum yang mekar di tepian jalan. Semua itu menambah kesan damai, namun di balik ketenangan itu, dada Feng Longwei terasa bergejolak.“Apa yang kucari pastinya ada di sana, harus memilih satu yang paling berguna.” gumamnya lirih.Yang dimaksud tak lain adalah perpustakaan sekte.Tak butuh waktu lama baginya untuk tiba. Bangunan megah menjulang di hadapannya, berbeda dengan aula lain di pelataran luar. Dindingnya dari batu putih yang dipoles halus, dipadu kayu hitam mengkilap yang menambah wibawa. Atapn
Langkah Feng Longwei baru saja meninggalkan aula ketika udara seolah mengeras. Tatapannya lurus ke depan, berusaha tak menghiraukan bisikan-bisikan yang masih tersisa dari pelajaran barusan. Namun langkahnya terhenti begitu suara tawa kasar memecah keheningan.“Ha-ha-ha! Jadi ini pangeran keenam Dinasti Yan yang katanya terkenal itu? Dilihat dari tampilannya saja sudah pantas disebut sampah.”Nada meremehkan itu datang dari seorang pemuda berwajah bengis dengan alis tebal melintang di atas mata tajamnya. Dialah Chu Linghu, salah satu murid pelataran luar yang cukup terkenal karena sifatnya yang arogan dan suka mencari masalah.Tawa kencang pun menyusul dari beberapa pemuda lain yang berdiri di belakangnya. Mereka menatap Feng Longwei seperti sekelompok serigala lapar yang baru menemukan mangsanya.Feng Longwei berhenti sejenak, matanya menatap tenang ke arah mereka. Tidak ada amarah yang terpancar, hanya ketenangan yang justru membuat kelompok Chu Linghu semakin kesal.“Heh,” Chu Ling