Share

Perkelahian

"... meminjam. Aku meminjam kepada teman kampusku, kebetulan dia mau menolongku," jelas Radit berbohong.

"Hahaha! Sudah ku duga. Tidak mungkin kamu memiliki uang sebanyak itu. Sungguh hina. Kamu memang tidak merampok, tapi kamu mengemis! Kamu berhutang demi menutupi hutang. Ini menantumu, Kak Rudy? Jika aku menjadi dirimu, aku akan mengurus perceraiannya dengan putriku," cemooh Nyonya Bella dengan sinis.

"Tanpa kau berkata seperti itupun, aku akan melakukannya. Ayah sudah tidak ada, tak akan ada yang bisa menentang perceraian ini," balas Tuan Rudy.

Radit mengernyitkan keningnya. Bagaimana bisa dia sudah melunasi hutang tunggakan, tapi mertuanya masih ingin dia bercerai.

"Tapi ini bukan kesepakatannya! Ibu mertua bilang kalau aku tidak bisa membayarkan lunas, barulah aku dan Lucy bercerai. Aku sudah membayarnya lunas," sanggah Radit tak terima.

"Dasar bodoh! Lalu setelah ini kau mau membuat keluarga kami makin susah dengan hutangmu kepada temanmu itu? Jangan mengada-ngada Radit!" bantah Nyonya Winey.

Usai semua keributan itu, Tuan Rudy justru mengusir Radit dari kediaman Tuan Yoanes. "Pergi dari sini. Kami sibuk membicarakan wasiat warisan ayah kami. Kau orang lain bagiku, tak ada gunanya di sini!"

Radit yang sudah lelah selalu diinjak harga dirinya memilih untuk pergi dari kediaman Tuan Yoanes. Lebih baik baginya daripada harus mendengar hinaan. Baru akan melangkah pergi, Lucy memanggilnya.

"Tunggu, aku ikut denganmu, Radit. Aku lelah setelah upacara pemakaman kakek bawa aku pulang," ucapnya.

Radit mengangguk mengiyakan. Ia kemudian mendekati kursi roda Lucy lalu mendorongnya perlahan.

"Terima kasih sudah mau membelaku," ungkap Radit saat mereka keluar dari pintu rumah.

"Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya malu, belum ada 24 jam kakek meninggal. Mereka sudah sibuk membicarakan warisan. Sungguh air mata mereka hanya sandiwara atas kematian kakek," ucap Lucy dengan mata sendu.

Radit diam tak berkomentar lagi. Ya, sebagai orang luar, Radit pun tak habis pikir. Tak ada kesedihan lagi di Keluarga Nasution. Tak ada tangisan kehilangan seperti tadi pagi. Ya. Lucy benar, itu hanya sandiwara kehilangan. "Sungguh miris menjadi orang kaya, tak ada yang benar-benar tulus," pikir Radit.

****

Keesokan harinya, Radit memutuskan untuk kembali pergi ke kampusnya. Dia harus menyelesaikan tugas akhirnya yang sempat tertunda. Bukan hanya itu, tujuan Radit sebenarnya adalah ingin bertemu Max. Teman dekatnya di Universitas Triguna Madani.

Terakhir kali mereka bertemu di malam sebelum kejadian kecelakaan yang menimpa Lucy. Saat kejadian, Max bersama Radit pulang dari klub malam sehabis perayaan ulang tahun Max. Ya, malam itu seseorang memukul kepala Radit dengan keras. Ia pingsan, kemudian saat sadar ia sudah berada di dalam sel dengan tuduhan menabrak seorang wanita. Herannya, setelah peristiwa itu, Max tidak ada muncul untuk mengunjunginya.

Sekarang saat Radit sudah bebas, Radit merasa harus menemukan penjelasannya dari Max.

Mata Radit sibuk menyisir hingga orang yang ia cari ternyata sedang asyik bersenda gurau dengan kekasihnya di sebuah taman.

"Max!" panggil Radit.

Air muka Max yang semula ceria mendadak berubah. Tak bisa dijelaskan hanya saja Radit yakin Max terkejut dengan kehadirannya di sana.

"Radit? Kau sudah keluar dari penjara? Bagaimana mungkin?" Pertanyaan itu langsung terlontar dari bibir Max.

"Apa kau terkejut? Jelas aku keluar karena aku bukan pelakunya. Kau tahu itu, bukan?"

Max menggeleng keras. "Tidak. Kau menabrak seseorang, Radit. Malam itu kau membawa mobil ugal-ugalan karena mabuk. Seseorang kau tabrak hingga ia dilarikan ke rumah sakit," sanggah Max.

"Kau bicara apa? Malam itu aku tidak mabuk." Radit semakin mendekati Max. Hanya Max memundurkan langkahnya untuk tetap menjaga jarak. Ia juga menarik kekasihnya agar menjauhi Radit.

"Malam itu kau minum. Hasil laboratorium pun mengatakan ada kandungan alkohol di urinmu. Kau tidak bisa mengelak atas hal yang sudah kau lakukan, Dit. Semua orang sudah tahu kebenarannya," ungkap Max.

Radit sangat terkejut dengan pengakuan Max yang tidak jujur. Bagaimana mungkin dia mabuk, sementara ia sadar dirinya digebuki dan harus cuci piring demi membayar tagihan minuman miliknya sendiri.

"Aku hanya minum segelas itu pun beberapa teguk karena aku tidak terbiasa," lirih Radit masih mencoba membela dirinya.

"Justru karena tidak terbiasa kau jadi mabuk. Aku adalah saksi mata di tempat kejadian, Dit. Kau menabrak seorang wanita malam itu. Sekarang kau justru bebas berkeliaran di sini dengan perasaan tak bersalah."

Mendengar Max tetap ngotot menuduhnya, Radit benar-benar marah. Tangannya mengepal lalu mendorong tubuh Max ke pojok dinding. Ia ingin sekali menghajar orang yang sudah dianggapnya teman.

Tangan Radit mengangkat kerah baju Max dengan kasar. "Max, kau sedang mendongeng apa, hah? Kau berbohong. Kau mengatakan itu ke polisi sehingga aku ditahan? Kau jahat! Katakan kepadaku, siapa pelaku sebenarnya hah?"

"Kaulah pelakunya. Enyah dari hadapanku! Lepas!" teriak Max tak mau kalah.

Panik melihat kekasihnya akan dihajar Radit. Kekasih Max berteriak meminta tolong. Sontak saja perselisihan itu menarik perhatian warga kampus.

"Tolong! Tolong! Ada narapidana lepas. Ia ingin memukul Max!" teriaknya.

Mulai membuat keramaian. Radit langsung melepaskan genggaman kerah baju Max. Melihat Radit lengah, Max pun langsung meninju wajah Max dengan kepalan mautnya.

Buugggghhh.

"Brengsek! Kau ini penjahat, berani sekali mengintimidasiku!"

Radit terhuyung. Posisinya yang tak stabil langsung dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk memegangi kedua tangan Radit. Max tersenyum licik. Dia kembali mengepalkan tangannya dan memukul perut Radit.

"Dasar culun yang sok jago! Rasakan ini!"

Bertubi-tubi Max menjadikan perut Radit samsak tinjunya. Hingga Radit tak berdaya dan terkapar.

Max masih belum puas. Ia menjambak rambut Radit dan dengan arogan berteriak di depan wajah Radit yang bonyok.

"Kau tidak akan diterima dikampus ini lagi. Kau terancam di keluarkan karena kampus ini tidak akan mungkin menampung penjahat sepertimu. Mimpimu menjadi lulusan mahasiswa pintar dan teladan sudah berakhir. Kau dengar itu, Dit? Kau sampah masyarakat!" kecamnya.

Semua bersorak atas kekalahan telak Radit. Dia seperti pecundang. Semua yang menonton tak ada satupun yang berpihak kepada Radit. Tak ada yang berbelas kasih ataupun membela Radit. Mereka semua sama. Orang-orang berduit yang suka menjajah orang miskin tak memiliki daya seperti Radit.

"Aku tidak menduga kau seperti ini. Aku berjanji kau akan merasa lebih dari ini!" seru Radit masih berusaha meneriaki Max di sisa-sisa tenaganya. Sebelum akhirnya ia ambruk dan pingsan.

****

Kejadian antara Max dan Radit terdengar oleh pihak kampus. Seusai Radit sadar dari pingsannya, ia sudah berada di ruang UKS. Entah siapa yang membawanya, tapi petugas UKS membangunkannya dengan kasar lalu mengusirnya untuk segera pergi menemui wakil kepala yayasan kampus.

"Kau harus segera bertemu wakil kepala yayasan. Dia sangat marah melihat area kampusnya ada tindak kekerasan. Harusnya kampus seelit ini tidak perlu menerima mahasiswa dengan beasiswa. Hasilnya ya begini, orang miskin tak tahu diuntung!" cecarnya.

Radit sudah kebal dengan hinaan di kampus itu langsung bangun dari tempat tidur. Perutnya masih sakit dan mual, tapi ia harus bertemu dengan wakil kepala yayasan. Entah apa yang akan terjadi di sana. Radit merasa akan terjadi hal buruk lagi. Hanya dia sudah pasrah. Mau bagaimanapun ia nanti membela diri, dia sudah tahu pasti Max yang akan menang. Wakil kepala yayasan terkenal amat matre. Pasti Max akan membayar untuk sebuah perlakuan yang istimewa.

Tok tok tok ....

"Ya masuk!"

Radit kemudian membuka pintu lalu perlahan masuk dengan wajah menunduk. Ia sudah menebak dalam benaknya, di dalam ia pasti akan dimarahi lalu beasiswanya dicabut dan dia dikeluarkan.

"Maaf, apa Bapak memanggil saya?"

"Ya, benar. Tuan muda Raditya Cakranomoto. Silakan duduk."

Mendengar hal yang berbeda dari dugaannya, Radit menegakkan kepalanya. Matanya terbuka lebar. Di hadapannya sama sekali diluar ekspetasinya.

"Pria itu kan ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status