Wajah Ralph yang sedari tadi sudah muram, langsung menjadi semakin masam setelah mendengar ucapan Nikki. Suaranya dingin dan penuh kemarahan yang ditahan."Kamu ingin bercerai supaya bisa hidup mesra dengan pria lain, kenapa harus menaruh tuduhan di kepalaku? Memang benar tadi malam aku bertemu Shireen, tapi nggak ada apa-apa yang terjadi.""Dia cuma tiba-tiba sakit, harus dibawa ke rumah sakit darurat dan tas itu tertinggal di mobilku dalam keadaan panik. Aku sendiri bahkan nggak tahu. Kalau cuma karena itu kamu langsung menuduhku, bukankah kamu terlalu gegabah?"Nikki menoleh dan matanya menatap tajam. "Ralph, sebenarnya siapa yang terus melempar tuduhan? Bisa nggak kamu pakai sedikit logika? Kamu dan Shireen sudah punya perasaan bertahun-tahun lamanya, apa sekarang semua mau kamu pungkiri?"Awalnya Nikki tidak ingin memperpanjang lagi. Semua ini sudah seperti kaset rusak, berulang-ulang membicarakan hal yang sama. Membosankan dan melelahkan. Namun melihat Ralph masih saja bisa memut
Begitu masuk ke rumah, seluruh bangunan sudah sunyi senyap. Saat Ralph mendorong pintu kamar utama, seperti yang dia duga, ranjang besar yang rapi dan nyaman itu kosong. Nikki tidak tidur di sana.Ralph berdiri di ambang pintu beberapa detik, entah apa yang dipikirkannya. Lalu dengan langkah berat, dia melangkah masuk dan menutup pintu pelan dari belakang.Di kamar tamu, Nikki yang baru saja berbaring mendengar suara dari luar. Suara itu berisik sejenak, lalu kembali hening. Saat itu, barulah kegugupannya sedikit demi sedikit mereda. Sudah lama sekali mereka tidak mengalami perang dingin seperti ini. Sepertinya, semuanya benar-benar hampir berakhir.....Keesokan paginya ketika Nikki bangun, Ralph belum berangkat kerja. Setelah selesai menyusui bayi kembarnya, dia turun untuk sarapan. Saat tiba di ruang makan, Hadi baru saja masuk dari luar dengan membawa sebuah tas tangan wanita edisi terbatas."Nyony ... eh, Bu, tas Anda tertinggal di mobil Tuan."Hadi memang setiap pagi akan members
Begitu mendengar pertanyaan itu, Ralph langsung paham bahwa Irfan telah salah paham. Dia pun memilih berkata jujur. "Ayahku sakit, dia datang menjenguk ke rumah. Aku juga datang menjenguk Ayah malam ini. Jadi waktu aku mau pergi, aku sekalian antar dia pulang. Di jalan, kebetulan terjadi insiden."Ralph tidak menambahkan fakta bahwa sebenarnya Shireen yang ngotot ingin naik mobilnya dan memaksa dia yang mengantar. Dia sengaja menahan diri, agar Irfan tidak semakin curiga istrinya sudah berpaling dan membuat hubungan mereka semakin tegang.Sampai hari ini, keinginan Ralph sama persis dengan keinginan Irfan. Irfan berharap dia bisa tetap bersama Nikki dan tidak bercerai. Sedangkan Ralph, dari lubuk hatinya juga tulus berharap Irfan bisa menjaga rumah tangganya dengan Shireen dan berhenti membuat keributan.Mendengar penjelasan itu, Irfan tidak lagi banyak bertanya. Dia hanya menegaskan, "Aku segera ke rumah sakit," lalu menutup telepon.Tak lama kemudian, Gaston dan istrinya tiba lebih d
Ralph tidak mengungkapkan alasan sebenarnya mengapa dia rela mengemudi ratusan kilometer untuk menjemput Nikki. Dia hanya ingin memutus habis angan-angan Shireen, agar wanita itu tidak terus berkhayal.Shireen semula mengira, dengan berani mengungkapkan isi hatinya, mungkin masih ada secercah harapan. Namun, jawaban Ralph justru membuat dunianya runtuh.Dengan mata berkaca-kaca, dia menatap Ralph dengan hati remuk. Bibirnya bergetar beberapa kali, hingga akhirnya dia hanya bisa menggeleng sambil berbisik penuh penyangkalan. "Bukan begitu ... pasti bukan. Beberapa waktu lalu kamu masih ... masih menaruh perasaan padaku.""Waktu itu kamu bahkan enggan pulang ke rumah. Mana mungkin hanya dalam satu-dua bulan semuanya bisa berubah ...."Dia menangis sambil memohon, "Ralph, apakah ini semua karena aku mengandung anak Irfan, jadi kamu nggak mencintaiku lagi? Aku ... aku mempertahankan anak ini bukan karena aku ingin bersamanya.""Aku cuma ingin membalas dendam, kamu mengerti, 'kan? Dia nggak
Shireen terus menumpahkan isi hati tentang perubahan perasaannya pada Irfan selama bertahun-tahun. Meski kata-katanya tidak sepenuhnya tersusun rapi, Ralph tetap bisa menangkap maksudnya.Singkatnya, yang mudah didapatkan malah tak pernah dia hargai, sedangkan yang sulit diraih malah dianggap berharga.Padahal, percintaan dan pernikahan adalah dua hal yang berbeda. Sebesar apa pun cinta, pada akhirnya akan terkikis oleh keseharian yang penuh urusan sepele. Terlebih lagi, hubungan Shireen dengan Irfan sejak awal hanyalah cinta sepihak. Wajar saja jika ada masalah yang muncul."Kak Ralph, aku baru sadar sekarang. Baik dalam pacaran maupun pernikahan, pria sepertimu justru pilihan terbaik. Aku menyesal, sangat menyesal nggak pernah benar-benar menghargaimu. Aku bersalah padamu ...."Sebelum ucapannya selesai diutarakan, Shireen sudah terisak, lalu menutupi wajah sambil menangis.Kalau ucapan ini keluar dari mulut Shireen dua tahun lalu ... atau bahkan dua bulan lalu saja ... Ralph mungkin
Di lantai atas, Indah menyingkap tirai dan menatap pemandangan di halaman. Wajahnya tampak sangat tidak senang."Shireen ini ada-ada saja! Dulu Ralph sudah tulus sekali sama dia, tapi dia malah milih si Irfan. Sekarang baru sadar siapa yang benar-benar baik padanya, menyesal, 'kan? Perutnya masih mengandung anak Irfan, sekarang malah ingin mendekati Ralph lagi. Apa dia kira putraku pantas dijadikan penanggung beban orang lain?"Bastian pun melihat gelagat bahwa Shireen memang mulai menunjukkan ketertarikan pada putranya. Mendengar ucapan istrinya, dia hanya bisa menghela napas."Kamu cari kesempatan untuk bicara sama Keluarga Maulana, suruh mereka nasihati Shireen. Dia sudah punya anak, masih saja bikin ribut. Aku cuma khawatir kalau dia terus begitu, Ralph malah benar-benar jatuh hati lagi padanya. Itu akan jadi bahan tertawaan.""Mustahil!" Indah langsung menolak keras. "Meski bercerai pun, Ralph nggak mungkin bisa bersama Shireen. Kalau sampai begitu, bukankah artinya dia cuma membe