Kalau boleh jujur, Kayla juga sebenarnya tidak mau menjadi wanita simpanan bosnya sendiri. Ia tahu ini salah, akan ada hati yang tersakiti. Tetapi Kayla merasa sudah terlanjur, membuatnya pun bingung harus melanjutkan atau tidak.
Drrt!
Deringan ponselnya, membuat lamunan perempuan itu terhenti. Sebuah nomor asing terlihat, membuatnya bingung. Tetapi karena khawatir dari orang penting, membuatnya pun mengangkat saja panggilan itu.
"Hallo, ini dengan Kayla Larasati. Maaf ini dengan siapa ya?"
["Hallo Kayla, ini saya Adrian. Kamu masih ingat tidak?"]
"Adrian?" Tentu saja Kayla masih mengingatnya, "Akhirnya kamu menghubungi juga."
["Iya, saya sudah memutuskannya. Sepertinya saya butuh bantuan kamu."]
Kayla tidak bisa menahan senyumannya lagi, "Oke, gimana kalau nanti malam kita ketemu?"
["Boleh, dimana?"]
"Di apartemen saya saja ya, biar lebih enak ngobrol nya."
["Oke, nanti saya datang. Kamu kirimkan saja alamatnya ya."]
"Iya, saya tunggu."
Setelah panggilan berakhir, Kayla merasa senang begitu saja. Tetapi Ia juga belum bisa memastikan apakah Adrian itu akan setuju atau tidak jika diberikan alasannya nanti, permintaannya ini juga terlalu berat.
"Ekhem!"
Deheman keras itu, membuat Kayla langsung menoleh. Melihat Abimanyu mendekat, membuat Kayla pun berdiri dan berusaha tersenyum. Pria itu sendirian, sepertinya istrinya sudah pulang.
"Kenapa senyam-senyum begitu?" tanya Abimanyu.
"Hah? Tidak ada apa-apa kok Pak," bantah nya.
Abimanyu lalu mengusap rambut Kayla, "Sepuluh menit lagi kita ada meeting, kamu persiapkan semuanya."
"Iya Pak."
Setelah pria itu pergi, Kayla pun langsung bersiap untuk pergi meeting. Tidak mau ada yang tertinggal dan membuat atasannya itu tidak suka. Walaupun mereka ada hubungan, tapi Kayla tidak memanfaatkan posisinya ini dan tetap bekerja profesional.
Waktu berjalan cepat, akhirnya jam pulang kantor pun tiba. Kayla pun bisa bernafas lega dan segera merapihkan barang-barangnya. Pergerakannya lalu terhenti melihat Abimanyu yang keluar dari ruangan.
"Kamu mau kemana? Kok buru-buru begitu?" tanya Abimanyu heran.
"Em saya mau ketemu seseorang, Pak."
"Siapa? apa orang penting?"
Tidak bisa dikatakan penting juga sih, "Iya."
"Laki-laki atau perempuan?"
"Laki-laki."
Melihat tatapan pria itu mulai menajam, membuat Kayla pun terpaksa menceritakannya. Jika dirinya akan bertemu seseorang yang sepertinya bisa membantu mereka keluar dari permasalahan ini.
"Jadi kamu sudah mendapatkan siapa yang akan jadi suami kamu nanti?" tanya Abimanyu.
"Iya, saya pikir dia orang yang tepat. Dia juga sedang butuh uang itu, jadi kami bisa sama-sama membantu."
Abimanyu mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Ia sendiri memang yang meminta pacar gelapnya ini untuk mencari calon suami, juga memintanya menikah.
"Kerja kamu cepat juga ya, tapi.. Ingat ya, pernikahan kalian itu hanya pura-pura."
"Iya Mas, aku tahu kok."
"Maaf ya sayang, aku juga terpaksa nyuruh kamu menikah karena Bella mulai curiga pada kita."
Kayla diam saja saat badannya di tarik ke pelukan pria itu, perasaannya pun campur aduk. Entahlah, tapi Kayla juga merasa bodoh menerima saja kemauan Abimanyu yang memintanya menikah pura-pura dengan lelaki lain.
"Aku temani ya?"
"Enggak usah Mas, aku juga butuh waktu bicara dengan dia," tolak Kayla.
"Oke, tapi nanti aku harus ketemu sama calon suami kamu itu." Abimanyu mengusap pipi Kayla, "Aku harus ingetin dia kalau kamu itu cuma milik aku."
Kayla hanya menghela nafasnya mendengar nada posesif itu. Merasa takut terlambat, membuat Kayla meminta izin untuk pulang cepat. Untung saja Abimanyu pun tidak keras kepala dengan kekeuh ingin ikut, memberikannya waktu.
Sesampainya di kawasan apartemennya, baru saja masuk langkah Kayla langsung terhenti saat melihat seorang pria yang memakai pakaian serba hitam duduk di bangku koridor. Kayla merasa familiar dengan tubuh itu, membuatnya pun mendekati.
"Adrian, itu kamu?"
Pria itu langsung mengangkat kepalanya, "Hai Kay," sapanya dengan senyuman.
Kayla ikut tersenyum, tapi hanya sebentar karena menyadari jika wajah pria itu ada beberapa luka. Penampilan Adrian pun cukup tertutup, dengan jaket dan topi hitamnya. Seperti tidak mau terlihat mencolok.
"Kamu sudah dari lama di sini?"
"Enggak kok, baru sepuluh menit aja."
Tapi kan itu sudah lumayan lama, membuat Kayla sedikit tidak enak. Tidak mau membuat pria itu kebosanan, membuat Kayla pun langsung mengajaknya naik ke kamar apartemennya di lantai sepuluh.
"Kamu hebat ya tinggal di apartemen ini, katanya biaya perbulannya kan mahal sampai belasan juta," celetuk Adrian memperhatikan sekitar.
Kayla hanya tersenyum, ya pria itu tidak tahu saja jika yang membayarkan tempat tinggalnya ini adalah bosnya sendiri. Kalau Kayla mana bisa membayarnya, terlalu mahal. Malahan gajinya saja bisa dua kali lipat harga sewa.
"Silahkan masuk," ucap Kayla sambil membukakan pintu.
Adrian yang baru masuk langsung dibuat kagum dengan kamarnya yang luas dan rapih. Sudah diduga dari awal jika yang tinggal di sini pasti orang berada semua.
"Kamu tinggal sendiri di sini?" tanya Adrian.
"Iya, kenapa?"
"Gak papa, tapi nyaman banget. Pasti betah."
"Iya betah kok, tapi aku jarang di apartemen karena kerja."
Dengan baiknya Kayla membawakan dulu minuman, juga kotak obat. Adrian yang melihat itu dibuat bingung, tapi hanya diam saja.
"Wajah kamu kenapa kok babak belur gitu?" tanya Kayla.
"Oh ini, kemarin malam habis dihajar."
"Sama siapa?"
"Sama rentenir itu lah, aku ketahuan sama mereka," jawab Adrian sambil terkekeh kecil. Merasa lucu saja jika mengingat kejadian itu.
"Tapi kamu gak papa, kan?"
"Enggak kok, cuma luka kecil aja. Untungnya mereka gak sampai bunuh aku, mungkin pengen aku bayar dulu hutangnya."
Kayla menggeleng-gelengkan kepala, "Serem juga ya mereka, kamu gak takut?"
"Takut sih, tapi aku juga gak bisa ngehindar karena aku yang lebih dulu cari masalah."
"Jadi makanya kamu sudah putusin untuk aku bantu?"
Adrian mengangguk, "Iya, aku pikir cuma kamu yang bisa bantu aku untuk lunasin hutang ke mereka. Tapi--"
"Tapi?"
"Tapi aku juga harus tahu alasan kamu mau bantuin aku untuk lunasin hutang aku yang banyak itu."
Mereka saling bertatapan, tanpa bisa ditahan detak jantung pun menjadi cepat begitu saja. Kayla memilih meminum sedikit air putihnya, untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Sepertinya sudah waktunya Ia cerita.
"Aku bisa bantu kamu bayar hutang itu langsung, tanpa kamu harus lunasi."
Kedua mata Adrian terbelak lebar, "Hah kamu serius? Jangan bercanda!" ucapnya keras.
"Aku serius, tapi memang ada syaratnya. "
Seketika itu juga perasaan Adrian tidak enak, merasa syarat itu pasti sangat berat karena dirinya sampai tidak perlu melunasi hutangnya yang banyak itu. Adrian pun menunggu Kayla membuka suaranya lagi dengan hati berdebar.
"Memangnya apa syaratnya?"
"Dengan kamu jadi suami aku, itu syaratnya."
"Apa?!"
"Maaf." Adrian langsung meringis pelan karena tidak sengaja berteriak. Ia hanya terlalu terkejut mendengar syarat yang diberikan Kayla jika dirinya mau dibantu untuk melunasi hutang. "Bagaimana? " tanya Kayla. "Ta-tapi kamu serius Kay? Saya jadi suami kamu, begitu?" "Iya, serius kok. Kita akan menikah. " "Hahaha saya masih terkejut dengan syarat nya," ucap Adrian sambil tertawa canggung. Menikah itu bukan pilihan mudah, butuh banyak persiapan lahir batin pastinya. Adrian bahkan tidak menduga jika syarat nya akan seberat itu. Perlahan rasa ragu pun hinggap, padahal sudah memikirkan matang-matang dari semalam. "Apa syaratnta memang hanya itu? " "Iya, kenapa? Kamu gak mau jadi suami aku?" Mana ada laki-laki yang bisa menolak Kayla itu, sosok perempuan cantik dan kaya raya. Adrian saja saat di awal pertemuan langsung terpukau. Selain itu, sifat Kayla pun baik dan tidak sombong. Paket komplit sekali lah pokoknya. "Bukan gak mau, tapi saya malah bingung. Kenapa kamu memilih s
Sepulangnya dari pertemuannya dengan Kayla, Adrian malah diam sejenak di taman yang sepi. Pria itu sedang memikirkan lagi tawaran dari perempuan itu untuk menikah. Ternyata syaratnya sangat berat, tapi hanya itu satu-satunya cara. "Menikah ya?" gumam Adrian. Adrian seperti mendapatkan keajaiban tidak diduga dari doanya agar Tuhan menolongnya. Sepertinya sudah diberikan jalan, tinggal Ia memutuskan menerima atau tidaknya. Tetapi kenapa harus dengan jalan seperti ini? "Tapi kenapa dia mau memilih aku? Kayla kan bisa mencari laki-laki lain yang lebih dari aku."Saat itu mereka bahkan baru bertemu, tapi perempuan itu seperti sudah menemukan orang yang tepat saja. Mereka belum saling mengenal satu-sama lain. Mengajak menikah seperti mengajak pacaran saja, semudah itu. "Ahh sial, kepalaku jadi pusing," dengus Adrian. Melihat waktu yang semakin malam, membuat Adrian beranjak untuk pulang ke kontrakannya. Tetapi sesampainya di sana, Ia bingung melihat tas-tasnya ada di depan pintu kontra
Kayla bangun lebih dahulu, itu karena Ia akan bekerja. Saat keluar kamar tidak menemukan Adrian, mungkin pria itu masih tidur di kamarnya. Kayla pun memutuskan membakar roti dahulu dan membuat susu untuk sarapan. "Hei Adrian, selamat pagi," sapanya melihat pria itu memasuki dapur. "Iya pagi juga, maaf ya kesiangan. ""Gak papa, gimana tidur semalam? ""Gimana apanya?" tanya Adrian balik. "Katanya kalau orang tidur di tempat orang lain itu susah tidur, kamu ngerasain begitu juga, gak?""Enggak, aku malah nyenyak banget tidur di sini.""Bagus deh, aku ikut lega." Kayla lalu membawa dua piringnya, "Kita sarapan dulu. ""Hm."Dengan perhatiannya, Kayla juga membuatkan roti bakar untuk pria itu. Tidak lupa menuangkan susu ke gelasnya, setelahnya baru duduk di kursinya sendiri. "Kalau nanti kamu lapar, di bawah ada tempat makan kok," ucap Kayla. "Iya gak papa.""Apa kamu ada uang?""Hah? A-ada," bohong Adrian. Ia terlalu malu kalau jujur, nanti kelihatan kere banget. "Untuk bayarannya
Makan malam dengan Abimanyu itu lumayan lama, pria itu benar-benar ingin menghabiskan waktu dengannya di luar jam kantor. Di pukul sembilan malamnya, Kayla pun baru pulang. "Akhirnya kamu pulang juga."Kayla langsung menatap Adrian yang seperti menyambutnya, hampir lupa jika pria itu masih berada di apartemennya. Apakah Adrian menunggunya dari tadi? Tidak mungkin, kan? "Apa hari ini sibuk? Kamu sampai pulang larut malam begini," tanya Adrian. "Enggak terlalu, tapi tadi ada sedikit acara di luar.""Oh gitu, aku kira kamu bakalan lembur." Adrian menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Em kamu sudah makan belum Kay?""Sudah kok, kenapa?"Kayla mengernyitkan keningnya menyadari senyuman di bibir pria itu menghilang setelah Ia menjawabnya tadi. Tetapi hanya sebentar, karena Adrian kembali tersenyum walau terkesan terpaksa. "A-aku belum," jawab Adrian. "Loh kenapa? Apa kamu gak ada uang?""Bukan, masih ada kok uangnya. Cuman..""Cuman apa?""Cuma tadi aku nunggu kamu pulang, tadinya mau
"Gimana sama penampilan aku? Apa sopan untuk ketemu Ibu kamu?"Kayla tersenyum lalu mendekati Adrian, dengan santainya Ia mengancingkan bagian kedua kemeja itu. Menurutnya jika sudah memakai baju rapih dan formal begini, Adrian terlihat makin tampan. "Bagus kok, kamu cocok pakai baju begini," jawab Kayla, "Tadinya aku mau beliin, tapi ternyata kamu juga punya banyak ya?""Iya ada beberapa, tapi lebih banyak baju biasa sih.""Memangnya dulu pas jadi koki pakai baju apa?""Ada baju khusus untuk koki, sudah di siapin.""Aku jadi penasaran kamu pakai baju koki begitu."Adrian terkekeh kecil, "Kamu mau lihat?""Iya," angguk Kayla cepat. "Aku punya fotonya sih.""Aku pengen lihat langsung kamu pakai baju itu," celetuk Kayla. "Tapi aku malu.""Kenapa malu?""Ya takut aja dianggap berlebihan, ini juga kan bukan di tempat kerja.""Gak papa dong, kan yang lihat juga cuma aku. Nanti deh, pengen sekalian lihat kamu masak langsung juga.""Ya sudah deh," desah Adrian pasrah, merasa tidak sanggup
"Ibu sudah makan?" tanya Adrian. Hana menggeleng, "Belum, kamu mau makan?""Tidak, bukan saya. Apa saya boleh masak untuk makan siang?""Boleh kok, Ibu juga mau nyobain masakan buatan koki tampan ini."Adrian terkekeh kecil mendapatkan pujian itu, membuatnya jadi malu sendiri. Adrian bukan bermaksud sombong, hanya saja dengan dirinya masak dan membuat makan siang mungkin bisa membuat Ibu Kayla itu semakin menyukainya. "Biar aku bantuin ya," ucap Kayla. "Kamu kan gak bisa masak Kay, nanti malah repotin pacar kamu.""Gak papa bu," sela Adrian, "Saya malah senang kalau Kayla ikut masak, bisa sekalian saya ajarin juga.""Begitu ya, ya sudah kalau kamu gak merasa di repotkan. Adrian, Ibu titip Kayla ya. Ajarin dia masak, kan sebentar lagi mau menikah.""Iya Bu."Kayla lalu mengajak Adrian untuk ke dapur sekarang, untung saja bahan makanan di kulkas pun banyak. Ibunya tidak ikut, memberikan pasangan kekasih itu waktu untuk bersama. "Maaf ya kalau Ibu aku banyak bertanya dan buat kamu ga
Cukup lama Adrian dan Kayla berada di rumah itu, bahkan setelah makan pun sempat melihat hutan pinus di belakang rumah. Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat, tiba-tiba sudah sore saja. "Beneran gak akan nginep?" tanya Hana. Kayla menggeleng, "Enggak Bu, aku dan Adrian juga kan besok harus kerja lagi.""Gak papa deh, tapi nanti kalau sudah jadi suami istri sering-sering nginep di sini ya?"Kayla dan Adrian sempat bertatapan, mereka pun melemparkan senyuman satu-sama lain. Kalau sudah digoda seperti pasangan sungguhan itu merasa malu sendiri, apalagi keduanya pun baru dekat tidak lama ini."Iya Bu, nanti kita pasti akan sering berkunjung," ucap Adrian, "Ibu jaga kesehatan selalu ya.""Iya nak Adrian, kamu juga. Kamu tinggal dimana? Apa gak jauh dari apartemen Kayla?""Em itu.. I-iya, gak jauh." Kayla lah yang menjawab, tapi terpaksa harus berbohong. Masa saja Ia jujur kalau mereka sudah tinggal bersama? Yang ada detik itu juga Ibunya akan menikahi mereka. "Kalau tidak jauh, Ibu t
Keluar dari kamarnya, Kayla langsung disambut wangi masakan yang enak. Tersenyum melihat Adrian yang sedang menyimpan sepiring nasi goreng di meja makan. "Selamat pagi," sapanya. "Hai selamat pagi Kay, ayo sarapan dulu. " "Iya, kamu yang masak?" "Iya dong, kalau bukan aku siapa lagi?" "Bener juga, tapi bisa aja kamu beli terus pindahin ke piring." "Haha enggak lah, repot banget. Kan aku juga bisa masak, buat sendiri lebih enak." "Masa sih? Coba nanti cicip rasanya seenak apa." "Silahkan Nona, beri nilai juga kalau bisa." Keduanya lalu duduk saling berhadapan, menikmati nasi goreng dengan topping telur mata sapi itu. Saat nasi goreng itu masuk ke mulutnya, kepala Kayla langsung mengangguk-angguk. "Nilainya berapa?" tanya Adrian. "Sembilan." "Wah besar juga, makasih. Tapi kenapa gak sepuluh?" "Kalau mau sepuluh, kamu bisa masakin aku sesuatu." "Apa memangnya?" "Bebek betutu, bisa gak?" "Itu makanan favorit kamu ya?" "Iya, tapi sudah lama gak makan lagi. Jadi kangen s