Share

BAB 5. Syarat Gila

Author: o.vian
last update Last Updated: 2025-07-19 14:47:45

JX Global gempar.

Sang pewaris yang menghilang lima tahun terakhir kini kembali dan langsung mengambil alih tahta.

“Ruang konferensi telah siap, Tuan,” kata Janu langsung.

Pagi itu, seremonial pemindahan jabatan dari Althar kepada Ghazam akan berlangsung di ruang konferensi megah berlapis kaca kristal dan kayu walnut.

Namun, bukan kemewahan ruangan atau nama besar Althar yang menyita perhatian, melainkan sosok muda yang melangkah masuk dengan tenang.

Ghazam J. Manggala.

Sorot matanya dingin dan tak terbaca. Luka di wajahnya telah sepenuhnya hilang. Setelan jas hitam membalut tubuh tegapnya, memancarkan kekuasaan dan ancaman diam bagi siapa pun yang berniat melawan.

Satu per satu petinggi berdiri, bukan karena sopan santun, tetapi tekanan tak kasat mata yang menggantung di udara. Bahkan para komisaris asing pun bungkam.

“Lima tahun menghilang, dan kembali seperti raja.”

 “Dia bahkan lebih menakutkan dari kabar yang beredar.”

Tanpa perlu banyak ucapan, Althar hanya menyerahkan pin emas bertuliskan JX ke tangan putranya.

“Mulai hari ini, JX Global adalah milikmu sepenuhnya,” ucap Althar, suaranya dalam, tetapi ringkas.

Ghazam menerimanya dengan tenang, menyematkan pin itu sendiri di kerah jasnya. Lalu ia bicara, pelan, tegas, dan tak lebih dari dua kalimat. Namun, seluruh ruangan seolah berhenti bernapas saat suara itu terdengar.

“Saya tak peduli bagaimana perusahaan ini berjalan selama saya pergi. Tetapi mulai hari ini, setiap keputusan, setiap langkah, akan melewati tanganku.”

Tak ada tepuk tangan. Tak ada suara.

Hanya kesadaran bahwa sang pewaris telah kembali ke tahtanya.

Dan di luar ruangan, dunia mulai gemetar.

[The Phantom Heir Returns.]

[The Young Tyrant of JX Global.]

Pasar saham, media internasional, hingga para pesaing bisnis mulai bergerak… tetapi tak satupun dari mereka siap menghadapi sosok baru di puncak kekuasaan.

**

Usai seremoni, Ghazam langsung naik ke lantai tertinggi gedung JX Global. Ruang CEO berdinding kaca antipeluru, menghadap panorama Ibukota Asera dari ketinggian.

Di atas meja hitam mengkilap, tumpukan berkas baru sudah menunggu.

Tanpa banyak kata, Ghazam melepas jas, menyisakan kemeja putih yang pas di tubuhnya, lalu membuka map pertama. Tangan kirinya menggenggam pena digital. Matanya tajam, membaca cepat, tanpa jeda.

Sebuah layar di sisi kirinya menayangkan berita terbaru. Ia tak menoleh sedikit pun.

Dunia boleh gempar. Namun, Ghazam tak hidup untuk sorotan.

Tiba-tiba pintu diketuk dua kali. Tak lama, Janu masuk dengan langkah cepat, wajahnya terlihat sedikit ragu. “Maaf mengganggu, Tuan.”

Ghazam mengangkat kepala, diam.

Janu menelan ludah sebelum berkata, “Ada seorang wanita… di lobby depan. Mengaku sebagai putri keluarga Galenka.”

Sekilas, tak ada reaksi dari wajah Ghazam.

“Namanya Serina Galenka. Dia bilang ingin bicara langsung dengan Anda mengenai akuisisi perusahaan mereka,” lanjut Janu.

Suasana ruang itu mendadak hening beberapa detik.

Kemudian, Ghazam menyandarkan punggung ke kursi kerjanya. Jemarinya saling bertaut, dagunya bertumpu pada ibu jari.

“Send her up,” ucap Ghazam pelan, tetapi dalam. “Pastikan tidak ada satu pun kamera di lantai ini yang menyala.”

Janu mengangguk cepat. “Baik, Tuan.”

Saat pintu tertutup, Ghazam menoleh ke jendela. Tatapannya dingin, tapi dalamnya masih menyala bara. Ia memutar kursi, membelakangi pintu, lalu membuka laman berita tanpa banyak ekspresi.

Dua ketukan. Pintu terbuka. Suara hak tinggi menggema di ruang CEO yang mewah.

Serina Galenka masuk penuh percaya diri. Rambut panjangnya ditata sempurna, riasan flawless khas sosialita papan atas. Gaun pastel selutut membalut tubuh rampingnya, menonjolkan lekuk yang pas di semua sudut, elegan, tapi tetap menggoda.

Di tangannya, seikat lily putih terbungkus kertas emas tipis. Senyumnya manis, tajam, dan berbahaya, seperti wanita yang yakin dunia akan bertekuk lutut padanya.

Serina berdiri sejenak, menatap ruangan, sebelum akhirnya berkata dengan nada semanis mungkin, “Selamat sore... Tuan CEO.”

Serina melangkah masuk dengan anggun, lalu meletakkan bunga di sudut meja, tanpa menyadari siapa yang tengah ia hadapi.

“Saya Serina Galenka,” lanjut Serina lembut, senyumnya menawan. “Saya harap Anda tidak keberatan dengan kedatangan saya yang tiba-tiba. Saya hanya... ingin membicarakan sesuatu tentang perusahaan kami yang baru saja Anda akuisisi.”

Tak ada respons langsung.

Serina mencondongkan sedikit tubuhnya, mencoba melihat sekilas ekspresi di balik punggung itu, tetapi gagal.

Serina tersenyum lagi, lalu menambahkan dengan suara yang lebih lembut, “Dan mungkin... kita bisa mulai dari perkenalan yang lebih personal. Saya bawakan bunga. Lily. Simbol awal yang bersih... dan damai.”

Masih tak ada respons.

Lalu, perlahan… kursi itu berputar.

Serina membeku. Napasnya tercekat. Dunia seolah jungkir balik saat kursi itu berputar dan menampakkan wajah pria yang dulu ia hina habis-habisan.

“Gh–Ghazam …” ucap Serina lirih.

Ghazam hanya tersenyum tipis, berdiri, dan berjalan santai ke sofa. Duduk tanpa tergesa, seolah pertemuan ini hanya sekadar formalitas.

“Kenapa terkejut, Serina?” tanya Ghazam datar seolah ini hanya hal kecil.

Serina menelan ludah. Sosok itu tak berubah banyak, tapi aura yang mengelilinginya kini jauh berbeda. Dingin, tegas, tak tersentuh. Seperti batu permata gelap yang berkilau, tetapi bisa melukai siapa pun yang menyentuhnya.

Ghazam menjatuhkan tubuhnya santai ke sofa, menyilangkan kaki, lalu menatap Serina sejenak. Tatapannya tenang, tak ada sedikit pun kemarahan atau kebencian yang justru membuat tekanan di dada Serina makin menjadi-jadi.

“Silakan duduk, Serina,” ucap Ghazam ringan. “Aku tahu kakimu sedang gemetar.”

Serina membuka mulut, menutupnya lagi. Napasnya pendek, tetapi kemudian, dalam sekejap, ia menarik napas panjang dan berubah.

Meskipun Serina masih tak bisa mencerna semua ini, tetapi kali ini tujuannya hanya satu.

Serina meletakkan tas kecilnya dengan pelan di meja, lalu berjalan mendekat, duduk di sofa seberang Ghazam. Senyumnya kembali, kali ini lebih lembut, lebih hangat, lebih... manipulatif. Seolah mencoba menghidupkan kembali peran lamanya sebagai istri sempurna yang manis.

“Ghazam…” kata Serina pelan. “Aku tahu... semua ini pasti terasa aneh bagimu. Tapi aku benar-benar ingin bicara dari hati ke hati.”

Ghazam hanya menaikkan satu alis, memberi ruang.

Serina menunduk sejenak, lalu menatap mata Ghazam dengan tatapan yang sengaja dibuat penuh rasa.

“Aku... aku minta maaf. Atas semua yang sudah terjadi. Caraku memperlakukanmu... kata-kata yang dulu pernah kuucapkan...” Serina menggigit bibir bawahnya sedikit, lalu menghela napas. “Semua itu... hanya karena aku terlalu malu. Terlalu takut pada perasaanku sendiri. Aku... sebenarnya mencintaimu, Ghazam. Tapi aku terlalu bodoh untuk mengakuinya.”

Ghazam hanya menatap Serina, diam. Tidak menunjukkan apakah ia percaya atau mencibir. Wajahnya tetap netral, tidak terbaca.

Serina melanjutkan, suaranya mulai lebih cepat, seolah tahu waktu yang dimilikinya tak banyak.

“Aku tahu... mungkin sekarang kamu membenciku. Mungkin kamu pikir aku hanya datang karena perusahaan keluarga kami di ambang kehancuran. Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Aku... aku sungguh ingin memperbaiki semuanya.”

Serina mencondongkan tubuhnya sedikit, menatap pria itu lurus-lurus. “Ghazam, tolong. Tolong... kembalikan Galenka Corp. Aku akan melakukan apapun untuk menebusnya.”

Suasana ruangan menjadi senyap. Hanya detik jam digital yang berdetak di layar kaca belakang Ghazam.

“Kau yakin akan melakukan apapun?” tanya Ghazam memastikan, nadanya datar, dingin, dengan senyum tipis menghias bibirnya, senyuman yang lebih menyerupai tebing tajam daripada keramahan.

Serina mengangguk penuh keyakinan.

Ghazam menatap Serina dalam diam, lalu perlahan berkata dengan suara rendah dan tegas, “Tidurlah denganku sekali lagi, merayaplah ke ranjangku seperti seorang istri yang rindu tubuh suaminya setiap malam.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 8. Mainkan Dirimu Di Depanku

    Avenhall Hotel, salah satu hotel bintang lima milik keluarga Jorrel.Di salah satu kamar tipe Royal Suite, Cindy telah berdiri dengan gelisah. Ia benar-benar hanya memakai pakaian dalam renda berwarna merah, sangat kontras dengan kulit putihnya.Dadanya yang penuh terlihat sangat menantang, seolah ingin segera keluar dari bra yang mengikat. Pun pantatnya yang menonjol juga seolah tak mampu ditutupi celana dalam kecil itu.Sejujurnya, ia ingin pergi, tetapi baginya kerjasama ini adalah harga mati. Sebab, brand fashion miliknya telah banyak mengalami penurunan. Dan jika ia mampu bekerjasama dengan JXVAIN, jelas itu akan membawa pengaruh besar.Setelah hampir 15 menit Cindy menunggu, pintu kamar hotel dibuka. Ghazam masuk masih dengan pakaian kerjanya. Wajahnya dingin, seolah semakin mengintimidasi kegugupan Cindy.Pandangan Ghazam langsung menangkap sosok Cindy yang berdiri kaku di depan ranjang king size itu. Matanya menyapu tubuh Cindy dari ujung rambut hingga ujung kaki, membuat Cind

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 7. Dua Wanita

    Serina terdiam. Hatinya mencelos. Bukan karena takut, tapi karena ia sadar bahwa ini bukan lagi pria yang bisa ia atur dengan ego atau air mata. Ghazam yang dulu ia remehkan, kini mengunci langkahnya hanya dengan satu kalimat.Serina menggigit bibir bawahnya, berusaha menjaga wibawa. Namun, gengsi yang dulu kokoh mulai runtuh. Perlahan, ia duduk kembali di kursi, meski dadanya bergemuruh tak karuan.Tok! Tok!Pintu kembali diketuk. Suara hak tinggi terdengar cepat, lalu pintu terbuka. Seorang wanita muda melangkah masuk dengan anggun, percaya diri, dengan aura fashionista papan atas. Ia mengenakan gaun pastel sedikit di atas lutut yang membungkus tubuhnya dengan pas, membuat lekuk tubuhnya menonjol sempurna. Rambutnya dibiarkan tergerai rapi.Namun, langkahnya langsung terhenti begitu melihat siapa yang ada di balik meja CEO.Wajahnya mendadak pucat."Cindy Marella Arvenzo," gumam Ghazam pelan, menyebut nama itu seperti membaca ulang catatan utang.Cindy terpaku. Mulutnya terbuka, tap

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 6. Pilihan Sulit

    Serina terdiam. Tubuhnya menegang seketika, mata membesar, dan napas tercekat di tenggorokan. Ucapan Ghazam baru saja melemparkan dirinya ke jurang antara harga diri dan keputusasaan.Serina mencoba membuka mulut, tetapi tak satu kata pun keluar. Tenggorokannya kering, matanya menatap pria di depannya, antara syok, bingung, dan terluka. Ia bahkan tak yakin apakah yang ia dengar itu nyata.Namun, Ghazam tetap menatapnya tanpa goyah.Tatapannya datar, tak ada sedikit pun amarah dan justru karena itulah Serina merasa makin kecil. Tak dianggap penting, tak dilihat sebagai seseorang, hanya simbol dari masa lalu yang kini ia kuasai.Ghazam menyandarkan tubuh ke sandaran sofa, menyilangkan kaki, dan mengangkat alis tipis.“Kenapa?” tanya Ghazam pelan, nyaris seperti ejekan. “Tidak sanggup? Bukankah kau bilang akan melakukan apa pun?”Serina masih membeku. Hatinya seperti dihantam badai, dan logikanya mulai kabur. Yang ia tahu… permainannya barusan baru saja berbalik arah dan ia sekarang bukan

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 5. Syarat Gila

    JX Global gempar.Sang pewaris yang menghilang lima tahun terakhir kini kembali dan langsung mengambil alih tahta.“Ruang konferensi telah siap, Tuan,” kata Janu langsung.Pagi itu, seremonial pemindahan jabatan dari Althar kepada Ghazam akan berlangsung di ruang konferensi megah berlapis kaca kristal dan kayu walnut.Namun, bukan kemewahan ruangan atau nama besar Althar yang menyita perhatian, melainkan sosok muda yang melangkah masuk dengan tenang.Ghazam J. Manggala.Sorot matanya dingin dan tak terbaca. Luka di wajahnya telah sepenuhnya hilang. Setelan jas hitam membalut tubuh tegapnya, memancarkan kekuasaan dan ancaman diam bagi siapa pun yang berniat melawan.Satu per satu petinggi berdiri, bukan karena sopan santun, tetapi tekanan tak kasat mata yang menggantung di udara. Bahkan para komisaris asing pun bungkam.“Lima tahun menghilang, dan kembali seperti raja.” “Dia bahkan lebih menakutkan dari kabar yang beredar.”Tanpa perlu banyak ucapan, Althar hanya menyerahkan pin emas

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 4. Rencana-Rencana Baru

    Ghazam tertawa kecil.Sejak istri dan anak bungsunya meninggal, Althar tak pernah lagi memaksakan kehendaknya pada Ghazam. Bahkan, soal pernikahan Ghazam, ia juga mengetahuinya dan tidak memprotes. Althar sadar, terlalu tamak dan memaksakan sesuatu tidak selalu membawa kebaikan.“Aku sudah bercerai,” kata Ghazam langsung.Setelah pintu ruangan tertutup kembali, Ghazam melangkah masuk sambil mengusap ujung bibirnya yang semakin terasa nyeri. Ia duduk di sofa yang ada di tengah ruangan tersebut, lalu menyandarkan punggungnya. Wajahnya menatap lurus ke arah langit-langit ruang kerja yang didominasi nuansa coklat gelap dan material kayu solid.Althar bangkit dari kursi kerjanya, lalu berjalan mendekati Ghazam, sambil berkata, “Jadi, anakku pun menduda sekarang?”Ghazam hanya mengangkat bahunya sekilas ketika mendengar ayahnya tertawa. Ia menutup matanya sejenak, seolah sedang melepas penat yang selama ini bersemayam di kepalanya.“Aku bahkan belum sempat merasakan menimang cucu, tapi kau

  • Kembalinya Sang Pewaris Berdarah Dingin   BAB 3. Dia Kembali

    “Sungguh, Tuan Ghazam akan kembali?” tanya pria bernama Janu dari seberang dengan antusias yang memuncak.“Sejak kapan aku selalu mempermainkan ucapanku, Janu?” ujar Ghazam dingin.Wajah sendunya berubah dingin. Sorot mata menajam, rahang mengeras. Inilah Ghazam yang sebenarnya.Bukan pria payah, bukan suami miskin, bukan menantu benalu, dan jelas bukan pencuri.Ghazam J. Manggala adalah pewaris tunggal keluarga Jorrel, konglomerat yang menguasai berbagai sektor bisnis di Asia, Eropa, hingga Amerika.Lima tahun terakhir, ia memilih hidup sebagai orang biasa. Bukan tanpa alasan.Pertama, ia muak dengan dunia kekuasaan yang merenggut ibu dan adik perempuannya. Ia ingin tahu siapa yang benar-benar tulus. Alasan kedua… masih ia simpan rapat-rapat.“Tidak, Tuan. Kalau begitu, saya akan mempersiapkan semua,” jawab Janu akhirnya. “Oh, apa saya perlu memberitahu Tuan Besar sekarang?”“Tidak usah, nanti aku akan muncul di hadapannya langsung,” ujar Ghazam langsung. “Satu lagi, siapkan berkas u

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status