Home / Romansa / Kesayangan Tuan Elian / Bab 6 - Batas kekejaman dan Penyesalan yang Menghancurkan

Share

Bab 6 - Batas kekejaman dan Penyesalan yang Menghancurkan

Author: Pipin
last update Last Updated: 2025-12-13 14:42:00

"Brengsek!" teriak Elian, suaranya menghantam dinding kamar.

Dalam kegelapan mata dan kehilangan akal sehat, Elian merangkul kepala Rinjani. Ia menariknya dan membenturkan kepala Rinjani ke dinding di belakangnya. Benturan itu keras dan tiba-tiba.

"Tuan, sakit!" rintih Rinjani, kesakitan itu merobek tenggorokannya. Elian gelap mata, ia tidak melihat Rinjani, ia hanya melihat luka yang dia coba kubur selama ini kembali diusik oleh wanita desa itu.

"Kau ingin tahu tentang kekejaman? Kau ingin tahu tentang penderitaan?!" raung Elian, matanya merah.

Tak sampai di situ, Elian menarik paksa Rinjani, menyeretnya melewati karpet menuju pintu kamar mandi yang terhubung dengan kamar itu. Ia membuka pintu dengan kasar, menyeret Rinjani masuk.

Blam!

Pintu kamar mandi dibanting. Elian menyalakan keran, mengisi bathtub besar di sudut ruangan dengan air. Rinjani tersentak, mencoba melepaskan diri, tetapi cengkeraman Elian seperti baja.

Begitu bathtub terisi penuh, Elian menarik rambut Rinjani kuat-k
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kesayangan Tuan Elian   Bab 14 - Kecupan tak disengaja

    Setelah sesi pengobatan dan fashion show yang canggung, Rinjani membereskan barang Elian. Ia menaruh pakaian Elian di lemari dan meletakkan koper di sudut ruangan."Tuan, kamar saya di mana?" tanya Rinjani setelah selesai membereskan barang. Ia berasumsi, di suite penthouse ini, pasti ada kamar tidur terpisah untuknya."Di sini. Kamu tidak lihat, ada dua kasur."Ucap Elian tanpa menoleh, dan kembali ke laptopnya.Rinjani menatap sekeliling. Benar. Ada dua kasur ukuran queen yang terpisah oleh nakas kecil di tengah ruangan yang sama. Kamar ini memang disiapkan untuk satu keluarga atau dua kolega, bukan honeymoon. Rinjani merasa sedikit lega, tetapi juga tersinggung. Elian benar-benar ingin mengawasinya, bahkan saat tidur."Oh, baik, Tuan..." Rinjani berbisik, mengambil tempat duduk di karpet di bawah tempat tidurnya.Jam sudah pukul 9 malam. Elian masih sibuk dengan laptopnya, sementara Rinjani duduk diam. Ia sesekali mengintip ke arah Elia

  • Kesayangan Tuan Elian   Bab 13 - Hampir Saja

    Elian melajukan mobil dengan kecepatan tinggi setelah meninggalkan rumah Dian. Suasana di dalam mobil kembali tegang. Mereka telah melakukan perjalanan selama sekitar satu jam ketika tiba-tiba mobil melenceng tajam ke kanan. "Tuan!" teriak Rinjani karena mobil mereka hampir saja menghantam pembatas jalan. Beruntung, Elian dengan cepat menginjak rem. Mobil berhenti mendadak di bahu jalan. "Aku mengantuk sekali," gumam Elian, meletakkan dahinya di kemudi. Dia diam di sana, beberapa saat. Sudah satu jam mereka berjalan, dan Rinjani tetap tidak tahu arah tujuan mereka yang sesungguhnya. "Tuan, ingin istirahat sejenak?" tanya Rinjani hati-hati, tidak ingin memicu amarahnya lagi. "Ya. Aku tidak berniat mati muda," ucapnya. Elian menegakkan badannya, merogoh saku jasnya, dan menyerahkan dompet kulit tebalnya, lalu membuka kunci mobil. "Aku akan tidur sebentar," kata Elian

  • Kesayangan Tuan Elian   Bab 12 - Mawar dan Bunga Liar

    "Duduk, Rinjani. Ceritakan padaku, bagaimana rasanya menjadi pengganti Kirana?"Rinjani menarik napas dalam-dalam. Ia tahu ia tidak boleh bereaksi emosional, tetapi ia harus mempertahankan martabatnya."Saya tidak pernah menjadi pengganti Kirana, Bu Dian," jawab Rinjani, suaranya tenang sedikit bergetar. Dian tertawa renyah, tawa yang menusuk seperti jarum. "Oh, tentu. Benar sekali! Tidak ada yang bisa menggantikan Kirana."Dian bangkit, berjalan mengitari Rinjani, mengamati Rinjani dari ujung kepala hingga ujung kaki. Elian masih duduk di sofa seberang, pura-pura sibuk menonton berita, tetapi Rinjani tahu Elian mendengarkan setiap kata."Kamu tahu, Nak?" Dian berhenti di belakang Rinjani. "Kirana itu seperti Bunga Mawar yang berharga—anggun, mahal, dan sulit didapatkan. Dan kamu?" Dian kembali ke depan Rinjani, matanya menyiratkan penghinaan total. "Kamu terlihat seperti sampah. Sederhana, mudah didapatkan, dan tidak berkelas. Jelas sek

  • Kesayangan Tuan Elian   Bab 11 - Seseorang yang melebihi "pedasnya" Elian

    Rinjani bangun dengan memar di pipinya yang tertutup riasan tipis. Ia bersiap-siap untuk kembali ke mode patuh. Pukul lima pagi, saat Rinjani membereskan ruang makan, Elian menuruni tangga. Ia sudah berpakaian rapi, siap untuk keberangkatan."Tuan Elian..." sapa Rinjani, menghindari kontak mata."Aku akan di luar kota selama seminggu,Kamu ingin ikut?" TawarnyaRinjani terkejut. Itu adalah tawaran yang tak terduga, terutama setelah kekerasan semalam."Tuan ingin mengajak saya ke luar kota?" ucap Rinjani, nada suaranya terdengar senang, sejenak melupakan tamparan semalam. Ia melihat kesempatan untuk keluar dari rumah yang terasa seperti penjara ini."Ada pekerjaan, dan di sana aku lebih mudah mengawasimu," Elian menjelaskan alasannya dengan dingin, menghancurkan ilusi romantis Rinjani. "Aku tidak ingin ada Cleo lain yang mendekati 'milikku'.""Persiapkan semua yang aku butuhkan, dalam setengah jam. Kita akan berangkat pukul enam pagi,"

  • Kesayangan Tuan Elian   Bab 10 - Logika Yang Lumpuh

    Ia segera berbalik, menyambar jubah mandinya, dan keluar kamar dengan langkah kaki yang berat. Amarahnya sudah di ubung-ubun. Saat ia tiba di teras, Cleo sudah tidak terlihat, sementara Rinjani bersiap masuk ke rumah. Langkah gadis itu terhenti seketika saat melihat sosok Elian menghalangi pintu, tampak mengerikan di bawah cahaya lampu teras yang temaram. "Tuan..." suara Rinjani tercekat, jantungnya mencelos melihat kilatan amarah di mata suaminya.Elian tidak membalas. Tanpa peringatan, ia mengangkat tangannya yang dingin.Plaaaak!Tamparan keras itu memecah kesunyian malam. Kepala Rinjani terhempas ke samping, rasa panas menjalar hebat di pipi kirinya. Ia memegang wajahnya dengan napas tersengal, air mata langsung merembes jatuh karena kaget dan perih yang luar biasa."Tuan, ada apa? Apa salah saya?" tanya Rinjani dengan suara bergetar hebat.Elian tidak membentak. Ia justru membungkuk, mendekatkan wajahnya hingga Rinjani bisa merasakan napasnya yang mematikan. "Murahan," bisiknya

  • Kesayangan Tuan Elian   Bab 9 - Badai

    Rinjani berdiri di taman samping, mencoba mengusir rasa sepi dengan menyiram deretan krisan yang mulai layu. Suara langkah kaki di atas kerikil membuatnya menoleh. ​"Siang, Nyonya," sapa Cleo. Pemuda itu berdiri dengan posisi tegak, tangan tertaut di depan tubuh—posisi formal seorang bawahan. ​Rinjani mematikan keran air, lalu menyeka peluh di keningnya. "Tuan Elian membawa mobil sendiri?" ​"Benar, Nyonya," jawab Cleo kaku, pandangannya tertuju lurus ke depan, seolah takut salah menatap. ​Rinjani tertawa kecil melihat kekakuan itu. Ia meletakkan selang air ke rumput. "Jangan bersikap terlalu kaku begitu, Cleo. Aku sebenarnya tidak terlalu nyaman dengan semua formalitas ini. Anggap saja kita sedang di desa." ​"Maaf, Nyonya... saya hanya menjalankan prosedur rumah ini." ​"Prosedur itu untuk Tuanmu, bukan untukku," sahut Rinjani santai, mencoba mencairkan suasana. Ia duduk di pinggiran pembatas semen taman. "Jadi, apa yang biasanya kamu lakukan kalau sedang bosan? ​Cleo tampak rag

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status