Share

Bagian 6

Penulis: Puziyuuri
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-03 13:33:41

Tumpukan kayu yang telah dipotong rapi berhamburan di tanah bersama dua ekor bozkou tak bernyawa. Sementara Gulzar Heer duduk bersandar di pohon. Jemari penuh bekas luka mengusap wajah oval penuh keringat, meninggalkan bercak-bercak cokelat kemerahan di kulit putih. 

Gulzar Heer menghela napas berat sembari mengipasi wajah dengan topi. Tidak, dia bukannya lelah, hanya sedang banyak pikiran. Menggarap sebatang pohon hingga diperoleh ratusan potong kayu dan membunuh dua ekor bozkou hanya akan mengurangi 5 % tenaganya. Seorang Gulzar Heer bahkan sanggup tak tidur 2 hari 2 malam dalam peperangan.

“Apa kamu akan menikah dengannya, Fay? Ah, mungkin saja, dia sangat cantik dan anggun. Kamu pasti sangat bahagia saat ini ....”

Gulzar Heer menggeleng berkali-kali. Dia juga menekan kening yang mendadak berdenyut, juga memegangi dada. Rasa perih yang tak dapat dimengertinya melesak-lesak di dalam sana. Gulzar Heer menggeram, lalu menepuk-nepuk pipi sendiri.

“Tak seharusnya aku begini! Mungkin ini hanya perasaan rindu kenangan dengan sahabat saja.” Gulzar Heer lagi-lagi menghela napas berat, lalu memutar kembali memori masa lalu dalam benak.

...

Gadis kecil dengan rambut dikucir kuda mengayunkan pedang kayu. Satu hantaman telak mengenai tangan boneka kayu untuk latihan, membuatnya berputar cepat, seolah membalas serangan. Tubuh mungil dengan tangkas mundur beberapa langkah, lalu melompat dan menghantamkan pedang dari atas.

Kraaak!

Pedang dan boneka kayu patah. Si gadis kecil mendecakkan lidah. Namun, kekesalannya tak bertahan lama. Sang ibu tiba-tiba ke luar rumah sambil berkacak pinggang. Dia dengan cepat melemparkan pedang kayu yang tinggal setengah ke semak-semak.

“Percuma kamu membuangnya, Gulzar, Ibu sudah melihatnya!”

Gulzar Heer menelan ludah. Delaram mendadak sudah berada di hadapannya. Pengendali elemen angin memang memiliki kecepatan di atas rata-rata. 

“Sudah Ibu bilang berapa kali, kamu jangan ikut-ikutan ayahmu!”

“Tapi, Bu, aku ingin menjadi kesatria kuat seperti ayah.”

“Gulzar!”

“Iya, Bu, maaf.” 

Delaram menghela napas berat. “Gulzar, Ibu ingin kamu menjadi anak yang manis dan anggu–”

“Gulzar, lihatlah Ayah bawa siapa!” seru Farzam yang baru saja datang.

Delaram mendelik. Namun, emosinya terpaksa ditahan begitu melihat bocah sebaya Gulzar Heer yang mengekori sang suami. Siapa yang tak kenal anak laki-laki tampan dengan sorot mata lembut dan hangat itu? Dialah Pangeran Fayruza, putra ketiga penguasa Kerajaan Arion.

“Gulzar, ini Pangeran Fayruza, beliau akan tinggal bersama kita untuk sementara waktu. Yang Mulia Raja Faryzan juga memintamu secara khusus untuk menjadi guru pedang untuk pangeran,” jelas Farzam setelah berdiri di hadapan dengan putrinya.

Mata Gulzar Heer tampak berbinar-binar.  Namun, tidak untuk sang ibu. Delaram memelototi sang suami. 

“Kenapa raja seenaknya begitu?” desisnya tajam.

“Biar aku jelaskan di dalam.” Farzam tersenyum pada kedua anak itu. “Gulzar, kamu temani pangeran berlatih, ya?”

“Baik, Ayah!” seru Gulzar Heer antusias.

Farzam mengacungkan jempol. Sementara itu, Delaram masih melotot. Bibirnya terus menggerutu, mengeluhkan keputusan raja yang tega meminta putrinya menjadi guru pedang.

“Padahal di istana banyak kesatria lain, kenapa harus putriku yang manis?”

“Ayolah, Sayang. Raja hanya ingin Pangeran Fayruza mendapatkan teman.” Lalu, dia berbisik, “Beliau juga akan aman dari pembunuh bayaran yang dikirim Pangeran Ardavan jika berada di sini.”

“Apa? Pembunuh? Pangeran pertama, kan, baru lima belas tahun?”

Farzam menghela napas, lalu meletakkan telunjuk di bibir. “Jangan keras-keras tidak baik didengar anak-anak.”

“Tidak apa, Paman. Aku sudah tahu kakak ingin membunuh kami. Terima kasih Paman mau melindungiku.” Pangeran Fayruza tersenyum manis. Delaram, Farzam, dan Gulzar Heer merasa silau dengan kemilau senyumnya.

Kehidupan istana memang tidak sepenuhnya indah. Persaingan ketat bisa menumbuhkan kebusukan hati. Pangeran Ardavan memiliki ambisi begitu besar, hingga bukan rahasia lagi kekejamannya menyingkirkan adik sendiri. Sayangnya, tak pernah ada bukti. Kejahatannya terlalu rapi.

“Baiklah, pangeran boleh tinggal di sini. Eh, tapi bukankah berbahaya membiarkan anak perempuan kita tinggal seatap dengan laki-laki?”

Farzam menepuk keningnya. “Hei, mereka masih kecil, tidak mungkin terjadi hal yang aneh-aneh. Ayo masuklah dulu, ada yang ingin kubicarakan juga.”

“Ck! Baiklah,” ketus Delaram. Keduanya segera masuk ke rumah.

“Terima kasih, Pangeran. Aku jadi bisa berlatih pedang tanpa dimarahi ibu,” cetus Gulzar Heer setelah memastikan ayahnya berhasil mengamankan sang ibu.

“Tidak bisakah kamu memanggil namaku saja saat kita berdua?” tanya Pangeran Fayruza dengan tatapan polos yang membuat Gulzar Heer luluh seketika.

“Baiklah, aku akan memanggil Fay. Ayo kita latihan!”

...

Gemerisik dedaunan yang tertiup angin semilir membuyarkan lamunan Gulzar Heer. Terik mentari mulai membakar kulit. Gulzar Heer memutuskan untuk pulang saja ke rumah sembari berharap sang ayah tidak lagi membicarakan perjodohan Pangeran Fayruza.

Dia bangkit dari duduk. Tangannya cekatan mengikat potongan-potongan kayu dan bozkou dengan sulur-sulur merambat. Sebelum mengangkut hasil perburuan, Gulzar Heer mencuci terlebih dulu kapak berlumur darah di danau. Namun, baru saja dia mendekat, air tiba-tiba menggelegak. Tak lama kemudian sesosok tubuh yang dilingkupi cahaya biru muncul ke permukaan. 

“Pangeran Fayruza?” 

“Hai, Gulzar, maaf membuatmu kaget, tapi tolong jangan bersikap formal saat kita berdua saja,” cetus Pangeran Fayruza sembari melangkah keluar dari air.

Gulzar Heer mengucek matanya berkali-kali, memastikan tidak sedikit bermimpi ataupun berhalusinasi. Sosok Pangeran Fayruza memang ada di sana dengan senyuman menawan. Dia memegangi dada yang berdebar kencang.

“Pangeran kenapa bisa ada di sini?” cetus Gulzar Heer setelah berhasil menguasai diri.

“Gulzar, kamu sudah berjanji akan memanggil namaku jika berdua saja.” Pangeran Fayruza berpura-pura cemberut.  

“Ah iya, maafkan aku, Fay. Tapi, kenapa kamu bisa ada di sini? Bukankah harusnya menghadiri pesta di kediaman Keluarga Hesam?”

Pangeran Fayruza terkekeh. Matanya tinggal segaris tipis. Gulzar Heer memalingkan wajah, menenangkan jantung yang mulai nakal lagi.

“Aku bosan, jadi menggunakan teleportasi air ke sini. Oh iya, aku juga ingin mengajakmu pergi. Kamu mau ikut, ‘kan?”

“Baiklah, Fay, tapi izinkan aku membawa pulang kayu-kayu dan hewan buruan ini dulu.”

Pangeran Fayruza mengelus dagu. Dia kembali tersenyum lebar, lalu mengarahkan telunjuk ke arah danau. Cahaya berpendar biru membentuk lingkaran besar di permukaan air.

“Gulzar, lemparkan kayu-kayu dan hewan buruanmu ke air!” perintahnya.

Gulzar mengerutkan kening, tapi tak lama. Senyuman sang pangeran membuatnya mengerti. Dia langsung melemparkan potongan kayu dan dua ekor bozkou ke danau dan langsung ditelan cahaya biru hingga raib tak bersisa. Hasil perburuan telah berpindah ke rumah Farzam dengan teleportasi.

“Nah, sekarang giliran kita.”

Pangeran Fayruza menarik tangan Gulzar Heer, membawanya menuju danau. Mereka berdiri melayang di permukaan air. Perlahan, cahaya biru menyelimuti tubuh.

Saat keduanya mulai masuk ke dalam air, Gulzar Heer menyeletuk,” Memangnya kita mau ke mana, Fay?”

“Rahasia.”

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kesatria Mawar   Bagian 98 (End)

    Pangeran Heydar memasuki pondok dengan wajah semringah. Nyanyian terlantun merdu dari bibirnya. Shirin yang tengah mengelus perut seketika mengalihkan pandangan."Kau tampak senang, Sayang. Ada apa?"Pangeran Heydar menghampiri Shirin, mendekap dari belakang. Lengan kekarnya melingkar erat di pinggang sang istri. Dia meletakkan dagu di bahu Shirin, lalu memejamkan mata sejenak."Ya, Sayang. Ada kabar yang sangat membahagiakan."Shirin melepaskan pelukan Pangeran Heydar. Dia berbalik dengan cepat dan menatap antusias. Wanita itu memang paling tak tahan dengan rasa penasaran."Kabar gembira apa, Sayang? Jangan membuatku penasaran!" cecarnya.Pangeran Heydar menyengir lebar, lalu mengecup perut istrinya yang mulai membukit. "Aku mendapat pesan dari Gulzar""Apa? Cepat bacakan! Cepat bacakan!" desak Shirin. Dia hampir saja menjambak rambut sang suami."Tenanglah, Sayang. Pesannya tidak akan hilang jika kamu sedikit bersabar.""Jangan membuatku tambah kesal, Heydar! Kau tahu aku sangat mer

  • Kesatria Mawar   Bagian 97

    Pangeran Fayruza tersentak, lalu menatap lekat Delaram yang masih tersengal-sengal. Delaram mengatur napas sejenak. Pakaiannya tampak basah oleh keringat. Wajah cantik dan tegas itu sampai memerah."Anda harus ikut saya untuk menyelamatkan Pangeran Heydar!" seru Delaram setelah napasnya lebih teratur.Kecemasan Delaram menular kepada Pangeran Fayruza. "Ada apa dengan Kak Heydar, Bi?" desaknya. Pangeran Fayruza terus menatap lekat meminta penjelasan. Delaram hendak menyahut. Namun, udara tiba-tiba terasa menyesakkan. Aroma mawar menyeruak diikuti kerlipan-kerlipan cahaya keemasan yang semakin lama memperjelas wujudnya, belasan kupu-kupu.Houri langsung melakukan salam penghormatan. Kupu-kupu yang paling indah perlahan menjelma menjadi wanita cantik dengan tiara indah di kepala. Dialah ratu peri kupu-kupu emas. Sang ratu menghampiri Ghumaysa dan menusukkan tongkatnya ke perut wanita itu."Argggh!" Erangan memilukan terasa memekakkan telinga. "Tidak! Tidak! Tidaaak!"Teriakan Ghumaysa m

  • Kesatria Mawar   Bagian 96

    "Arghhh!" Erangan Ayzard memenuhi udara.Dia langsung melompat ke belakang menghindari serangan Gulzar Heer. Pedang suci menghantam sebongkah batu dan membuatnya hancur berkeping. Ayzard tampak mencengkeram dada kiri dengan napas tersengal. Dia terbatuk, lalu memuntahkan darah. Kabut hitam yang semula memberikan tambahan energi secara terus-menerus tak bisa lagi mengalir ke tubuh Ayzard seperti terhalang sesuatu.Gulzar Heer tak ingin membuang kesempatan. Dia memusatkan kekuatan. Pedang suci berpendar. Kilat putih melesat mengincar Ayzard. Ghumaysa melihat ada yang tak beres pada Ayzard seketika membuat perisai dari kabut hitam.Ledakan besar memekakkan telinga. Kilat putih pedang suci berbelok ke segala arah. Beberapa siluman jahat terbakar olehnya. Sementara itu, Ayzard kembali muntah darah. Ghumaysa mendecakkan lidah.“Si bodoh Heydar pasti melakukan sesuatu yang konyol!” umpatnya, lalu menggertakkan gigi.“Lawanmu adalah kami, Wanita Iblis!” bentak Kyra seraya melesatkan panah-pan

  • Kesatria Mawar   Bagian 95

    "Ayo kemarilah, Putriku," panggil Ayzard lagi.Ghumaysa yang menyamar menjadi Daria tak ingin ketinggalan. Dia juga menampakkan diri, lalu meracuni pikiran Gulzar Heer dengan ucapan manis. Tak ketinggalan, sihir hitam dalam bentuk kabut tipis diembuskan untuk semakin melemahkan mental."Anakku yang cantik, kami sangat rindu kemarilah," bujuk Ghumaysa."Baik, Ayah, Ibu."Jarak yang memisahkan Gulzar Heer dengan Ayzard dan Ghumaysa semakin sempit. Ayzard diam-diam menyeringai. Tangannya menggenggam erat gagang pedang hitam."Berhenti, Farah! Ayah dan Ibu ada di sini, Anakku!" seruan dari suara yang tak asing menghentikan langkah Gulzar Heer.Dia berbalik. Atashanoush dan Daria berdiri di sana. Kekuatan kasih sayang terhadap anak semata wayang membuat mereka bisa menembus dimensi yang dibuat Ghumaysa dan menampakkan diri."Dasar adik durhaka! Berani kamu menyamar menjadi aku!" bentak Ghumaysa berusaha mengacaukan pikiran Gulzar Heer."Kaulah yang menyamar, Ghumaysa!" sergah Daria yang as

  • Kesatria Mawar   Bagian 94

    Sudah sepuluh kali Kayvan menghela napas berat. Dia juga terus memandangi langit malam dari jendela menara sihir. Lelaki tua itu mendecakkan lidah, lalu mulai mondar-mandir memutari bejana sihir sambil memijat-mijat kening.Bruk!Kayvan terduduk. Akibat mondar-mandir tak jelas, dia bertabrakan dengan Kaili yang baru memasuki ruangan sambil membawa beberapa alat sihir. Untunglah, pemuda itu berhasil menangkap semua barang bawaannya sebelum membentur lantai. Kalau tidak, bisa-bisa ruangan utama menara sihir akan meledak. "Maafkan saya, Guru," tutur Kaili takzim sembari membantu sang guru berdiri. Tentu saja, dia meletakkan alat-alat sihir dengan hati-hati terlebih dulu."Akulah yang salah sudah menabrakmu."Hening. Kaili diam-diam melirik wajah Kayvan. Mereka menjadi guru dan murid bertahun-tahun. Dia bisa merasakan keresahan hanya dari sorot mata atau bahkan sedikit kernyitan di dahi gurunya."Ada apa, Guru? Apa Anda mencemaskan Nona Shirin?" celetuk Kaili setelah terdiam cukup lama.

  • Kesatria Mawar   Bagian 93

    Rombongan Gulzar Heer telah tiba di Kerajaan Asytar. Gelembung yang dibuat Pangeran Fayruza perlahan menyembul dari kolam istana. Putri Arezha, Raja Faryzan, Kaili telah menunggu dengan wajah cemas. Mereka kompak menghela napas lega begitu rombongan penyelamat Shirin dan Pangeran Heydar kembali tanpa terluka.Pangeran Heydar langsung berlutut di hadapan ayah dan kakaknya. Meskipun di bawah kendali sihir hitam, ingatan pernah hampir membunuh Raja Faryzan masih terekam. Pangeran Heydar terus menggumamkan kata maaf dengan suara bergetar hebat. Raja Faryzan menepuk bahu sang putra dengan lembut.“Bangunlah, Nak. Kejadian itu sudah terlanjur terjadi, Heydar. Sekarang, lebih baik mencoba menebus kesalahanmu dengan menyelamatkan lebih banyak nyawa.”Pangeran Heydar masih enggan bangun meskipun lututnya tampak terluka. Putri Arezha mendecakkan lidah.“Kenapa kita kembali ke istana? Harusnya kita langsung ke kuil suci!” protes Gulzar Heer.“Tubuhmu baru pulih, istirahatlah dulu,” pinta Pangera

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status