Share

Kesempatan Kedua: Aku Tidak Mau Menikahimu Lagi!
Kesempatan Kedua: Aku Tidak Mau Menikahimu Lagi!
Author: Yukari

Bab 1 Rahasia di Balik Baju Tidur

“Ini jam dua pagi. Kenapa kamu di sini?” 

Langit malam menyelimuti rumah Rani dengan ketenangan. Namun, keheningan itu segera terganggu oleh teriakan tajam Rani. Wanita itu mengamati penampilan sahabatnya.

Setahu dia, sahabatnya, Lidia, tidak datang sampai ia terlelap tadi. Namun, saat Rani terbangun dini hari karena ingin ke kamar kecil, ia justru mendapati pemandangan asing.

“Astaga, Rani, kenapa kamu bersikap berlebihan?” jawab Lidia tanpa merasa bersalah, wajahnya tak berkedip. “Aku hanya meminjamnya sebentar karena menginap di sini.”

Rani membelalak. Sahabatnya itu tampak sedang menggampangkan dirinya. 

“Lalu kenapa kamu di sini?” Rani bertanya lagi. Sebab rasanya asing melihat sahabatnya tersebut sedang berduaan dengan suaminya di waktu yang amat larut seperti ini.

Apalagi Rani melihat ekspresi keduanya tampak seperti terusik dengan kehadirannya. Padahal, ini kan rumahnya bersama Ivan, suaminya. 

Kenapa justru ia merasa asing di sini?

Apakah karena selama ini Rani membiarkan Lidia menggunakan barang-barang miliknya, Lidia lantas bertindak jauh, seolah-olah menganggap rumah Rani yang menjadi tempat Rani beristirahat dan berbagi kasih dengan suami, menjadi tempat miliknya juga. 

Tentu saja, Rani tidak akan tinggal diam.

“Lebih baik kamu pulang, Lidia,” ucap Rani kemudian.

Namun, Ivan, yang sebelumnya hanya menjadi penonton langsung menimpali.

“Temanmu kehujanan, Rani. Ia ingin menemuimu. Tapi karena kamu sudah tidur, aku tidak membangunkanmu,” ucap Ivan. Dengan belaian lembut, ia mengelus bahu Rani dan mencoba meredakan ketegangan. “Bajunya basah, aku meminjamkan baju milikmu sebagai baju ganti sementara. Bukan masalah besar, kan? Lagi pula bukankah Lidia adalah sahabatmu?”

“Lalu apa yang kalian lakukan dini hari begini?” tanya Rani jengkel, apalagi suaminya sedang membela wanita lain. 

Ivan gelagapan dan menjawab, “A-aku–”

“Dan kenapa kamu membela dia? Dalam situasi ini kamu seharusnya membela istrimu!” potong Rani. Mungkin ini adalah pengaruh hormon kehamilannya juga. Biasanya ia menyikapi semuanya dengan tenang dan tidak emosi. Namun, benar-benar. Perasaannya terasa janggal melihat kedekatan dua orang ini.

Saat itu, mata Rani melihat bahwa baju tidur Lidia tidak terikat dengan baik. Seperti sedang diikat dengan terburu-buru.

Apakah … suami dan sahabatnya–

Tiba-tiba Rani bergerak, tangannya terulur tanpa pikir panjang. Ia mencengkeram baju tidur yang menempel di tubuh Lidia.

“Lepaskan ini!” teriak Rani histeris sambil mengacak-acak baju tidur Rani dengan maksud ingin melepasnya. “Ini adalah hadiah dari suamiku. Kamu tidak berhak–” 

“Rani! Kamu gila ya!?”

Kedua tangan wanita itu saling mengacau, memukul, dan menghempaskan. Tidak ada yang mau mengalah. 

Di sisi lain, Ivan tidak melakukan apa-apa. Ia hanya berdiri dan gelisah di tempat seperti orang bodoh. 

“Lepaskan ini dan pergi dari sini, Lidia!” ucap Rani. Meskipun suaranya terdengar kasar, pipinya sudah basah karena air mata. Di kepalanya berputar momen-momen di mana suaminya menatap Lidia dengan tatapan hangat, bahkan lebih hangat dibanding saat Ivan melihat Rani.

Kenapa dia baru menyadari ini?

“Mulai sekarang kamu tidak boleh lagi berbicara denganku dan juga suamiku!”

“Apa!? Kamu pikir kamu punya hak?” balas Lidia, tak kalah kasar. “Sekalipun kamu tidak ingin berbicara denganku, tetapi suamimu tidak, tuh? Bahkan suamimu lebih suka bersama denganku daripada denganmu!” 

PLAK!

Suara nyaring terdengar nyaring setelah suara teriakan keduanya berhenti. Setelah itu keheningan meliputi ruangan, dengan posisi Lidia yang memegang pipi untuk mengurangi rasa sakit dan menutupi kemerahan di atasnya. 

“Lidia!” Ivan menghampiri Lidia dengan segera begitu melihat Lidia ditampar. Bukan hanya itu, ia bahkan memeriksa keadaan pipi Lidia dengan penuh perhatian. 

Rani menganga lebar. Ia tidak bisa berkata-kata ketika melihat interaksi keduanya.

“Kamu baru saja menamparku?” tanya Lidia. 

“Benar! Aku rasa tamparan saja tidak akan cukup untuk menghukum cara pikirmu yang menyimpang.” Rani melirik ke arah Ivan yang masih berdiri di sisi Lidia. “Sekarang kembalikan semua di tempatnya semula, Lidia!” 

Tidak terima, Lidia mendorong Rani dengan segenap tenaga. 

Tubuh Rani yang ringkih terpental ke belakang. Waktu seakan-akan berjalan lambat ketika Rani berada di tengah-tengah udara. Ia melihat ekspresi Lidia yang menyeringai senang ketika melihatnya berada dalam bahaya. 

BRUK!

Tubuh Rani membentur tembok. Letak lemari yang kurang menguntungkan membuat kepala Rani dikoyak oleh siku kayu yang tajam. Lemari yang tadinya putih pun jadi bernoda. Lantai yang sebelumnya bersih juga jadi dibanjiri oleh cairan kemerahan yang kental. 

“Lidia! Apa yang telah kamu lakukan?!” teriak Ivan. 

“A-aku tidak bermaksud untuk membuatnya sampai seperti itu. Aku hanya mendorongnya sedikit,” jawab Lidia. 

“Tidak terlalu masalah jika hanya Rani yang terluka. Tapi bagaimana jika bayinya juga kena? Semuanya bisa kacau kalau kita kehilangan bayi kita!” 

Dalam penglihatan yang buram, dan sedikit kesadaran yang tersisa, Rani melihat keduanya berseteru. Bukannya langsung memanggil ambulans. Mereka malah sibuk berdiskusi atas topik yang tidak dipahami oleh Rani.

“Bayi kita?” pikir Rani. Kepalanya terasa sakit, begitu pula perutnya. “Apa maksud–”

“Kalau dia keguguran, kita harus mencari cara lain agar aku bisa punya keturunan! Kita harus memulai sandiwara dari awal!”

Ucapan Ivan tersebut adalah hal terakhir yang didengar Rani sebelum ia kehilangan kesadaran sepenuhnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status