"Cepat katakan, ada urusan apa hingga kamu minta untuk ketemu?" cecarku, menatap Angga dengan rasa tak suka."Kangen ...," sahutnya, sambil memperlihatkan beberapa poto antara aku dengan dirinya. Sewaktu masih pacaran dulu, "Kamu masih ingat sayang? Lihat, kita begitu bahagia sebelum takdir menjungkir balikkan keadaaan."Aku menggeleng lemah, Angga terlalu melankolis sore ini. Berulang kali ditolak masih saja memaksa, jengah aku jengah!"Kembalilah sayang, demi cinta kita." Angga meraih tanganku dengan erat, seolah tak ingin melepaskan.Kutatap sekeliling danau, sangat sepi dengan matahari yang akan tenggelam. Mendesah resah, ingin segera pergi."Mimpi! Aku nggak mau, dengar!" sahutku, benci sekali dengan paksaanya.
Hari yang sibuk, tentu untuk Papi yang tengah mengurus perihal laporan terkait insiden pelecehan beberapa hari yang lalu.Aku sempat dimintai keterangan, dengan beberapa saksi yang akan semakin menguatkan banyaknya bukti.Aku yang tidak mengerti tentang hukum, manut saja ketika Papi menyarankan ini dan itu. Terpenting, Angga mendapat balasan setimpal dari apa yang dia perbuat.Namun, kejadian tentang di mana aku dan Angga bertemu di rumah Mami. Masih menjadi misteri, apa mungkin mereka memang sudah merencanakan semua ini dari awal?Tidak!Rasanya nggak mungkin Mami sekalut itu, membiarkan anaknya sendiri mengalami pelecehan. Semoga saja kasus berjalan lancar, dengan tidak membawa nama mereka di pe
Papi pulang dengan rasa lelah luar biasa, karena kasihan yang teramat dalam. Kuputuskan untuk memijat pundaknya dengan lembut, sebagai tanda terima kasih atas perjuangannya selama ini.Tante Mita belum jua pulang, memang ia berpesan untuk kembali lebih dari jam biasanya. Tetap saja, itu tak pantas dilakukan seorang istri.Aku masih diam, dengan tangan sibuk memijat Papi. Mood untuk bertanya perihal Angga rasanya menguap, apalagi mendengar penuturan Anne tadi pagi.Mereka pura-pura bercerai untuk apa? Berarti Angga memang bersekongkol dengan Mami dan Anne ... Mungkin, juga termasuk insiden di danau.Aku menggeleng lemah, otakku sudah tak cukup muat untuk dijejali tentang mereka yang terus mencoba menyakiti.
"Ada keperluan apa, hingga dokter datang ke mari? Perihal Anne pasti," tebakku. Yakin tak akan meleset, bukankah semua orang menaruh rasa peduli terhadap dirinya?Aku mengalihkan tatapan ke manapun, asal tidak perlu ke arah sang dokter. Sialnya dia telah berhasil mencuri hatiku, bahkan tanpa permisi!Padahal, kami jarang bertemu. Kenapa rasa itu makin kuat? Mencoba untuk move on, tapi, rasanya teramat sulit."Kamu benar," sahutnya. Sambil menghela napas panjang, terlihat seperti sedang menyimpan beban berat. "Semalam ... Dia jatuh pingsan. Itu karena habis bertengkar di sini, betul?""Memang betul ... Lantas, apa urusannya dengan dokter? Mau ceramah? Sana gih di mesjid," selorohku. Menatapnya sengit, tak habis pikir bisa mencintainya setengah mati.
"Sungguh ... Hatimu baik, bagai Malaikat tak bersayap sayang," puja Papi. Mengelus punggung tanganku lembut, sore yang cerah seolah melukiskan keadaan hati.Seminggu berlalu, dan kasus pelecehan tempo hari sudah usai. Tentu dengan kemenangan berada di pihak kami, Papi memang juara.Namun, aku tak dapat menyeret Mami untuk ikut ke dalam penjara. Mereka sudah terbang ke luar Negeri, melakukan pengobatan Anne.Dan selama itu pula, aku menahan diri untuk tidak datang menemui mereka. Satu hukuman yang harus diterima!Berbagai pesan juga telpon dari Mami, sengaja kuabaikan. Maaf, hatiku sudah lelah. Tak ingin lagi berhubungan dengan kalian!Hari ini, Papi memuji. Karena dengan mudah bisa melepaskan Mami begitu saja, tanpa haru
Hari ini resmi sudah, diri menjadi pengangguran. Tak ada lagi yang bisa menahanku untuk terus bekerja di Perusahaan boss Putra.Entah kata apa yang dia ucap, untuk menjelaskan tentang kepura-puraan kami selama ini. Sudahlah, nggak penting lagi.Mungkin, aku akan menerima tawaran dari Papi. Untuk bekerja di Perusahaan miliknya, oh tidak. Jadi pengangguranpun, rasanya juga bisa.Aku terkikik, usai melaksanakan shalat Subuh. Diri seolah tak ingin beranjak dari kasur, rasanya begitu nikmat menjadi kaum rebahan.Dan ... Masalah dokter Adi, sudah berulang kali ia datang. Meminta untuk bertemu, tapi, lagi aku menolak tak ingin lagi mengalami hal yang sama.Biarlah cinta ini kukubur selamanya, tak p
Kepiwaian Mami dalam merebut hati Papi, memang patut diacungi jempol. Berkat dia yang tidak lantas menyerah, pagi ini aku duduk di kursi kekuasaannya.Mengecek satu-persatu dokumen, tentang penjualan di bulan ini. Dan hal lain yang tentu membuat kepala pusing tak karuan, selalu aku lagi yang dilibatkan dalam hal yang tak disuka.Tentang kondisi Anne, aku jelas tak mau tahu. Ia pasti baik-baik saja, pulang dengan sehat dan akan menindas kembali diriku tanpa rasa kasihan.Perihal Angga, mungkin seiring dengan berjalannya waktu. Ia akan sadar juga, tidak lagi ikut dalam permainan Anne dan Mami.Aku mengembuskan napas dengan berat, kepergian mereka sama sekali tak lantas membuat diri menemukan bahagia yang seharusnya.
Netraku terbuka lebar, merasakan nyeri di sekujur tubuh. Peralatan medis tengah bertengger di mana-mana, lagi-lagi membuat diri meringis. Kenapa harus aku yang mengalami kesakitan bertubi-tubi?Aku mendesah sedih, bahkan hingga saat ini hanya Mami yang setia menemani. Di mana kamu kak Anna? Segitu bencinya sama aku, hingga menolak untuk ikut ke luar Negeri.Air mataku mengalir deras, merasa lelah dengan penyakit yang tak kunjung usai. Kenapa bukan kakak yang sakit, bukan aku!Tuhan memang tidak adil, selalu aku yang menjadi sasaran. Itulah sebabnya, aku tak pernah ingin melihat kakak bahagia."Anne." Mami menggeliat, tubuhnya terlihat lebih kurus sekarang. Dengan kantung mata ya