Share

Bab 9

 

 

"Cepat katakan, ada hal penting apa?  Hingga kalin repot untuk datang ke kantor," tanyaku, tak ingin berbasa-basi.

 

 

Kutatap ketiganya secara bergantian, berakhir pada Angga.  Pria yang sudah sah menjadi adik ipar, wajahnya tak banyak berubah. Terlihat selalu bermuram durja!

 

 

"Santai Anna, kami ke mari hanya untuk mengajakmu ke suatu tempat. Kami ada rencana untuk pergi ke luar Negeri, sekalian Angga dan Anne honeymoon." Penjelasan Mami, cukup telak mengenai hati. 

 

 

Kenapa pula harus mengajakku untuk ikut serta? Jijik, jika harus ikut dengan mereka. Menyaksikan kemesraan, yang tak ingin kulihat. 

 

"Maaf, aku kerja. Nggak ada waktu untuk ikut bersama kalian," elakku, menahan kekesalan di dalam dada. 

 

 

Setidaknya bersyukur, dalam waktu ke depan mereka tak harus mengganggu Hidupku. Atau bila perlu, mereka pindah saja dari Negeriku ini. 

 

"Kamu yakin kak? Seru loh di sana, sesuatu yang ngga akan kakak dapat di Indonesia." Anne ikut menimpali, sambil tertawa riang. Sedang Angga, terlihat makin murung. "Siapa tahu, dapat bule. 'Kan lumayan."

 

Mendengar itu aku mendengkus kesal, sama sekali tidak tertarik dengan bule. Di hatiku masih ada Angga, pria yang sudah menjadi suamimu Anne.

 

"Nggak tertarik tuh, lebih baik di sini. Kerja, banyak teman yang jelas sayangnya tulus sama aku." Berucap dengan mengendikkan bahu, semoga saja cukup menyentil mereka. 

 

"Maksud kamu apa Anna? Kamu nyindir kami?" tanya Mami, terdengar tak bersahabat. 

 

"Nggak ada maksud apa-apa, kalau udah usai aku pamit. Kerjaanku masih banyak, permisi." Aku membalikkan badan, bersiap untuk pergi.

 

Terdengar teriakan Mami dan Anne, yang menghiasi seluruh penjuru kantin. Dan Angga, lagi pria itu terdiam bagai patung yang tak bisa berbuat banyak. 

 

Padahal kalau mau pergi, ya tinggal pergi aja. Nggak usah sok ngajakin, pake bilang mau honeymoon juga lagi. 

 

Seharusnya aku yang saat ini, berada di posisimu Anne. Ahh, sudahlah. Menangis jelas tak akan bisa mengembalikan Angga, yang sudah berkhianat.

 

"Apa kata mereka Ann? Pasti deh, jahatin kamu lagi. Argggh, emang keluarga nggak ada akhlak." Nindy mencecarku, yang baru saja masuk ruangan.

 

Seperti biasa, ia kepo dalam segala hal. Termasuk dengan segala intrik, yang terjadi antara aku dan Anne. 

 

Aku menghela napas panjang, menekan kepala yang terasa berdenyut. Setidaknya untuk ke depan, mereka akan pergi walau sementara. 

 

Kuharap, seiring berjalannya waktu bisa melupakan sosok Angga yang pernah menghuni hati.

 

Tak perlu lagi banyak berharap, bisa bersatu. Aku jelas tak mau bekasan dari Anne, walau Angga belum mencintai istrinya tetap saja mereka pasti sudah pernah melakukan.

 

"Kerja ... Ketahuan boss Putra, bisa tamat riwayatmu Ann." Nindy memberi peringatan, sadar betul bahwa jam istirahat masih sangat lama. 

 

 

Tanpa mau terlibat obrolan dengan Nindy, aku menenggelamkan diri dalam rutinitas kerja. Hati seolah berdebar, teringat permintaan boss Putra.

 

 

Apa aku sudah gila? Dengan mudahnya bisa menerima perintah sang atasan, tapi, bila taruhannya dipecat sungguh aku paling nggak bisa. 

 

Ahh, apa boleh buat. Demi sebuah pekerjaan, jua masa depan yang cerah. Toh, hanya pura-pura.

 

***

 

 

"Aduh dok ... Ada apa ke mari? Aku mau pergi," kataku, panik melihat dirinya yang baru saja turun dari mobil.

 

 

Bisa bahaya kalau dia bertemu dengan boss Putra, akan banyak pertanyaan ini dan itu. 

 

"Cantik," pujanya menatapku lekat. Dengan balutan gaun panjang, berlengan pendek.

 

Lagi, ada yang bergetar kala mendapat pujian darinya. Benarkah? Seketika wajahku memanas tak karuan. 

 

 

Namun, cepat kuatasti situasi yang ada. Jangan sampai terbuai dengan kebaikan yang ia pancarkan, bisa jadi dokter Adi memang ada rencana untuk membuatku luluh. 

 

Bersekongkol dengan Anne dan Mami misalnya, ish kenapa pikiranku harus sejauh ini?

 

Paling tidak, aku tahu betul bagaimana kedekatan dokter Adi dengan Mami. Mereka sangat akrab, seharusnya Anne jatuh cinta sama tuh orang.

 

Lagi, dia malah berbelok. Meminta apa yang kupunya, dengan serakah. 

 

"Seperti bidadari turun dari langit," ucapnya lagi. Benar-benar, bikin enek. 

 

"Gombal terus, mau apa sih dok?" tanyaku, sambil siaga dengan kedatangan boss Putra. 

 

"Nanya mulu, kamu ... Nggak ada niat buat ngajak aku masuk?" katanya, meminta yang lebih. 

 

"No!" tolakku, dengan suara keras. "Dokter nggak lihat? Aku ada acara, nunggu Pangeran jemput."

 

 

Aku terkikik, merasa lucu dengan sebutan pangeran untuk bosss Putra, camkan jangan sampai dia tahu. Bisa hancur dunia!

 

 

"Hm, kamu ada pacar? Bukannya jomblo?"

 

Aku mencebik bibir, merasakan kekepoan yang tidak biasa dari netra miliknya. 

 

Lagian, boss Putra ke mana sih? Janji jam berapa, sekarang belum ada tanda-tanda.

 

Seharusnya dia disiplin, bukan malah nggak tahu waktu. Bisa luntur ini make upku. 

 

"Bukan pacar, teman biasa. Udaaaah sana pulang!" 

 

Lagian, nih orang ada apa sih? Datang tak diundang, pulang udah pasti nggak diantar. 

 

Memang tampan, tapi, kedekatannya dengan Mami tak membuatku begitu yakin. Untuk bisa berteman, ingin rasanya menjauh. 

 

Bukannya pergi, ia malah duduk di kursi depan. Tanpa dipersilakan sama sekali, dokter tapi, nggak punya adab!

 

Aku curiga, yakin banget. Dia emang sengaja disuruh Mami, untuk mengorek kehidupanku setelah tinggal di kosan.

 

Terus dengan pikiran curiga, hingga tak sadar sudah ada boss Putra yang tengah berbincang akrab bersama dokter Adi. 

 

"Kalian, sudah saling kenal?" tanyaku, dengan dahi mengernyit bingung.

 

Keduanya saling tersenyum manis, sedang diriku merasa tengah dipermainkan.

 

"Yup, kita ini teman sewaktu kuliah." Dokter Adi berucap, membuat diri semakin bingung. Merasa dunia terlalu sempit, hingga mereka harus saling mengenal.

 

"Lama hidup menjomblo, ternyata sekarang udah ada tambatan hati Put?" tanya dokter Adi, dan sialnya boss Putra mengiyakan. Sambil merangkul mesra, pundakku. 

 

 

Aku menelan ludah, kenapa harus pura-pura segala di depan dokter Adi? Bukannya sama keluarga dia doang? 

 

Berkecamuk dengan pikiran, boss Putra segera berpamitan pada sang teman. Bilang, bahwa kami akan melakukan kencan bersama. 

 

Kali pertama, duduk di dalam mobik sang boss. Jantungku kian bertalu, tak pernah sebelumnya kami seperti ini. 

 

 

"Kamu kenal sama si Adi?" tanyanya, saat mobil bergerak lamban.

 

"Hm," sahutku. Masih mengatur detak jantung, "Kenal, kebetulan dia dokter yang biasa menangani adikku."

 

Hah adik? Untuk apa lagi aku membahas dia? Orangnya sedang pergi honeymoon, dan yakinlah pulang akan segera menimang anak. Miris! 

 

"Begitu, kayaknya kamu sayang banget sama dia. Sampai rela berkorban, dengan kehilangan sang kekasih." 

 

Mulai lagi deh, di manapun selalu saja hal itu yang dibahas. "Boss, aku nggak ada mood bagus untuk bahas gituan!"

 

Boss mendesah, kembali fokus pada jalanan. Itu lebih bagus, aku ... Sedang ingin berdamai dalam hidup.

 

Menikmati segala rasa sakit, yakin bahwa Tuhan telah mempersiapkan kebahagiaan di ujung sana. 

 

 

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nani Lestari
Lemah banget si Anna.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status