공유

3. Kecurigaan Rani

작가: Nana Rose
last update 최신 업데이트: 2023-02-21 12:44:58

Adi tidak berhenti mengguncang tubuh istri nya. Masih panik menyaksikan dengan kedua bola mata sendiri. Istri tercinta seakan membeku tidak bergerak sama sekali. Sesekali seperti orang menggigil. Pandangan Rani ke arah suami. Tatapan penuh kekecewaan dan ketakutan.

"Rani, kamu sakit? Atau kita ke rumah sakit saja?" Adi masih menggenggam tangan Rani dengan kencang.

"Kamu jangan pulang malam ini, ya! Aku cemas kalau terjadi sesuatu sama kamu," ujar Adi memeluk istri nya.

"Astagfirullah, Mas Adi!" Teriak Rani dalam hati.

"Kenapa kamu tega sekali selingkuh di belakang ku? Aku harus bagaimana, Ya Allah?" Rani terus membatin dengan tatapan penuh air mata ke suami.

Adi beradu tatap dengan Rani. Suasana saat itu hening dan penuh kecemasan. Adi tidak memindahkan tangan sedikit pun dari genggaman Rani. Perasaan Adi sangat cemas dan panik.

"Sayang, badan mu juga tidak hangat. Apa kamu kecapekan?" Adi memegang kening Rani berulang kali tanpa jeda.

"Tidak, aku tidak boleh seperti ini! Mas Adi, gak boleh tahu! Aku harus bersandiwara!" Rani masih terus membatin dengan rasa takut yang luar biasa.

Selang beberapa menit, Rani mengedipkan mata seraya mencengkeram kemeja Adi di atas paha. Tatapan Adi masih lurus ke wajah Rani penuh seribu tanda tanya.

"Mas, aku baru ingat kalau dari pagi belum makan." Rani membalas genggaman tangan Adi.

Adi bernapas lega di bahu Rani. Terasa sangat lemas dan tidak berdaya. Hati seketika menjadi tenang seperti tenggorokan yang diguyur air saat berbuka puasa. Sangat lega lalu memeluk istri nya sangat erat.

"Ran, aku takut kamu sakit. Aku sangat khawatir." Adi mengajak Rani untuk berdiri. Membantu perlahan dengan memapah menuju meja makan.

Langkah Rani mendadak berhenti. Adi melepas pegangan tangan hangat di punggung Rani. Senyuman Rani lepas kala menatap wajah Adi.

"Mas, aku ke belakang dulu, ya? Mau naruh kemeja kotor ini. Sebentar saja kok, Mas," ucap Rani meletakkan kemeja di belakang punggung nya.

"Sayang, biar aku saja. Kamu makan dulu dan jangan terlalu capek," lirih Adi.

"Aku gak apa-apa kok, Mas. Aku biasa kalau telat makan memang seperti tadi. Kamu kaget, ya?" Rani tersenyum sambil membelai rambut Adi.

Adi berusaha merebut kemeja di tangan Rani. Lelaki mana pun akan cemas saat melihat istri tersayang menggigil seperti orang yang kedinginan dan kesakitan. Dan ternyata semua itu karena lupa makan dari pagi. Setahu Adi memang seperti itu.

"Mas, aku ke belakang dulu!" Rani mempercepat langkah kaki pergi ke tempat untuk mencuci baju.

Tubuh Rani terkulai lemas di atas lantai. Tepat di samping mesin cuci yang lumayan besar. Adi masih sibuk memikirkan Rani di meja makan. Terdengar helaan napas yang berat.

"Ya Allah, apa suami ku selingkuh dengan perempuan lain?" Air mata Rani jatuh bercucuran di atas bekas noda merah. Napas Rani seperti sesak sambil memukul dada pelan.

Rani tidak menyadari kalau sudah terlalu lama meratapi nasib nya di belakang. Adi terus menerus memanggil nama nya. Rani segera berdiri sambil mengusap air mata yang membasahi wajah.

"Iya, Mas! Sebentar!" Rani dengan cepat mengeluarkan ponsel dari saku lalu mengambil gambar bekas noda merah itu.

Rani meletakkan kemeja ke cucian yang kotor. Kembali mengusap air mata lalu berjalan cepat menemani Adi di meja makan.

"Sayang, kamu kenapa lama sekali? Kamu harus makan yang banyak. Jangan kayak tadi lagi, ya. Aku cemas sekali," ucap Adi membelai jilbab yang dipakai Rani.

Adi mengambilkan banyak makanan di piring Rani. Pandangan Rani masih kosong. Pikiran dan hati diselimuti rasa curiga yang tebal. Merasa seakan tidak sudi disentuh oleh tangan Adi. Dalam hati sangat jijik dan ingin mandi sebanyak 7 kali.

"Ran, kamu kenapa melamun? Nanti malah sakit!" Adi memegang sendok untuk menyuapi istri nya.

"Maaf ya, Mas? Aku bisa makan sendiri. Mas Adi, juga makan yang banyak." Rani tersenyum tipis sambil menyantap makanan.

"Sayang, enak sekali! Kamu pintar sekali memasak! Aku bersyukur bisa mendapatkan istri cantik dan pintar seperti kamu," puji Adi seraya mengelus wajah Rani.

Namun, Rani tidak sadar sedikit menghindar dari Adi. Mulut Adi seketika berhenti mengunyah sebab melihat sikap Rani.

"Sayang, kamu kenapa tidak mau disentuh? Aku 'kan suami mu!" Nada bicara Adi menjadi lebih lembut. Di sisi lain hati sangat kaget dengan sikap Rani.

"Ya Allah, aku tidak bisa seperti ini! Aku merasa jijik disentuh suami ku," lirih Rani di dalam hati sambil terpejam.

"Mas, kita baru menikah beberapa hari. Aku kadang masih kaget kalau disentuh oleh lelaki," sahut Rani lembut.

Respon Adi tidak kesal dan marah diperlakukan Rani seperti bukan layak nya seorang suami. Adi justru tersenyum lepas sambil mengangguk perlahan.

"Aku beruntung sekali bisa memiliki kamu, Rani. Apa kamu merasa yang sama seperti yang aku rasakan?" Adi balik bertanya.

Rani menoleh perlahan ke wajah Adi. Tidak mampu menahan tetasan bulir air mata yang memenuhi kelopak mata. Turun setetes perlahan membasahi pipi.

"Rani? Kami tidak bahagia?" Wajah Adi mendadak menjadi sedih.

"Aku bahagia sekali bisa menjadi istri mu, Mas Adi." Rani memalingkan wajah dengan cepat.

Adi memeluk istri nya dari samping. Merasa sangat lega dan sangat terharu. Rani memejamkan netra menahan sakit dan perih hati tersayat-sayat karena ulah Adi.

"Kenapa Mas Adi kejam sekali? Tega sekali melakukan semua ini. Mas Raka, aku kangen sama kamu. Kamu yang terbaik, Mas! Kita tidak pernah bersentuhan dan berdekatan. Aku merasa tenang dan nyaman sama kamu," batin Rani memegang kuat dada yang terasa sesak dengan netra yang terpejam perlahan.

Ingatan Rani kembali terlempar pada sosok lelaki yang saleh dan menjadi impian nya. Beberapa tahun yang lalu calon suami Rani mengalami kecelakaan hebat saat hendak menuju ke rumah Rani. Pernikahan hanya tinggal menghitung hari akan tetapi takdir berkata lain. Raka meninggal dunia di lokasi kejadian kecelakaan. Rani belum bisa melupakan sosok Raka.

"Rani, kamu kenapa? Kenapa kamu menangis?" Adi memutar perlahan dagu Rani.

"Astagfirullah, aku tidak sadar kembali teringat Mas Raka." Rani mengusap air mata lalu tersenyum tipis.

Tidak munafik kalau Adi masih memikirkan sikap yang ditunjukkan Rani. Namun, berusaha sekuat mungkin untuk menepis. Sebab dia sangat bahagia bisa menikah dengan Rani.

Tak lama kemudian ponsel Adi berbunyi. Rani sedikit melirik akan tetapi sama sekali tidak terlihat. Adi mendorong kursi ke belakang sambil mengusap wajah Rani.

"Sayang, aku angkat telepon dulu, ya? Kamu lanjut makan dulu!" Adi berjalan agak cepat ke belakang. Pandangan tidak lepas dari layar ponsel. Wajah Adi terlihat gelisah.

"Sayang, ada apa? Besok kita 'kan ketemu. Jangan hubungi aku di rumah! Ada istri ku di sini," lirih Adi sambil sesekali mengawasi belakang.

Terdengar suara centil dan manja seorang perempuan dari seberang telepon sana. Adi masih menutup mulut sambil bicara serius dengan perempuan itu.

Rani berjalan perlahan mengawasi suami dari belakang. Kening berkerut dan keringat dingin membasahi tubuh. Adi bicara sangat pelan dengan hati sangat cemas.

Rani semakin curiga melihat gelagat suami. Berusaha lebih mendekat dan terus mendekat. Adi sama sekali tidak menyadari kalau Rani berdiri di belakang nya.

"Siapa yang telpon, Mas?" Rani menepuk pundak Adi perlahan.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Kerah Baju Bernoda Merah   60. Jarang Pulang

    Tidak lama guyuran air hujan turun perlahan. Rani masih betah duduk di tengah terpaan air dingin. Meratapi semua luka dan kepedihan yang tertahan sangat lama.Hanya berharap suami bisa kembali dan rumah tangganya baik-baik saja. Tapi apa? Kenyataannya nihil dan tidak berbuah apapun."Ya Allah, apa tidak bisa rumah tanggaku seperti dulu lagi?" Teriaknya di bawah air hujan yang semakin dingin.Berselang cukup lama memilih masuk ke dalam rumah. Berjalan tertatih merasa sangat hampa dan kosong. "Benar kalau Mas Adi tidak akan pulang lagi. Ini sudah hampir pagi. Sampai kapan aku kuat?"Rani bolak balik dari ruang tamu ke teras depan. Saat galau memikirkan suami yang diharapkan berubah, tapi sia-sia.***Ruangan tidur terlihat sepi dan sunyi. Padahal sinar mentari sudah menembus jendela kamar. Rani masih terlelap di antara bantal dan selimut tebal putih. Nampak wajah letih dan sangat pucat.Namun, tidak ada sosok Adi yang ada di sampingnya. Kosong dan tanpa siapapun di sana. Rani duduk pel

  • Kerah Baju Bernoda Merah   59. Kenapa Berubah Lagi?

    Rani terpaku diam hanya bisa menahan air mata yang sudah mulai memenuhi mata indahnya. Sama sekali tidak membalas pelukan yang detik itu terjadi."Rani?""Ya Allah, apa maksud Mas Adi melakukan semua ini? Apa mungkin suamiku sudah putus dari pacarnya?""Ran, kok diam?" Adi sedikit mengguncang tubuh mungil itu."A-aku gak papa kok, Mas. Kaget aja kamu tiba-tiba meluk aku."Adi tersenyum lalu menurunkan tangan perlahan. Menatap indah wajah istri di depannya. Lalu membalikkan badan melihat penampakan foto pernikahan di dinding kamar. "Kita bahagia ya, Ran?"Rani masih terhanyut dalam kebimbangan dan rasa bingung yang menumpuk di dada saat itu. Kurang memerhatikan omongan suami.Sementara itu Dika masih kaget seraya memegang dada yang berdebar sangat cepat. Berulang kali menyeka keringat dingin yang terus membasahi wajah gantengnya."R-rani, pelukan sama suaminya. Kenapa bisa terjadi?" Dika mencoba mengatur napas dan berpikir lebih jernih lagi. Dahi berkerut dengan irama napas yang memb

  • Kerah Baju Bernoda Merah   58. Sebuah Pelukan

    "Dika, please! Kamu kenapa sih, Dik? Kenapa kamu lihatin aku terus?" Batin Rani sama sekali tidak berkedip.Dika dan Rani terhanyut dalam suasana yang hening dan dada kompak berdebar sangat kencang. Entah apa yang terjadi di antara mereka berdua. Rani sama sekali tidak menyadari dengan status istri detik itu."Rani, aku...aku..."Rani refleks berdehem lumayan kencang lalu menunduk merasa salah tingkah sekali. Sesekali melirik Dika yang lebih dulu memalingkan muka."Dik, a-aku mau pulang sekarang. Bisa antar sekarang atau kamu masih mau di sini?" Rani menoleh ke Dika lalu kembali menunduk."Oh, i-iya. Aku habiskan minumanku dulu terus baru aku antar pulang."Cukup berselang lama mereka hanya diam tanpa berkata atau mengobrol. Pandangan mereka lurus ke depan dan sangat canggung. Padahal kedua sahabat itu biasa bercanda dan ngobrol hingga lupa waktu."Ya Allah, kenapa jadi canggung kayak gini? Dika, juga dari tadi diam." Rani sedikit melirik lalu lihat ke depan lagi."Ran, kita pulang se

  • Kerah Baju Bernoda Merah   57. Masih Bertahan

    Tatapan Adi semakin tajam melihat tingkah Citra yang aneh dan senyum sendiri. Tidak butuh waktu lama merebut ponsel yang ada di dalam tas."Mas, apa-apaan sih kamu! Lihat ini! Semua jadi jatuh berantakan kayak gini!"Pandangan Adi kaget melihat semua barang di dalam tas jatuh tersebar di atas lantai. Citra jongkok perlahan mengambil satu per satu sedikit kasar.Tangan kanan gesit meraih ponsel lalu dimasukkan ke dalam tas. Lalu berganti dengan barang yang lain. Nampak sekali wajah sangat kesal dengan bibir mengerucut sempurna."Mas, kamu kenapa kasar sekali! Semua sampai jatuh kayak gini!""Kamu pikir aku akan minta maaf?"Citra menoleh kesal ke belakang. Bibir bergetar menahan amarah yang sudah memuncak. Adi masih santai memalingkan wajah."Bos, permisi! Saya besok gak masuk kerja! Malas lihat tampang membosankan Anda!" Citra sengaja membenturkan pundak kiri ke pundak kanan bosnya.Adi menarik tangan Citra hingga tersentak ke belakang. Pandangan sama sekali belum pernah dirasakan Cit

  • Kerah Baju Bernoda Merah   56. Masa Pendekatan

    Adi tidak cepat menjawab pertanyaan Citra. Masih diam dengan pikiran yang terlempar ke masa lalu. Dahi berkerut sedikit lelah merasa hampir putus asa."Mas, aku 'kan tanya. Jawab donk!" Citra melipat tangan di depan dada."I-iya, Sayang. Udah ya, semua itu gak penting lagi. Karena mulai sekarang hanya ada kita.""Kamu ini amnesia atau gimana? Istrimu mau ditaruh di mana? Kamu cerai aja gak mau pakai bilang hanya ada kita!" Nada bicara Citra meninggi.Adi mau tidak mau kembali teringat ke masa lalu yang terpaksa harus diingat kembali. Di tengah lamunan Adi ada wanita yang nampak manyun dan sangat kesal.Flashback..."Rani, kamu mau cokelat atau sesuatu yang segar?""Em, gak usah. Aku bisa beli sendiri."Suasana taman sore hari itu cukup ramai. Udara sejuk dan terpaan sinar mentari senja yang menghangatkan badan. Terlihat dua manusia yang sekilas seperti orang yang tidak saling mengenal."Susah sekali mengambil hatimu, Ran. Aku harus gimana lagi?" Batin Adi yang bersandar pada pohon sam

  • Kerah Baju Bernoda Merah   55. Mulut Manis Citra

    Citra hanya bisa menghindar dengan wajah kesal. Berdiri seolah menantang Adi tanpa ada rasa takut. Adi terdiam bengong melihat sikap acuh yang ditunjukkan wanita yang ia cintai.Suasana menjadi asing dan sedikit mencekam saat Citra perlahan melepas cincin. Tatapan Adi menjadi melebar dan tidak percaya semua yang dilihat siang itu."Citra? Mau apa kamu? A-aku gak mau kehilangan kamu, Sayang. Aku mohon p-pakai lagi cincin itu!" Adi berusaha mendekati wanita seksi di depannya.Perkataan Adi seakan hanya menjadi angin lalu saja. Cincin jatuh perlahan ke atas lantai. Netra menutup perlahan seraya membuang muka."Semua sudah selesai!" Citra mundur selangkah lalu membalikkan badan penuh tatapan kecewa."Enggak! Citra! Tunggu! Kamu gak bisa kayak gini! A-aku gak bisa hidup tanpa kamu!" Adi memeluk tubuh mungil dan berisi itu dari belakang.Hati tidak bisa dibohongi. Rasa tidak bisa dipaksakan. Munafik jika tidak merasakan sakit hati. Pria yang diharapkan bisa menjadi suaminya sudah menanam be

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status