Share

Melabrak RM. Padang Jaya

Ariadna menarik tangan May dan membawanya menyeberang jalan raya di depan. Mumpung sedang lampu merah. Aman. Daniel memandang dua wanita itu berlari di tengah jalan.

Dari jauh saja, sudah terlihat jika antrean RM. Padang Jaya semakin ramai hingga banyak yang duduk di trotoar.

"Goblok! Orang-orang mau makan di tempat laknat begini? Ih," gerutu Ariadna.

Langkah dua wanita cantik itu terhenti di bagian depan warung makan yang sibuknya bukan main.

“Pak, saya rendangnya dipisah, ya. Tambah nasi padang ayam gorengnya dua, dibungkus,” pesan si pembeli yang tengah dilayani oleh seorang pria tua.

Ariadna menerobos antrean itu dan masuk ke bagian dalam rumah makan hingga berada di tempat Pak Waluyo—pria tua yang sedang melayani pembeli—berdiri.

Di depan mereka, tersusun aneka lauk pauk dan sayur khas masakan padang yang berlimpah dan beraneka ragam.

Semuanya memang nampak menggiurkan dengan aroma, rasa, dan warna yang memikat mata. Namun, bukan itu tujuan Ariadna dan May datang ke tempat rivalnya.

“Pak, bos rumah makan ini ada, nggak?” tanya Ariadna langsung pada intinya. Nada bicaranya tak ramah. Ketus.

Tangan Pak Waluyo sibuk menuangkan beraneka sayuran hingga kebingungan menanggapi Ariadna. “Bos? Mas William bukan, Mbak?” tanya Pak Waluyo.

“Ya mana saya tahu namanya! Intinya, bos rumah makan ini di mana?” tekan Ariadna.

Karena masih disibukkan dengan antrean pembeli yang menunggu, Pak Waluyo pun memanggil putranya yang sekaligus pekerja di RM. Padang Jaya untuk membantu.

“Gus, Agus! Sini, Gus! Tolongin bapak. Kamu bantu kakak ini, ya. Bapak lagi repot,” panggil Pak Waluyo.

“Iya, Pak,” jawab seorang lelaki muda berusia delapan belas tahun yang usai meletakkan dua gelas es jeruk di salah satu meja pembeli.

Ariadna langsung menghampiri lelaki muda itu dan meninggalkan tempat Pak Waluyo.

“Heh, bocah! Mana bosmu? Cepat panggil dia ke sini!” perintah Ariadna.

“Mas William, bukan?”

“Hih! Nggak yang tua, nggak yang muda, sama aja bodohnya! Ya mana aku tahu siapa orangnya! Aku mau ketemu sama bos rumah makan ini! Titik!” bentak Ariadna.

“Maaf, mbak. Di sini bosnya ada dua. Jadi saya tanya dulu,” jawab Agus berusaha tenang.

“Kelamaan!”

Ariadna semakin emosi. Dia berjalan meninggalkan Agus dan menghampiri pintu yang berada di ujung ruangan.

May yang ketakutan hanya diam mengikuti setiap langkah Ariadna.

“Ini ruangannya? Dia sembunyi di dalam sini?” tanya Ariadna dengan garangnya.

Tanpa menunggu jawaban Agus, kedua tangan Ariadna langsung memukul pintu kayu jati tebal sekuat-kuatnya. Tak jarang kakinya ikut menendang brutal.

Brak!

“Keluar! Saya mau bicara serius dengan bos tidak tahu diri seperti Anda! Woy! Keluar!” teriak Ariadna lantang.

Tak peduli dengan tenggorokannya yang perih karena kebanyakan membentak.

Sontak semua orang yang berada di RM. Padang Jaya menjatuhkan pandangan pada wanita yang terkesan tidak waras.

Tidak ada angin atau pun hujan, tiba-tiba seorang wanita asing datang dan memberontak hingga mengganggu seluruh pengunjung.

“Keluar!" amuk Ariadna.

Agus kalang kabut dibuatnya. Dia cemas hingga tubuhnya gemetaran. “Mbak, tolong jangan bikin keributan di sini. Jangan mengganggu kenyamanan pembeli, Mbak. Saya mohon,” ucap Agus menghiba.

Ariadna tak mau melunak. “Diam kamu, bocah udik! Kamu juga kaki tangan dia, ‘kan? Kamu juga melakukan strategi kotor, kan? Ngaku!” tuduhnya.

“T–tapi … saya tidak tahu.” Tubuh Agus makin tremor dari ujung ke ujung.

“Jangan banyak alasan! Kamu salah satu dari orang-orang di depan supermarket tadi, kan? Nggak usah mengelak, deh!” Ariadna semakin kalap.

Kedua tangan Ariadna terus menggedor-gedor pintu kayu itu hingga telapak tangannya terasa panas dan sakit. Sayangnya, tidak ada jawaban dari dalam. Dia merasa diabaikan.

“Woy! Buka pintunya!” teriak Ariadna lagi.

“Mbak, tapi itu ….”

“Diam!” bentak Ariadna.

May bergidik ngeri mendapati situasi yang sangat tidak terkendali. Kini, dia dan Ariadna serasa jadi artis dadakan yang dipandangi banyak orang. Rasanya ingin sekali menghilang dari muka bumi dan menghindar dari rasa malu.

Tapi, May tidak mungkin meninggalkan Ariadna seorang diri. Apalagi, yang dilakukan Ariadna adalah pembelaan diri atas permainan kotor RM. Padang Jaya. Wanita itu sama sekali tidak bersalah.

Brak!

“Buka pintunya!”

Belum selesai Ariadna menggebrak paksa pintu itu, dia dikejutkan oleh suara yang datang dari arah belakangnya. Suara lelaki yang baru saja masuk ke dalam rumah makan.

“Kamu lagi? Apa-apaan ini!” omel lelaki itu. Semua orang sontak menoleh ke sumber suara.

Di tengah keributan, William datang ... bersama Tami.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status