"Maaf."
Adrian langsung meringis pelan karena tidak sengaja berteriak. Ia hanya terlalu terkejut mendengar syarat yang diberikan Kayla jika dirinya mau dibantu untuk melunasi hutang.
"Bagaimana? " tanya Kayla.
"Ta-tapi kamu serius Kay? Saya jadi suami kamu, begitu?"
"Iya, serius kok. Kita akan menikah. "
"Hahaha saya masih terkejut dengan syarat nya," ucap Adrian sambil tertawa canggung.
Menikah itu bukan pilihan mudah, butuh banyak persiapan lahir batin pastinya. Adrian bahkan tidak menduga jika syarat nya akan seberat itu. Perlahan rasa ragu pun hinggap, padahal sudah memikirkan matang-matang dari semalam.
"Apa syaratnta memang hanya itu? "
"Iya, kenapa? Kamu gak mau jadi suami aku?"
Mana ada laki-laki yang bisa menolak Kayla itu, sosok perempuan cantik dan kaya raya. Adrian saja saat di awal pertemuan langsung terpukau. Selain itu, sifat Kayla pun baik dan tidak sombong. Paket komplit sekali lah pokoknya.
"Bukan gak mau, tapi saya malah bingung. Kenapa kamu memilih saya untuk yang jadi suami kamu?" tanya Adrian balik, "Masih banyak loh, laki-laki yang lebih baik dari saya."
Bukan maksud merendah, tapi Adrian cukup sadar diri. Apalagi dirinya sekarang orang biasa yang tidak punya pekerjaan, selain itu sedang terlilit hutang. Tentu kehidupannya dengan Kayla itu seperti berbanding terbalik.
"Kamu gak perlu tahu alasannya, tapi yang pasti aku pilih kamu juga karena aku sudah yakin kok menemukan yang tepat," ucap Kayla.
"Saya gak tahu."
"Aku tahu ini memang berat, tapi kamu tenang saja. Pernikahan ini hanya kontrak, akan ada perjanjian di atas kertas."
Adrian terdiam beberapa saat, "Jadi maksud kamu pernikahan ini tidak serius?"
"Iya, jadi kamu gak perlu terlalu terbebani."
Kayla belum bisa berterus terang sepenuhnya alasan dirinya menjadikan Adrian suami kontraknya, Ia khawatir pria itu ragu dan tidak mau membantunya. Sekarang saja Kayla sedang berusaha membujuk, terlihat Adrian masih ragu.
"Apa kamu punya pacar Adrian?" tanya Kayla.
"Tidak kok."
"Terus kenapa kamu ragu menerima tawaran dari saya ini?"
"Saya merasa untuk menikah terlalu berat, saya merasa belum siap."
"Aku juga sama kok, tapi aku harus melakukan nya."
Adrian menatap perempuan itu dalam, ingin sekali bisa membaca isi kepalanya itu. Adrian merasa belum puas mendapat jawaban tadi, juga alasan kenapa Kayla itu memilih dirinya untuk menjadi suaminya. Tetapi Adrian juga tidak bisa terlalu banyak tahu, pasti Kayla pun memiliki privasi sendiri.
"Kalau semisal kamu masih ragu, tidak apa pikirkan dulu. Aku akan memberikan kamu waktu," ucap Kayla pengertian.
"Baiklah, aku memang butuh waktu memutuskan ini."
Tetapi Adrian tahu, satu-satunya cara agar dirinya selamat dan bisa membayar hutangnya itu ya dengan bantuan Kayla saja. Apakah itu berarti nanti Adrian akan menerima tawarannya ini?
"Lupakan saja dulu untuk itu, sekarang kamu obati dulu wajah kamu," ucap Kayla.
"Gak perlu, aku gak papa kok."
"Jangan begitu, lukanya lumayan parah loh. Emangnya pas mereka mukulin kamu, kamu gak lawan?"
"Kalau aku lawan, mereka bakalan makin galak."
Walaupun Adrian masih tampan, tapi luka lebam di sekitar rahang dan sudut bibirnya yang robek itu membuat wajahnya jadi tidak semulus saat awal bertemu. Pasti sakit, tapi Adrian tetap berusaha baik-baik saja.
"Mau aku bantu obatin gak?" tawar Kayla.
"Boleh deh, tangan kanan aku kebetulan sakit."
"Kenapa? Apa karena mereka juga?"
"Iya."
"Astaga, apa kita ke rumah sakit aja? Biar lebih detail nyembuhin nya. "
"Enggak usah, cuma luka dikit kok."
Sedikit dari mana, nya? Batin Kayla mendengus.
Dengan baiknya, Kayla pun membantu mengobati luka di wajah Adrian terlebih dahulu. Sesekali pria itu meringis, membuatnya pun jadi harus hati-hati mengobati.
"Pas malam itu, aku pikir bakalan mati," gumam Adrian.
"Memangnya berapa orang yang mukulin kamu?"
"Dua orang, badan mereka besar-besar."
"Apa gak ada yang bantuin kamu saat itu?"
"Ada sih, tapi mereka telat."
"Terus apa mereka bawa kamu ke rumah sakit?"
"Enggak, aku milih diam aja di kontrakan. Sambil mikirin gimana caranya agar aku gak mati di tangan mereka. Dan ya, aku langsung kepikiran kamu aja."
Pandangan mereka pun kembali bertemu, kini posisi keduanya lebih dekat. Bahkan tangan Kayla masih bertengger di sudut bibir Adrian, masih mengobati nya.
"Aku pikir kamu yang Tuhan kirimkan untuk bantu aku keluar dari masalah itu," lanjut Adrian.
"Makanya, kayanya kamu juga gak ada pilihan lagi untuk nerima syarat dari aku."
"Tapi Kay, kamu serius mau nikah sama aku?"
"Ya kenapa enggak? Lagian kan kita juga menikah gak serius."
"Tapi aku sedikit takut kalau mempermainkan ikatan sakral begitu, apalagi aku juga belum tahu alasan kamu mau menikah dengan aku."
Kayla menghela nafasnya, Ia pun sama merasakan seperti Adrian. Saat Abimanyu memintanya pun, Kayla sempat marah tidak terima. Tetapi pria itu terus meyakinkan nya dan dengan bodohnya hatinya ini luluh mau menerima.
Padahal Kayla pun sempat menawarkan untuk berpisah saja kepada Abimanyu, tapi pria itu menolak keras. Entahlah apa Abimanyu memang mencintainya atau tidak. Alasan pria itu sendiri memintanya menikah dengan pria lain, karena tidak mau hubungan gelap mereka ketahuan oleh istri sah nya itu.
"Aku akan cerita, tapi tidak sekarang," ucap Kayla.
"Baiklah, tapi aku harap alasan kamu itu bukan sesuatu yang aneh ya?"
Kayla hanya tersenyum kikuk, langsung merasa tertohok sendiri padahal Adrian saja belum tahu.
"Mana lagi yang sakit?" tanya Kayla.
"Sudah enggak terlalu sih."
"Tadi katanya tangan juga sakit, ya?"
"Cuma kena tendang aja, nanti juga baikan."
"Kamu jangan nyepelein, nanti kalau kenapa-napa gimana?"
Adrian tersenyum kecil, "Kenapa? Kamu kelihatan khawatir begitu. Ingat ya, saya itu belum terima tawaran kamu loh."
Kayla gelagapan sendiri menengar itu, "Ih jangan salah paham deh, aku begini juga cuma kasihan dan peduli. Bukannya sesama manusia harus saling tolong menolong ya?"
"Iya sih, tapi kamu terlalu baik Kay untuk aku yang orang asing begini."
Adrian hanya khawatir dirinya jadi terbawa perasaan mendapatkan perhatian baik dari perempuan cantik itu. Mau bagaimana pun, Ia adalah laki-laki normal yang mudah jatuh hati jika melihat perempuan yang sesuai tipe idealnya.
"Sudah malam, kamu mau pulang sekarang?" tanya Kayla.
"Ah iya, gak kerasa juga ya. Kayanya aku harus pulang sekarang."
"Mau aku antar?"
"Enggak usah, nanti aku bisa pulang pakai taxi aja."
"Ya sudah." Padahal Kayla sudah berbaik hati menawarkan, tapi Adrian sepertinya masih gengsi.
Kayla pun memutuskan mengantar pria itu sampai ke depan apartemen. Sepanjang perjalanan ke bawah, tidak ada obrolan. Mereka terlihat gugup satu-sama lain, entah kenapa suasana tiba-tiba menjadi begini.
"Adrian," panggil Kayla.
"Ya?"
"Hati-hati."
"Iya."
Tidak sadarkah Kayla itu, hanya dengan mengatakan itu saja membuat Adrian jadi berdebar sendiri.
Satu minggu kemudian.. Acara pernikahan Kayla dan Adrian diadakan di sebuah ballroom sebuah hotel berbintang. Acara akad di pagi hari dan malamnya pesta bersama para tamu. Cukup banyak tamu yang hadir, dan kebanyakannya adalah klien kerja Adrian. "Selamat ya Pak Adrian, kami ikut senang anda menemukan jodohnya. Kalian tampak serasi sekali.""Ah iya, terima kasih juga sudah hadir kesini. Katanya anda sampai pulang dari luar negeri ya?""Iya, saya tentu harus hadir di acara penting anda ini.""Terima kasih, saya merasa sangat spesial."Untuk beberapa saat mereka bisa bernafas lega karena tamu berhenti datang. Adrian menoleh menatap Kayla yang duduk di sebelahnya, perempuan itu sedang minum sebotol air mineral dengan rakus. Melihat ada sedikit air di sudut bibirnya, membuatnya menghapusnya. "Capek ya?" tanya Adrian. "Iya, tapi seru.""Maaf aku undang banyak tamu.""Gak papa, kamu dan teman kerja kamu kan harus menjalin hubungan baik. Lagian pesta pernikahan ini cuma sekali, gak akan
"Kami berangkat dulu Kek," pamit Adrian. "Iya, hati-hati di jalan. Adrian, sering-sering lah ajak Kayla kesini.""Pasti."Sebenarnya mereka betah sekali di rumah itu, menghabiskan waktu dengan banyak kegiatan menyenangkan. Tetapi rencananya kan hari ini juga Adrian ingin berkunjung ke rumah Hana, membicarakan tentang hubungannya yang ingin serius dengan Kayla. "Kita beli sesuatu dulu ya buat Ibu," ucap Adrian. "Enggak usah lah.""Jangan dong, aku gak enak. Kalau misal dibeliin kue, Ibu suka gak?""Suka kok.""Ya sudah, kamu ya yang pilihin kue-kuenya, aku gak terlalu tahu.""Iya."Setelah membeli banyak macam kue untuk calon mertuanya itu, mereka melanjutkan perjalanan. Adrian gugup sekali, merasa khawatir saja dengan reaksi Hana nanti saat bertemu dengannya lagi. Semoga saja baik. "Assalamu'alaikum Bu," ucap Kayla memanggil dengan suara keras. Beberapa saat kemudian, pintu pun terbuka dari dalam. Hana terlihat terkejut melihat pria yang berdiri di sebelah putrinya, sampai membua
Saat Kayla membuka matanya, indra penciuman nya langsung dimanjakan oleh wangi masakan enak. Perempuan itu beranjak duduk lalu melirik ke bawah, Adrian sudah tidak ada dan kasur lantainya pun dirapihkan. Kayla lalu turun dan langsung mengeceknya ke dapur. "Sedang apa?"Adrian menoleh, "Hei, sudah bangun?""Iya, aku bangun kesiangan.""Aku sedang buat nasi goreng, maaf ya pakai dapurmu tanpa izin dulu.""Kau berlebihan, anggap saja rumah sendiri.""Hehe terima kasih."Tadinya Kayla akan mandi dulu, tapi melihat Adrian yang sudah selesai masak dan memindahkan ke piring membuatnya memilih sarapan lebih dahulu. Mereka duduk bersebelahan di sofa sambil menyantap nasi goreng dengan toping sosis dan telur mata sapi itu. "Aku kangen banget sama masakan buatan kamu, akhirnya bisa nyobain lagi," ungkap Kayla dengan senyuman lebarnya. "Gimana rasanya? Masih enak?""Masih kok, malahan lebih enak.""Ya sudah, nanti aku akan masakin kamu setiap hari."Kayla terkekeh kecil lalu menggeleng, "Engga
"Sana pulang.""Kamu ngusir aku?""Bukan ngusir, tapi kan ini bukan tempat tinggal kamu.""Iya sih, tapi aku pengen nginep di sini. Boleh gak?"Kayla langsung menggeleng, "Enggak, nanti kalau orang lain tahu ada laki-laki nginep di kontrakan aku bisa gawat.""Bilang aja kalau kita sebentar lagi juga menikah," ucap Adrian polos. "Memangnya kapan kamu mau nikahin aku? Aku gak mau di php in lagi ah.""Terserah kamu maunya kapan, besok juga bisa kok.""Jangan bercanda," dengus Kayla. Adrian hanya terkekeh kecil, mungkin bagi Kayla menganggapnya begitu, padahal Ia memang serius. Apalagi sekarang Adrian sudah menjadi seorang pengusaha yang banyak uang, tentu Ia bisa mengatur acara pernikahannya walau hanya satu malam dengan menyuruh seseorang. "Lihat di luar hujan besar, aku tidak bisa pulang," ucap Adrian sambil menunjuk ke arah jendela. "Memangnya kamu kesini naik apa?""Em motor," bohong Adrian. "Terus motornya dimana? Kok tadi aku lihat di depan gak ada.""Aku parkir di tempat lain
Hari ini menjadi hari paling berkesan bagi Kayla. Setelah pertemuannya dengan Adrian, sampai pria itu yang mengantarnya juga kembali ke kantor. Selama bekerja Kayla sampai tidak bisa fokus, bahkan terus tersenyum-senyum. "Bagaimana tadi? Semuanya lancar, kan?" tanya Gavin penasaran. "Em lancar Pak.""Jadi apa Pak Adrian itu sudah setuju akan bekerja sama dengan perusahaan kita?""Sepertinya?""Masih sepertinya ya? Padahal saya berharap sekali kamu bisa meyakinkan dia untuk bekerja sama dengan kita. Kamu tenang saja, nanti akan saya berikan bonus.""Beneran Pak?""Iya, asalkan dia sudah setuju.""Gampang kalau gitu, saya pasti bisa yakinkan beliau untuk mau kerjasama dengan perusahaan kita.""Baiklah Kayla, saya pegang ya kata-kata kamu.""Iya, Bapak tenang saja."Kayla pulang ke kontrakannya di jam biasa, kali ini dengan menaiki grabcar karena sedang gerimis. Sesampainya di tempat tinggalnya itu, Ia langsung membersihkan diri. Nanti Kayla akan membeli makan malam di restoran depan g
"Pak saya--""Tidak apa Kayla, malah ini kesempatan bagus. Mungkin kamu juga bisa membantu beliau agar semakin yakin bisa bekerja sama dengan perusahaan kita. Saya bisa percayakan semua pada kamu, kan?"Kayla mengerang di dalam hati enggan melakukan perintah itu. Masalahnya Kayla sudah bisa menebak jika yang akan dibicarakan Adrian nanti sepertinya tentang masalah pribadi, bukan tentang kerja sama ini. "Saya akan pulang lebih dulu, kamu saya izinkan.""Iya Pak.""Jangan terlalu gugup Kayla, sepertinya ini juga bukan pertemuan pertama kalian, kan?""Entahlah.""Kalau gitu saya pergi dulu, semoga lancar ya."Setelah kepergian bosnya itu, Kayla memilih meminum jusnya menghilangkan rasa tercekat di tenggorokan. Ia lalu melihat Adrian yang sudah kembali dari toilet, semakin mendekat membuat detak jantungnya semakin cepat. "Dia sudah pergi?" tanya Adrian yang baru duduk. "Sudah.""Baguslah, jadi tidak ada yang mengganggu.""Ekhem memangnya apa yang mau anda bicarakan? Tentang pekerjaan,