ホーム / Romansa / Kendalikan Dirimu, Tuan Mantan! / Bab 7. Kalah Kau Tidak Mau, Maka Aku Yang Mau

共有

Bab 7. Kalah Kau Tidak Mau, Maka Aku Yang Mau

作者: nanadvelyns
last update 最終更新日: 2025-09-30 09:29:31

Fiona buru-buru meraih kotak ponsel yang baru saja diberikan William.

Ia menoleh kanan dan kiri, memastikan tidak ada seorang pun yang memperhatikan gerak-geriknya.

Untung saja, ruangan kerja tempat ia duduk masih cukup sepi.

Entah kemana rekan-rekan magangnya, mungkin masih sibuk dengan laporan di lantai atas atau sekadar menghirup kopi di pantry.

Tanpa pikir panjang, Fiona segera menyelipkan kotak itu ke dalam tas kerjanya.

Rasanya jantungnya berdetak tidak karuan, takut ada mata yang tiba-tiba menangkap adegan kecil itu.

Baru saja ia hendak menenangkan diri, ponselnya sendiri bergetar.

Fiona membuka layar, dan matanya membelalak begitu membaca notifikasi transfer masuk.

Angka yang tertera di sana membuat tenggorokannya tercekat—seratus juta rupiah. William benar-benar mentransferkannya.

Uang sesuai kesepakatan mereka kemarin, ketika Fiona dengan terpaksa menyebut nominal itu demi menyelamatkan dirinya dari ancaman Leon.

Tangannya bergetar halus saat menggenggam ponsel. Rasanya enggan sekali menerima uang itu.

Bagaimanapun, jumlahnya terlalu besar, terlalu berat untuk diterima dari seorang pria yang kini berstatus… selingkuhan.

Namun, Fiona tidak memiliki pilihan lain. Leon, dengan segala kebodohannya dalam berjudi, sudah menyeret identitas Fiona ke meja taruhan.

Jika ia tidak segera melunasi hutang itu, ancaman Leon bukan sekadar gertakan.

Dengan tarikan napas kecil, Fiona menunduk pada layar.

Ia mengetik nominal, menyalin rekening tujuan, lalu menekan tombol konfirmasi. Notifikasi berhasil muncul di layar.

Hutang Leon lunas.

Begitu transaksi selesai, Fiona langsung bersandar ke kursinya.

Kedua matanya terpejam, dadanya naik turun, berusaha mengeluarkan seluruh beban yang menekan batinnya.

Untuk sesaat, ia membiarkan tubuhnya tenggelam dalam rasa lega.

Namun, ketenangan itu hanya bertahan sekejap.

“Aku penasaran,” suara seorang pria terdengar dekat, begitu dekat hingga membuat Fiona segera membuka mata lebar-lebar.

Di hadapannya, wajah Mikhail muncul. Pria itu berdiri tepat di belakang kursi Fiona, tubuhnya menunduk hingga wajahnya sejajar dengan wajah Fiona yang masih bersandar.

Senyumnya ramah, namun tatapannya seakan mampu menembus perasaan Fiona yang sesungguhnya.

“Masalah apa yang membuatmu menghela napas berkali-kali tadi?” tanya Mikhail.

Fiona refleks duduk tegak, merapikan rambutnya, lalu terbatuk kecil untuk menutupi kegugupannya. “Ah… kau melihatnya?”

Mikhail terkekeh, suara tawanya ringan. Lesung pipi dalam di wajahnya langsung tampak jelas, membuat Fiona sejenak terdiam menatapnya.

Senyum pria itu memang berbeda—seperti musim semi yang hangat, selalu berhasil mencairkan suasana.

“Mau makan siang bersama? Aku traktir,” ajak Mikhail.

Fiona mengerutkan kening, lalu tersenyum samar. “Projekmu di Thailand berhasil?”

Pria itu terkekeh lagi, kali ini mengangguk mantap. “Tentu saja. Ingat sumpahku? Kalau berhasil, aku akan mentraktir seluruh anak magang. Dan aku lelaki yang menepati janji.”

Fiona tidak bisa menahan tawa kecilnya. “Baiklah. Kalau begitu, aku ikut.”

Mereka berjalan berdampingan menuju kantin. Fiona menyadari, aura yang dimiliki Mikhail memang berbeda dari karyawan tetap lain.

Ia ramah, rendah hati, selalu menyapa siapa pun dengan senyum tulus.

Penampilannya menawan, tubuh tinggi semampai, kulit putih bersih, mata kecokelatan yang hangat, dan rambutnya yang kecokelatan samar memberi kesan elegan alami.

Semua orang yang berbicara dengannya selalu merasa nyaman.

Beberapa bulan lalu, Mikhail sempat berangkat ke Thailand, mewakili perusahaan memperkenalkan produk makanan ringan hasil inovasi anak-anak magang.

Tugas itu terbilang berat, tetapi ia melakukannya dengan penuh percaya diri.

Kini, hasil kerja kerasnya membawa pulang keberhasilan, dan janji traktir makan siang segera ditunaikan.

Setibanya di kantin, Fiona mendengar suara ceria. “Fiona!”

Jessica melambaikan tangan dari meja tengah. Fiona membalas singkat dengan senyum, lalu menarik kursi kosong di samping Jessica.

Begitu duduk, Jessica langsung mencondongkan tubuh, matanya penuh rasa ingin tahu.

“Kau barusan dipanggil Tuan Winston ke ruangannya?” tanya Jessica.

Fiona mengerutkan kening. “Tuan Winston?”

Jessica ikut mengerutkan alis. “Ya, atasan utama baru kita. William Winston.”

Darah Fiona serasa berhenti mengalir sejenak. Winston? Ia jarang sekali mendengar William dipanggil dengan marga lengkapnya.

Di masa lalu, ia hanya mengenalnya sebagai William. Senyum kaku terbit di wajahnya.

“Ah… Tuan Winston? Iya, benar,” jawab Fiona, mencoba setenang mungkin.

Namun di dalam hati, kegugupan menyeruak. Nama itu terasa asing sekaligus akrab, membuatnya makin sadar betapa berbahayanya posisinya sekarang.

Tak lama, Mikhail kembali dengan nampan di tangannya.

Ia duduk tepat di hadapan Fiona, menyodorkan buku menu dengan senyum hangat. “Ada yang kau inginkan?”

Jessica mendengus, menyilangkan tangan di dada. “Tidak adil. Kau tidak menanyaiku juga?”

Mikhail tertawa kecil, mengangkat bahu. “Bukannya kau sudah memesan?”

Jessica mendengus lagi, lalu menunduk sambil berbisik lirih, “Dasar, sama Fiona saja ngomongnya lembut.”

Sayangnya, telinga Mikhail cukup tajam. “Apa?” tanyanya sambil sedikit mencondongkan kepala.

Jessica langsung tersenyum kikuk, menggeleng cepat. “Ah… tidak. Aku tidak mengatakan apa pun.”

Fiona hanya menggeleng pelan sambil tersenyum bingung, tidak terlalu mengerti maksud Jessica.

Suasana meja makan mulai ramai dengan obrolan ringan. Namun, mendadak semua hening ketika suara lain terdengar. Suara yang sangat dikenali Fiona.

“Nona.”

James berdiri tepat di belakang Mikhail, dengan senyum memuakkan seperti biasa. Matanya langsung menatap Fiona. “Anda dipanggil Tuan ke ruangannya.”

Jessica spontan mengerutkan kening. “Lagi?”

James mengangguk, tetap tersenyum. “Benar. Karena salah satu projek yang dikerjakan nona Fiona mengalami beberapa kendala. Tuan ingin memastikannya secara langsung.”

Mikhail menatap James dengan sorot tajam, lalu berkata, “Projek magang? Kalau begitu biar saya saja yang menemui Tuan Winston. Sekarang masih jam makan siang dan para anak magang masih—”

“Maaf menyela,” potong James cepat. Tatapannya beralih ke Fiona, penuh penekanan meski bibirnya masih melengkung senyum. “Nona Fiona?”

Mikhail tampak hendak berdiri, tidak setuju. Namun, Fiona segera bangkit lebih cepat. “Tidak perlu, Mikhail. Terima kasih banyak.”

Ia lalu menoleh ke James, gugup, namun berusaha terlihat tenang. “Tuan James, mari.”

James mengangguk singkat, lalu berbalik. Fiona mengikutinya, meninggalkan Jessica dan Mikhail di meja makan.

Namun, Fiona tidak menyadari bahwa tatapan Mikhail tetap tertuju padanya hingga bayangan tubuhnya menghilang di balik pintu kantin.

Langkah Fiona terhenti di depan pintu ruangan William. James membukakannya, dan Fiona masuk.

Pemandangan yang langsung menyambutnya membuatnya tertegun.

Di meja tengah ruangan kerja megah itu, tersusun lebih dari sepuluh menu makanan mewah, lengkap dengan aroma menggoda yang memenuhi udara.

William berdiri di dekat meja, senyum menawannya kembali dipamerkan. “Halo, sayang. Mau makan siang bersama?”

Fiona mengerutkan kening, tidak percaya. “Anda memanggil saya hanya untuk ini?”

William berjalan mendekat, nada suaranya ringan namun penuh penekanan. “Kalau kau tidak mau, maka aku yang mau. Temani aku makan siang.”

Meski bibirnya tetap tersenyum, suara itu terdengar seperti tuntutan, bukan ajakan.

Fiona menelan ludah, berdiri kaku. Di dalam hatinya, ia bertanya-tanya, pria ini sebenarnya menginginkan dirinya… atau sekadar ingin memastikan dirinya tidak bisa lepas dari genggamannya?

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Kendalikan Dirimu, Tuan Mantan!   Bab 8. Manis Bercampur Darah

    Fiona duduk dengan canggung di hadapan William, tubuhnya terasa kaku seakan kursi empuk itu berubah menjadi duri yang menusuk kulitnya. Di antara mereka, meja besar dari kayu mahoni tampak penuh dengan hidangan mewah yang disusun rapi. Aroma tajam dan gurih dari berbagai jenis makanan mahal menyeruak, menusuk hidungnya, membuat perut Fiona bergejolak meskipun ia berusaha menahannya.William melepaskan dasinya perlahan, lalu menggulung lengan kemeja putihnya hingga siku. Gerakannya tenang, terukur, seolah setiap detail sengaja diperlihatkan. Tangannya kemudian meraih salah satu kaki lobster berukuran besar. Dengan senyum tipis yang lebih mirip seringai, ia berkata ringan, “Bukankah ini semua makanan kesukaanmu? Ada seafood, carbonara, steak, dan masih banyak lagi. Kau mau yang mana dulu?”Fiona terbatuk pelan, mencoba menutupi gugup yang merambati tubuhnya. Ia hendak meraih kaki lobster lainnya, berusaha bersikap biasa, tetapi tiba-tiba William sudah lebih dulu meletakkan potonga

  • Kendalikan Dirimu, Tuan Mantan!   Bab 7. Kalah Kau Tidak Mau, Maka Aku Yang Mau

    Fiona buru-buru meraih kotak ponsel yang baru saja diberikan William. Ia menoleh kanan dan kiri, memastikan tidak ada seorang pun yang memperhatikan gerak-geriknya. Untung saja, ruangan kerja tempat ia duduk masih cukup sepi. Entah kemana rekan-rekan magangnya, mungkin masih sibuk dengan laporan di lantai atas atau sekadar menghirup kopi di pantry. Tanpa pikir panjang, Fiona segera menyelipkan kotak itu ke dalam tas kerjanya. Rasanya jantungnya berdetak tidak karuan, takut ada mata yang tiba-tiba menangkap adegan kecil itu.Baru saja ia hendak menenangkan diri, ponselnya sendiri bergetar. Fiona membuka layar, dan matanya membelalak begitu membaca notifikasi transfer masuk. Angka yang tertera di sana membuat tenggorokannya tercekat—seratus juta rupiah. William benar-benar mentransferkannya. Uang sesuai kesepakatan mereka kemarin, ketika Fiona dengan terpaksa menyebut nominal itu demi menyelamatkan dirinya dari ancaman Leon.Tangannya bergetar halus saat menggenggam ponsel. Rasa

  • Kendalikan Dirimu, Tuan Mantan!   Bab 6. Rona Merah Dari Dosa Yang Manis

    Pagi itu, suasana kantor masih terasa lengang.Beberapa pegawai baru saja datang, sebagian masih sibuk menyalakan komputer, dan sisanya bergegas menyeduh kopi di pantry.Fiona berjalan memasuki ruangan dengan langkah tenang, membawa tas kerja totebag sederhana.Ia mengenakan kemeja biru cerah yang membuat kulitnya tampak lebih segar, rambutnya dibiarkan tergerai bergelombang alami, memberi kesan sederhana namun memikat.Ia menyalakan komputernya perlahan, berusaha mengatur ritme napas agar lebih tenang.Hari ini sama saja seperti hari-hari sebelumnya, atau setidaknya ia berharap begitu.Jari-jarinya mulai bergerak di atas papan ketik, memeriksa laporan penelitian makanan ringan yang kemarin belum selesai.Namun, baru sebentar ia fokus, suara berat seorang pria tiba-tiba terdengar di belakangnya.“Nona Fiona,” panggil suara itu.Tubuh Fiona refleks menegang, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.Ia menoleh cepat, dan benar saja—James berdiri tidak jauh darinya, dengan senyum khas ya

  • Kendalikan Dirimu, Tuan Mantan!   Bab 5. William Winston, Kekasih Gelap Yang Baik

    Fiona menundukkan kepala ketika tiba di taman kota itu. Taman kecil dengan bangku kayu yang agak tua, dikelilingi pohon flamboyan, tempat ia dulu sering bertemu William secara diam-diam. Malam ini udara terasa lebih dingin, meskipun musim belum benar-benar berganti. Lampu jalan redup menyorot wajahnya yang setengah tersembunyi di balik hoodie kebesaran berwarna abu-abu.Ia sengaja memilih pakaian itu. Hoodie kebesaran yang bisa menutupi tubuh mungilnya, sekaligus menyembunyikan luka di balik kain. Rambutnya sengaja ia uraikan berantakan ke depan wajah, sebagian menutupi pipi kirinya yang membengkak dan dahi yang berwarna biru keunguan. Luka yang jelas bukan karena jatuh biasa. Luka yang ia coba sembunyikan dari dunia.Tangannya menggenggam erat ujung lengan hoodie, sementara pikirannya berputar. “Semoga dia tidak banyak bertanya,” bisiknya pelan, seolah menguatkan diri sendiri.Tak lama kemudian, suara deru mesin mobil sport terdengar mendekat. Cahaya lampu depan menerangi jalur

  • Kendalikan Dirimu, Tuan Mantan!   Bab 4. Keputusan Panas

    Begitu pintu lift menutup rapat, Fiona buru-buru menyingkirkan diri dari bayangan William yang masih melekat dalam pikirannya. Jantungnya berdetak kencang. Napasnya belum sepenuhnya teratur. Adegan tadi, di mana tubuhnya hampir jatuh lalu berakhir dalam pelukan William, masih berputar di kepalanya. Jika seseorang tadi benar-benar mengenalinya, habislah dirinya.Dengan langkah cepat, ia menuju kamar mandi terdekat. Pintu ditutup rapat, Fiona bersandar sejenak pada dinding dingin keramik. Tangannya gemetar saat melepaskan jas kerja abu-abu yang selama ini menjadi seragam wajib karyawan magang. Ia gantungkan jas itu di belakang pintu, menyisakan hanya kemeja putih panjang yang menutupi tubuh mungilnya. Kancing paling atas kemeja ia longgarkan, lalu ia melepas kunciran rambutnya. Rambut hitam panjang terurai bebas, jatuh di bahunya.“Setidaknya… kalau tadi ada yang lihat, sekarang mereka takkan curiga itu aku,” gumamnya lirih, menatap bayangan sendiri di cermin. Wajah pucat dengan

  • Kendalikan Dirimu, Tuan Mantan!   Bab 3. Tertangkap Di Lift

    Sebelum Fiona sempat menjawab, tangan William menariknya masuk lebih dalam ke lift. Sentuhan itu kuat, membuat Fiona tak bisa melawan. Pintu lift tertutup rapat, menyisakan keduanya di dalam ruang sempit.Fiona hanya bisa berdiri terpaku, jantungnya berdegup kencang. Begitu pintu lift menutup rapat, Fiona tersadar bahwa dirinya masih berada terlalu dekat dengan William. Refleks, ia menepis kasar tangan pria itu.“Kenapa lagi kali ini?!” serunya lantang, nadanya penuh protes dan amarah yang ia pendam sejak di lobi. Napasnya memburu, dada naik turun tidak teratur. “Kenapa James mengikuti aku? Bahkan sampai mengejar? Apa kalian memang hobi menakut-nakuti orang?”William hanya menatapnya, alisnya sedikit terangkat, seolah heran dengan reaksi meledak-ledak itu. “James mengejarmu karena ada alasan jelas.”“Alasan apa?!” Fiona menantang.“Kartu akses kantor,” ujarnya datar. “Kau menjatuhkannya kemarin saat terburu-buru meninggalkan ruanganku. James hanya ingin mengembalikannya.”Fiona m

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status