"Hana, besok luangkan waktumu sehari, turuti kata Mama, temui anaknya Om Johanl"
Sonya, istri pengusaha sukses bernama Surya, memaksa putri semata wayangnya untuk menemui putra koleganya. Sonya yang gemas karena sang putri hanya tahu main-main dan tidak pernah serius mencari pacar di usianya yang sudah cukup untuk menikah, berencana menjodohkan putrinya dengan putra koleganya tersebut."Mama, buat apa aku ketemu anaknya Om Johan? Aku nggak mau, Ma!" Hana yang tidak suka dijodoh-jodohkan tentu saja menolak perintah ibunya."Hana, kamu sudah umur berapa sekarang? Dan kamu nggak pernah kenalin satu cowok pun ke Mama, kamu hanya tau main dan main aja. Lihat teman-teman seumuran kamu, mereka sudah pada punya anak. Mama juga ingin segera menimang cucu, Hana!"Selalu saja Sonya membanding-bandingkan Hana dengan teman-teman seumurannya dan juga menggunakan senjata ingin segera menimang cucu. Hana sudah hafal diluar kepala kata-kata ibunya itu, namun Hana sama sekali tidak ambil pusing. Hana tetap saja mengabaikan kemauan ibunya karena menurutnya jodoh itu akan datang di waktu yang tepat, tidak perlu dicari, apalagi dibuat pusing."Hana tetap nggak mau ketemu anaknya Om Johan, Ma, Hana nggak mau! Gimana kalau ternyata anaknya Om Johan itu buruk rupa? Hana nggak mau, Ma. Lagian ini tuh tahun berapa? Masih aja ada acara jodoh-jodohan. Udah nggak zaman, Ma!" Hana membalasnya dengan panjang lebar, sambil memajukan bibirnya satu senti."Jangan sembarangan bicara kamu, Hana! Lihat, dong, Om Johan sama Tante Julia itu pasangan sempurna. Om Johan rupawan dan Tante Julia cantik jelita. Mana mungkin anaknya buruk rupa?""Nggak menjamin, Ma! Pokoknya aku nggak mau dijodoh-jodohkan. Please, Mama jangan jadi orang tua yang kolot, nggak cocok sama penampilan Mama yang modis." Hana mencibir."Baiklah, baik. Mama nggak akan maksa kamu untuk melaksanakan perjodohan yang udah kami atur jauh-jauh hari. Tapi sekali aja Mama minta tolong sama kamu, temui anaknya Om Johan sekali aja. Kalau cocok lanjut, kalau nggak cocok ya udah, Mama nggak akan maksa.""Mama, aku—""Diam! Jangan membantah Mama terus, Hana! Besok putra Om Johan baru pulang dari luar negeri. Mama perintahkan kamu untuk menjemput dia di bandara. Kalian bisa kenalan secara singkat dan setelah itu kamu boleh memutuskan untuk melaksanakan perjodohan ini atau tidak. Titik!"Usai mengatakan kalimat tegasnya itu, Sonya segera berbalik meninggalkan kamar putrinya."Mama!"Tanpa berbalik, Sonya mengangkat tangannya ke udara, sebagai tanda bahwa wanita itu tidak ingin mendengar bantahan apapun dari putrinya.Hana semakin mengerucutkan bibirnya. Gadis itu mendengus kasar.Hana sama sekali tidak ingin menuruti apa yang diperintahkan oleh ibunya, namun jika sudah begini, Hana tidak bisa berkata apa-apa lagi.Hana menggerutu tiada henti. Semua benda yang ada di atas kasur kini berpindah berserakan di atas lantai. Ya, Hana melempar benda apa saja yang dapat ia jangkau, untuk melampiaskan kekesalannya.Belum puas Hana meluapkan emosinya yang tidak tertahankan, tiba-tiba ibunya kembali muncul di ambang pintu kamar Hana dan langsung meneriaki Hana."Apa-apaan ini, Hana!" Teriakan Sonya yang melengking membuat gerakan Hana terhenti seketika.Sonya kembali berjalan masuk ke dalam kamar putri semata wayangnya dan mendekati sang putri."Hana! Bereskan semua kekacauan ini dalam waktu lima menit!" Sonya memerintah demikian. Hana yang masih kesal kini semakin kesal lagi.Hana membuka mulutnya, ingin membantah perintah ibunya. Namun Sonya tidak memberi kesempatan Hana untuk membantah."Tidak ada bantahan, Hana! Ini perintah! Kerjakan sekarang juga, setelah itu turun! Mama tunggu di bawah, kita harus pergi ke butik." Suara Sonya berkumandang.Hana ingin protes namun lagi-lagi sang ibu segera meninggalkan kamar yang kini seperti kapal pecah itu.Hana mengomel panjang pendek sepeninggal ibunya. Namun seiring bibirnya yang terus mengomel, tangannya juga ikut bekerja, membereskan kekacauan kamarnya yang ia ciptakan sendiri.Tepat lima menit kemudian, terdengar suara ibunya yang memanggil namanya. Sonya yang super disiplin itu tentu saja tidak ingin Hana lelet dalam bekerja. Memberikan waktu lima menit maka dalam waktu lima menit itu pula harus selesai."Iya, aku udah selesai!" Hana menyahut."Cepat turun, Mama tunggu di mobil!" Suara Sonya kembali terdengar."Iya iya, aku turun!" Dengan langkah yang tak ada semangat-semangatnya, Hana menyeret langkahnya meninggalkan kamarnya dan segera menyusul ibunya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil yang akan mengantarkan mereka pergi.Sonya segera memerintahkan sang sopir pribadi untuk menjalankan mobilnya setelah Hana masuk ke dalam mobil tersebut.Butuh waktu sekitar lima belas menit perjalanan untuk mereka sampai di butik yang Sonya maksud, butik langganannya."Ma, ngapain sih kita kesini? Enakan juga di rumah, tidur." Hana menggerutu lagi."Kamu harus membeli baju baru.""Ha? Buat apa? Aku nggak butuh baju baru, Ma, bajuku masih bagus-bagus, kok!""Dengerin Mama, Hana, besok kamu mau menjemput pemuda itu, nggak mungkin kamu pake pakaian cowok kayak gini!" Sonya mengomentari penampilan Hana yang sebenarnya tidak terlalu disukainya. Sonya ingin putrinya berpenampilan elegan seperti dirinya, namun Hana selalu menolak."Ma, aku cuma disuruh jemput cowok itu aja, kan? Terus kenapa aku harus repot cari baju baru, sih? Lagian kalau cowok itu tulus, dia nggak akan menilai aku dari penampilanku, kan?""Sst, diam! Jangan membantah Mama terus. Biar bagaimanapun pertemuan pertama harus meninggalkan kesan yang baik. Ini, coba pakai dress ini, kamu itu cantik jadi Mama yakin kamu juga akan cantik pakai baju seperti ini."Sebuah dress berwarna pastel dipilih oleh Sonya dan meminta Hana untuk mencobanya."What? Ini beneran bisa dipake, Ma?" Hana menatap tak percaya pada pilihan ibunya. Dress itu memang bukan pakaian yang terlalu terbuka, namun panjangnya paling-paling hanya sampai diatas lutut saja, dan Hana paling anti menggunakan pakaian seperti itu. Hana memang sering menggunakan pakaian pendek, namun bukan rok. Karena jika memakai rok, Hana tidak akan mudah bergerak dengan leluasa."Bicara apa kamu ini? Tentu saja ini bisa dipakai, Hana! Cepat kamu coba dress ini!""Ma, aku cuma mau jemput cowok itu aja, kan? Kenapa harus repot-repot begini? Aku mau jadi diriku sendiri, Ma. Aku nggak akan nyaman kalau harus pakai baju kayak gini.""Han-""Mama, please, aku nggak bisa, aku nggak mau, Ma. Dress ini terlalu pendek." Hana merengek menolak permohonan ibunya.Sonya menghela napas."Oke, tunggu sebentar, Mama akan pilihkan dress yang lain." Usai mengucapkan kalimat itu, Sonya langsung berbalik meninggalkan Hana untuk mencari pakaian lain untuk Hana."Cuma mau jemput cowok yang nggak dikenal aja kok repot banget, sih!" Hana menggerutu sendiri sepeninggal ibunya.Hana berpikir keras. Berpikir bagaimana caranya agar ia bisa menghindar dari paksaan ibunya tersebut. Hana benar-benar tidak mau menjemput pemuda yang akan dijodohkan dengannya itu.Senyum miring terbit di bibir Hana ketika suatu pemikiran yang sedikit gila terlintas di benaknya."Baiklah, Mama sangat keras memaksaku untuk menemui cowok itu, maka jangan salahkan aku kalau aku berbuat nekat!"Menjelang petang Sonya kembali masuk ke dalam kamar Hana yang sudah kembali rapi. Sonya geleng-geleng kepala ketika minat putrinya tertidur. Sepertinya gadis itu lelah mengamuk kemudian kembali membereskannya, sehingga ia ketiduran.Sonya mendekati putrinya kemudian mengguncang pelan tubuh Hana untuk membangunkan gadis itu.Hana menggeliat, pertanda dirinya dapat merasakan sentuhan ibunya pada pundaknya. Perlahan Hana membuka mata dan pandangannya langsung menangkap keberadaan ibunya yang duduk di tepi ranjang."Bangunlah, Sayang. Kamu harus cepat bersiap-siap. Om Johan mengundang kita makan malam untuk merayakan kepulangan putranya," ujar Sonya pada putrinya yang baru saja membuka mata.Hana mengubah posisinya, dari berbaring menjadi duduk."Mengundang? Bukannya tadi Mama bilang mereka akan datang?""Tadinya begitu, tapi Om Johan berubah pikiran. Dia ingin makan malam yang nggak biasa. Dia ingin makan malam kali ini spesial."Hana mengernyit mendengar penuturan sang ibu. "Makan malam
"Saat ini saya sedang tidak bekerja, Tante. Saat pertama bertemu dengan Hana, saya sedang melakukan tugas saya sebagai petugas resort.""Jadi kamu hanya seorang petugas resort dan sekarang tidak bekerja? Bagaimana kamu bisa menghidupi Hana kalau kamu saja tidak punya pekerjaan?" Suara Sonya langsung meninggi, merasa tidak bisa menoleransi pemuda seperti itu."Maaf, Tante, saat ini saya memang sedang tidak bekerja, tapi saja berjanji akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, saya pasti bisa bertanggung jawab menghidupi Hana, dan saya akan memperhatikan kebahagiaan putri Tante," ujar Oliver mantap."Apa kamu tau, Hana gadis yang boros, dia suka berbelanja, suka jalan-jalan, dan dia selalu memilih barang-barang yang bagus dan mahal. Bagaimana kamu bisa mencukupi itu semua, Oliver?" tanya Sonya lagi semakin menuntut."Saya tau itu, Tante, karena Hana sendiri sudah mengatakan itu pada saya. Saya keluar dari pekerjaan yang sebelumnya karena saya ingin mencari pekerjaan yang lebih benefit
Sonya terkejut melihat kedatangan Hana serta menyeret kopernya di tangannya. Itu artinya putrinya telah pulang. Tak bisa dipungkiri, Sonya teramat senang melihat pemandangan itu."Han, akhirnya kami pulang. Mama sangat senang melihatnya," ujar Sonya sambil memeluk sang putri, mengekspresikan kebahagiaannya."Kemari, duduklah. Kamu mau makan apa, Sayang? Mama akan masakin buat kamu," lanjut Sonya, masih merangkul putrinya kemudian membimbingnya untuk ikut duduk di sofa bersama dirinya."Kebetulan ini udah hampir jam makan siang, gimana kalau mama masak buat makan siang? Masak apa aja, dan tolong masaknya dibanyakin ya, Ma, soalnya Hana ada undang temen ikut makan di sini bareng kita," sahut Hana cukup panjang.Sonya mengernyit. "Teman? Apa itu Salsa?"Hana spontan menggeleng. "Bukan, Ma, dia namanya Oliver. Pacar baru Hana," ujar Hana terang-terangan."Han, kamu serius?""Hana serius, Ma. Dia ada di depan, tapi Mama nanti aja ketemunya, waktu kita makan siang bareng, oke?""Bukan itu m
Salsa menemukan Oliver tidak jauh dari penginapannya, sepertinya laki-laki itu hendak menuju ke penginapan yang ditempati Salsa dan Hana.'Ingin mengucapkan salam perpisahan pada Hana sebelum dia pergi, kah?' kata Salsa membatin.Gadis itu mempercepat langkahnya untuk segera menghampiri Oliver dan menghadang pemuda itu."Jadi kamu benar-benar mau pergi, Pria aplikasi!" Salsa langsung membentak demikian ketika jaraknya sudah terbilang dekat dengan Oliver.Oliver mengernyit, sedikit heran kenapa sikap Salsa jadi kembali jutek terhadap dirinya? Bukankah kemarin Salsa sudah mulai bersikap ramah?Masih sibuk dengan rasa herannya, Oliver sampai lupa untuk menjawab pertanyaan Salsa, hingga membuat gadis itu semakin naik tingkat kemarahannya."Kamu ini manusia atau patung? Ditanya kenapa diem aja!" bentak Salsa lagi.Dibentak demikian, Oliver hanya bisa mengangguk mengiyakan. "Iya, aku mau pergi.""Dasar pria brengsek! Ternyata feelingku tepat, kamu emang pria yang nggak setia. Nyesel aku pe
"Han, kamu mau terima aku jadi pacarmu, kan? Aku bisa bantu kamu menghindari perjodohan itu."Hana menarik tangannya dari genggaman Oliver, kemudian gadis itu berbalik membelakangi pemuda yang kini tengah menunggu jawabannya."Tetap nggak bisa, Oliver. Nggak akan berpengaruh karena kamu akan pergi, kamu nggak akan ada di samping aku, kan? Mama nggak akan percaya kalau aku bilang aku udah punya pacar, tapi orang itu nggak ada."Hana beberapa kali mengusap wajahnya kasar. Ia merasa resah sekarang. Resah karena Oliver akan pergi, dan juga resah karena dengan kepergian Oliver maka dia harus siap bertemu dengan pria yang dijodohkan dengan dirinya. Itu membuat Hana sangat tidak tenang.Oliver kembali memposisikan diri di hadapan Hana. Oliver meraih dagu gadis itu dan menariknya, membuat gadis itu mendongak lalu saling beradu tatap dengan Oliver."Han, lupakan tentang itu dulu. Aku ingin mendengar pengakuan kamu, tolong jawab sejujurnya, jawablah sesuai dengan isi hatimu. Apa kamu mencintaik
Tatapan mata Hana yang tadinya sempat berbinar dan sumringah, kini berganti menjadi sendu saat mendengar ucapan Oliver yang memintanya memilih untuk mendengar kabar baik atau kabar buruk lebih dulu. Rasanya ada sesuatu kecemasan yang dirasakan Hana.Tempo hari Oliver mengatakan jika ia dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang tidak ia sukai dan bisa saja ia dipaksa untuk pergi keluar negeri. Apakah kabar itu datang hari ini? Apakah Oliver akan mengatakan bahwa Oliver akan pergi ke luar negeri? Meninggalkan dirinya yang mulai merasakan perasaan yang mendalam?"Bisakah aku denger kabar baiknya aja? Aku nggak mau denger kabar buruk apapun," ujar Hana mencoba untuk bernegosiasi.Oliver menghela napas berat sebelum akhirnya berbicara. "Hana, di kehidupan ini kita selalu dihadapkan dengan berbagai keadaan, baik dan buruk. Kita nggak bisa menghindar, yang harus kita lakukan adalah menjalaninya.""Baiklah, karena aku nggak bisa menolak, kalau gitu aku ingin mendengar kabar buruk dulu."Oliver m