Share

Bab 10

Author: Hana Pangestu
Keduanya tampak begitu dekat, tetapi tak mengucapkan sepatah kata pun. Suasana pun menjadi semakin canggung.

Ralph terlihat tenang di luar, tetapi dalam hati mulai bergejolak. Saat dia tiba tadi, Nikki masih berdiri di tikungan lorong.

Saat dia penasaran kenapa perempuan itu berdiri diam di sana, samar-samar dia mendengar suara Bonita dan Kira sedang berbincang, lalu melihat Nikki melesat keluar, menghadapi kedua orang itu sekaligus untuk membela dirinya.

Ralph terkejut bukan main. Selama ini, saat mereka berdua bersama, Nikki tak pernah mengatakan hal baik kepadanya. Beberapa hari ini bahkan sedang pisah kamar.

Mereka tak tidur seranjang. Setiap pagi saat dia berangkat kerja, Nikki masih tertidur. Bisa dibilang mereka bahkan belum bertatap muka dalam beberapa hari terakhir.

Tak disangka, meskipun hubungan mereka sedang renggang, perempuan itu tetap membela dirinya saat mendengar orang lain memfitnahnya.

Padahal Bonita dan Kira adalah senior di keluarga, tetapi Nikki tetap berani melawan mereka dengan tegas. Sungguh membuatnya takjub.

Ternyata, kelembutan dan kepolosan itu hanyalah tameng. Diri Nikki yang sebenarnya jauh lebih menarik dan berani.

Ketika sudah dekat dengan ruang rawat Iskak, suasana di antara mereka masih hening. Akhirnya, Ralph yang lebih dulu memecah keheningan. "Kamu tahu nggak, kalau aku nggak muncul tadi, mungkin kamu bakal kena tampar?"

"Hah?" Suara itu membuat Nikki termangu dan spontan menoleh ke arahnya.

Sorot mata pria itu tetap tenang dan lembut, tubuh mereka masih bersentuhan, bahkan dia bisa mencium aroma parfum segar yang dipakai Ralph. Seketika, semua benteng pertahanan yang sempat dia bangun langsung runtuh sedikit demi sedikit. Wajahnya memerah.

"Ya sudah kalau ditampar. Mereka 'kan orang tua, aku juga nggak bisa balas. Asal jangan sampai sup di tanganku tumpah saja," jawab Nikki sambil mengalihkan pandangan, berusaha terdengar santai.

Sup? Ralph melirik termos makanan di tangannya dan nyaris tertawa. Jawaban itu benar-benar di luar dugaan. Pola pikir perempuan ini memang tak seperti orang kebanyakan.

Entah kenapa, Ralph jadi ingin lebih sering bicara dengannya. Dia tersenyum, lalu bertanya lagi, "Tapi, kok kamu tahu mereka lagi ngomongin aku? Jujur saja, Kakek memang lebih memihakku, jadi wajar mereka nggak senang."

"Itu 'kan pilihan Kakek, bukan salahmu. Kak Caden 'kan kerja di pemerintahan, kariernya bagus. Terus Kak Caleb lebih tertarik keliling dunia, jelas nggak minat urus perusahaan. Semua orang juga bisa lihat. Kamu dipaksa ambil alih perusahaan, tapi mereka bilang kamu pakai cara kotor. Siapa sih yang tahan dengar kayak begitu?"

Suara Nikki rendah, tetapi penuh semangat. Ralph terdiam sejenak, tak tahu harus berkata apa. Selama ini, dia mengira Nikki hanya gadis polos dan naif. Namun, ternyata dia memperhatikan segalanya dalam diam.

Ralph bahkan merasa mungkin perempuan ini tipe "diam-diam pintar". Tanpa sadar, dia tersenyum kecil. Dia ingin sekali memujinya, tetapi langsung mengurungkan niat. Hubungan mereka saat ini tidak memungkinkan hal semacam itu. Lebih baik masing-masing tahu batas.

Saat pintu ruang rawat dibuka, Ralph langsung melangkah masuk dan menatap ke arah ranjang. "Kakek, kami datang."

Iskak sudah bangun. Seorang perawat sedang memijat kaki dan tangannya. Melihat mereka datang bersama, wajah Iskak langsung berseri-seri. "Kalian datang bareng? Kamu nggak kerja hari ini?"

Ralph melepaskan jasnya, menggulung lengan kemeja, lalu mengambil alih pekerjaan perawat dan mulai memijat kaki sang kakek. "Aku kerja, Kek. Tapi Nikki bilang tadi masak sup, jadi aku tanya jam berapa mau ke sini, terus datang bareng dia."

Nikki sampai terperangah mendengarnya. Ralph ini memang jago berbohong. Satu kata untuknya, hebat.

Walaupun dalam hati mengeluh, Nikki tetap memasang senyuman di wajah. "Kakek, supnya enak lho. Minum pas masih hangat ya."

"Oke, Kakek coba ...." Iskak berusaha duduk. Ralph buru-buru membantu dan menyelipkan bantal di belakang punggungnya.

"Biar aku saja." Ralph mengambil termos dari tangan Nikki, duduk di sisi tempat tidur dan menuang sup ke mangkuk. Semua gerak-geriknya tampak alami, sama sekali tidak seperti sedang berpura-pura.

Nikki menyerahkan mangkuk dengan tenang. Dalam hati berpikir, walaupun pria ini punya banyak kekurangan, setidaknya dia benar-benar berbakti pada kakeknya.

Iskak bertanya, "Kalian sudah makan siang belum?"

"Sudah," jawab Nikki.

"Belum ...," jawab Ralph.

Jawaban mereka bertabrakan.

Iskak mengangkat alis menatap cucunya. "Kamu belum makan?"

"Baru dari kantor, belum sempat makan," jawab Ralph sambil terus menyuapi kakeknya.

Iskak segera melambaikan tangannya. "Sudah, jangan jagain aku terus. Mending kalian pergi makan. Nikki, temani dia. Habis makan suruh dia antar kamu pulang, baru balik kerja lagi."

Jelas, Iskak tidak mau melewatkan kesempatan untuk mendekatkan hubungan mereka berdua.

"Nggak apa-apa, Kek. Kami tunggu Kakek habis makan dulu," sahut Ralph.

"Nggak usah, kalian pergi saja. Di sini ada dokter dan suster, semuanya lebih berguna dari kamu. Ngapain kamu jagain aku? Mending habiskan waktu sama Nikki, temani anak-anak kalian. Jangan sampai nanti nyesal nggak lihat mereka tumbuh besar."

Iskak terus mengusir mereka dengan alasan. Akhirnya, Ralph menoleh ke istrinya. "Kalau begitu, kami pergi dulu ya."

Nikki mengangguk. "Kakek habiskan supnya dan istirahat ya. Kalau mau makan sesuatu, minta suster hubungi aku. Besok aku bawakan lagi."

"Oke, jangan khawatir. Jaga diri kalian."

Mereka pun keluar ruangan.

Begitu pintu tertutup, Iskak yang tadinya terlihat baik-baik saja, mendadak berubah pucat dan kesakitan. Sup di mulutnya pun tak bisa ditelan lagi.

Perawat yang melihat langsung tahu apa yang terjadi. Dia segera meletakkan mangkuk dan mengambil tempat sampah.

"Pfftt!" Iskak terjatuh ke depan dan memuntahkan darah.

Perawat panik dan hendak memanggil dokter, tetapi tangannya ditekan oleh Iskak.

"Jangan ... jangan panggil dulu .... Tunggu mereka ... menjauh dulu ...." Dengan suara lemah, Iskak berbicara demikian. Dia bersandar dengan lemas di tempat tidur, terengah-engah.

Di dalam lift, sambil menatap angka yang terus berubah di layar, Ralph tiba-tiba berkata, "Kakek pasti lagi kesakitan sekarang."

Nikki terkejut mendengar pernyataan yang tak terduga itu. Dia menoleh dengan alis terangkat, "Apa maksudmu?"

Ekspresi Ralph mendadak suram, suaranya berat. "Kakek buru-buru menyuruh kita pergi bukan karena aku belum makan, tapi karena dia nggak tahan lagi. Dia nggak mau kita lihat dia menderita, makanya dia minta kita cepat-cepat keluar."

Ternyata, Ralph sudah mengetahui isi hati kakeknya sejak awal dan menghormati keputusan itu. Kalau Iskak ingin menyembunyikan kondisinya, Ralph akan berpura-pura tidak tahu.

"Apa?" Nikki tertegun. Setelah beberapa detik, dia bertanya lagi, "Maksudnya, kondisi Kakek sangat parah? Tapi, bukannya hari itu bilang kondisinya stabil dan sudah bisa pulang beberapa hari lagi?"

"Kanker nggak bisa sembuh semudah itu. Kalau sudah kambuh, penyakitnya jadi nggak terkendali. Dokter bilang sel kanker sudah menyebar. Kakek itu orang yang kuat, jadi nggak mau terlihat lemah. Makanya meskipun kesakitan, dia tetap tahan."

Nikki membeku di tempat, seolah-olah disiram air es. Dia tak tahu harus mengatakan apa.

Pintu lift terbuka. Mereka sampai di lantai dasar. Ralph melangkah keluar lebih dulu, baru setelah itu Nikki tersadar dan buru-buru mengejarnya.

"Jadi ... Kakek masih bisa bertahan berapa lama lagi? Nggak ada cara untuk menyelamatkannya?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 100

    "Kalau begitu, kamu saja yang bawa dia pulang. Besok setelah dia sadar, dia bisa pilih sendiri mau ke mana."Ralph belum sempat menjawab, tiba-tiba dari kursi belakang terdengar suara mual. Kulit kepalanya langsung merinding. Dia buru-buru menepi sambil berseru, "Irfan, jangan muntah di mobilku!"Sayangnya, sudah terlambat.Begitu Ralph turun dan membuka pintu belakang, Irfan sudah muntah berantakan. Jas mahalnya yang buatan tangan pun ikut ternoda. Ralph berdiri di sisi mobil, satu tangan menekan keningnya sendiri. Wajahnya penuh kemarahan dan rasa tak berdaya.Awalnya dia memang sempat terpikir untuk membawa Irfan pulang ke rumahnya di Moonland. Namun sekarang, dengan seluruh emosi dan bau menyengat ini, mana mungkin dia mau cari masalah sendiri?Akhirnya, Ralph membawa Irfan ke hotel paling mewah milik Keluarga Tanadi dan menyewa satu kamar presidential suite, lalu menelepon asisten pribadi Irfan agar segera datang dan mengurusnya.Setelah itu, dia langsung pulang.Sementara itu, Ni

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 99

    Di saat itu juga, Shireen yang sudah tertidur lelap di rumah, tiba-tiba terbangun karena dering telepon. Melihat nama Ralph muncul di layar, matanya langsung terbuka penuh.Namun belum sempat dia membuka mulut, suara rintihan yang amat dikenalnya sudah terdengar dari seberang. Dalam sekejap, Shireen langsung paham. Pasti Irfan sedang mabuk lagi dan mulai mengamuk seperti biasa.Setiap kalimat yang meluncur dari mulut pria itu, terdengar di telinganya dengan jelas. Hatinya yang semula tenang mendadak bergolak, dadanya seperti dihantam beban seberat ribuan kilo.Meski selama ini mereka terus berselisih dan dia sendiri yang mengajukan gugatan cerai, rasa sakit di hatinya ternyata jauh lebih besar daripada yang dialami Irfan.Sejak kecil sampai dewasa, dialah yang selalu mengejar Irfan, mencintainya lebih dalam, dan mengorbankan lebih banyak. Shireen tahu betul, Irfan takkan pernah memperlakukannya sebaik Ralph memperlakukan dirinya.Namun, mau bagaimana lagi? Manusia memang bodoh. Semakin

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 98

    Setelah menutup telepon, Ralph langsung bangkit dan mulai mengenakan pakaiannya.Nikki awalnya juga ingin bangun dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun saat melihat Ralph bersiap keluar, dia malah sengaja menunda-nunda dan tetap duduk membelakangi pria itu sambil pelan-pelan merapikan pakaian tidurnya.Ralph menatap punggungnya dengan tatapan dalam dan muram. Saat kancing kemejanya hampir selesai dipasang, dia baru menjelaskan dengan suara rendah, "Aku ada urusan, harus keluar sebentar. Kamu tidur duluan saja, nggak usah tunggu."Hati Nikki terasa mati rasa. Dia bahkan tidak menanggapi sama sekali dan hanya tetap diam.Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka dan kembali tertutup. Pria itu sudah menghilang dari kamar.Nikki baru bangkit dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Wajahnya tanpa ekspresi, tetapi dalam sorot matanya, terselip perasaan kecewa dan terluka yang dalam.Tadi dia jelas mendengar sebutan "Nyonya Tanadi" di telepon, sudah pasti maksudnya Shi

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 97

    Nikki menatap mata Ralph yang gelap, cahayanya berubah-ubah dalam sekejap. Saat tubuh pria itu membungkuk ke arahnya dengan aura membunuh, alarm dalam kepalanya langsung meraung keras!Benar saja, sedetik kemudian, rasa sakit menusuk menghantam lehernya. Bukan ciuman yang dia dapat, melainkan gigitan kasar dari Ralph yang langsung mencengkeram kulitnya."Ahh ... Ralph, kamu gila ya?! Sakit tahu!" serunya spontan sambil berusaha meronta. Kedua kakinya menendang liar dan tangannya terus memukul-mukul.Namun, tubuh Ralph tinggi dan kuat. Tubuhnya yang berat menindih Nikki dengan kuat. Tenaga Nikki yang lemah itu tidak bisa dibandingkan dengannya."Di rumah ada yang tersedia, kenapa aku harus cari yang jauh? Bukannya dulu kamu semangat sekali waktu aku mau menyentuhmu? Kenapa? Sekarang sudah berpindah hati, jadi mau menjaga dirimu untuk selingkuhanmu itu?"Sambil bermesraan, Ralph berbisik pelan di samping telinga Nikki. Bayangan Nikki yang berkencan dengan pria lain terus berputar di kepa

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 96

    Ibu tiri?Nikki langsung mengernyit tajam, menatap Ralph dengan ekspresi aneh. "Kamu ngomong apa sih?" Dia lagi waras nggak, ya?Melihat Nikki menyangkal, Ralph pun enggan menjelaskan lebih jauh.Harga dirinya yang tinggi membuatnya malas membahas hal itu lebih jauh. Jika tidak, malah terkesan seperti dia benar-benar peduli atau cemburu.Ibu jarinya kembali mengusap lembut sisi wajah Nikki. Dia tersenyum, tapi senyumnya tampak menyeramkan. Lalu, dia merobek setengah lembar surat cerai yang tadi direbutnya menjadi serpihan kecil.Nikki hanya bisa memandangnya tanpa bersuara dan tidak berdaya.Malam harinya, Nikki bersiap untuk kembali tidur di kamar tamu. Namun siapa sangka, saat dia masuk ke kamar utama untuk mengambil baju, Ralph malah diam-diam mengunci pintu dari dalam. Dia memutar gagang pintu dua kali, tetapi tidak bisa dibuka.Dengan kesal, dia berbalik dan menatap tajam ke arah pria di ranjang. "Ralph, buka pintunya!""Ini malam hari, tentu saja pintu kamar ditutup," jawab Ralph

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 95

    Ralph menangkap jelas reaksi panik dan gugup Nikki. Tatapannya yang tajam juga tidak melewatkan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan di belakang punggung wanita itu.Tanpa menjawab pertanyaannya, Ralph terus melangkah maju dan memaksa Nikki mundur hingga terdesak ke pagar balkon. Kepala Nikki terasa berdengung dan napasnya memburu. Wajah Ralph semakin dekat dan dia hanya bisa meregangkan leher sejauh mungkin untuk mencoba menjauh.Ralph sengaja terus menekannya.Jarak mereka kini sangat dekat hingga bisa merasakan napas satu sama lain. Melihat Nikki yang semakin panik, bahkan sampai menahan napasnya karena ketakutan, pria itu tersenyum samar. Tangannya perlahan menyelinap ke belakang punggungnya, lalu bertanya dengan lembut, "Istriku sedang sembunyikan apa di belakang? Boleh aku lihat?"Sebelum ucapannya selesai dilontarkan, tangannya sudah menyentuh lembaran kertas.Jantung Nikki berdegup kencang, dia pun tergagap, "Ng ... nggak ada apa-apa, cuma coret-coretan nggak jelas.""Oh ya?"K

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status