Share

Bab 5 : Menemui pengacara

Keesokan harinya, Naina pergi menemui pengacara untuk mengesahkan surat wasiat almarhumah Mama nya di sebuah firma hukum terkenal di kota ini.

"Permisi Mbak! Bisa kah saya menemui Pengacara Herman Johannes? " tanya Naina dengan sopan.

"Apakah Mbak sudah membuat janji untuk bertemu? Karena tidak bisa jika tidak membuat janji terlebih dahulu.. Pak Herman orang yang sangat sibuk! " jawab resepsionis yang ber nama Diana tersebut.

"Saya sudah membuat janji kemarin dengan sekretaris beliau! " jawab Naina sedikit berbohong.

"Kalau begitu Mbak silahkan menuju lantai 3 lorong kiri sebelah kanan. Itu ruangan Pak Herman. " jawab Diana dengan sopan.

"Baiklah! Terimakasih! " ucap Naina sambil melangkah pergi menuju lift untuk ke lantai tiga.

Pintu lift pun terbuka, Naina keluar dengan langkah yang pasti dan hati yang mantap. Ia pun menuju ruangan yang di katakan sang resepsionis tadi.

Dari jauh Naina melihat seorang pria duduk di sebuah kursi dengan komputer di atas mejanya yang tidak jauh dari ruangan yang bertuliskan nama sang pengacara tersebut. Pria itu mengutak-atik komputernya dengan serius dan Naina pun mendekatinya seraya menyapanya.

"Maaf, permisi! Bisa saya bertemu dengan Pak Herman Johannes? " tanya Naina dengan sopan.

Pria itu mendongakkan kepalanya sedikit kaget melihat kedatangan Naina yang tiba-tiba karena ia terlalu fokus dengan kerjaannya. Ia seperti menelisik penampilan Naina yang memakai masker.

"Dengan siapa ya? " tanya nya dengan datar sambil kembali mengutak-atik komputernya tanpa memperdulikan Naina yang berdiri di hadapan nya.

"Dengan Naina Wijaya yang menelpon kemarin! " jawab Naina juga dengan dingin.

"Naina Wijaya?? " gumamnya pelan.

Ia lalu menghentikan kerjaannya dan tampak berpikir sejenak, ia lalu tiba-tiba berdiri dari duduknya.

"Astaga! Maaf Nona, saya lupa! " jawabnya dengan sopan dan ramah.

"Saya menghubungi Anda sebelum siang tadi, tapi tidak di angkat. Pak Herman menyuruh saya menghubungi Anda untuk menyampaikan pesan nya, beliau bersedia bertemu dengan Anda kapanpun Anda mau. " ucapnya lagi dengan panjang lebar.

Naina pun merogoh tasnya, ia mengambil ponselnya dan membukanya. Ia menepuk pelan keningnya seraya berkata.

"Maaf banget, ternyata saya lupa mematikan mode silent nya. " jawab Naina dengan menyesal sambil memasukkan kembali ponsel ke dalam tasnya.

"Tidak apa-apa Nona, Mari saya antar ke ruangan Pak Herman ! " ucapnya sambil berjalan menuju pintu yang depannya terpampang nama besar sang pengacara.

Pria itu mengetuk pintu dan membukanya setelah terdengar jawaban dari dalam yang mempersilahkan mereka untuk masuk.

"Pak, ini Nona Naina Wijaya yang ingin menemui Anda! " ucap pria itu dengan sopan pada seorang pria paruh baya yang sedang berjibaku dengan setumpuk berkas-berkas di atas mejanya.

Pria paruh baya itu pun langsung membetulkan kacamata nya dan mendongakkan kepalanya melihat siapa yang datang menemuinya. Pria itu langsung berdiri dari kursinya dan mempersilahkan Naina duduk di sofa yang ada di depan meja kerjanya.

"Saya kira Anda tidak datang secepatnya ini Nona, karena biasanya klien yang menelpon pasti akan menelpon balik ketika sudah di jawab permohonannya untuk membuat janji. " ucapnya sambil duduk di hadapan Naina.

"Saya sengaja karena tidak ingin menunda-nunda pekerjaan jika saya bisa melakukannya hari ini. " jawab Naina dengan tegas dan dingin.

Pria itu sedikit terkejut mendengar nada dingin ucapan Naina, namun ia dengan cepat mengubah ekspresi nya kembali dan tersenyum ramah pada Naina.

"Saya suka dengan prinsip Anda! " jawabnya dengan pasti.

"Saya tidak ingin berbasa-basi, saya ingin Anda melegalkan surat wasiat yang ada di dalam kotak ini dan pastikan tidak ada yang bisa mengubah surat ini dan isinya selain saya sendiri. " ucap Naina dengan dingin dan tegas sambil mengeluarkan kotak kecil dari dalam tasnya.

Ia pun kemudian melepaskan kalung yang ia pakai dan meletakkan liontin kalung tersebut kearah kunci kotak itu, dan kotak tersebut seketika terbuka. Ia lalu membuka kotak tersebut lebar-lebar, dan terlihat beberapa amplop di dalam kotak itu.

Pak Herman mengambil amplop yang paling atas, kemudian membukanya dan membaca surat yang ada di dalam amplop tersebut dengan wajah syok dan kening yang berkerut, ia masih memperlihatkan wajah seperti itu sampai membaca surat yang ketiga.

Ia mengusap kasar wajahnya dengan sebelah tangan sambil meletakkan surat-surat itu di atas meja.

"Saya tidak menyangka jika Anda adalah putri tunggal dari Angelina Karenina Scott, cucu dari Mahendra Williams Scott. Sungguh kebetulan yang luar biasa sekali. " ucapnya dengan tidak percaya akan semua kenyataan ini.

"Apakah Anda mengenal Mama dan Opa saya? " tanya Naina dengan datar.

"Saya tidak mengenal langsung Mama Anda, tapi saya sedikit mengenal Opa Anda, karena mendiang ayah saya adalah pengacara kepercayaan Opa Anda semasa hidupnya. Dan saya pernah bertemu dengan Opa Anda ketika baru memulai karier saya sebagai pengacara. " jelasnya dengan panjang lebar.

"Kalau begitu saya akan membantu Anda untuk melegalkan surat-surat ini dan juga melegalkan semua aset-aset yang tercantum di dalam surat wasiat ini bersama keponakan saya, karena saya tidak bisa kerja sendiri menangani aset-aset yang besar dan banyak seperti ini. " jelasnya dengan jujur kepada Naina.

"Apakah saya bisa mempercayai nya? " tanya Naina sedikit ragu.

"Saya berani jamin, karena ia salah satu pengacara yang jujur dan saya akan mempertaruhkan karier dan reputasi saya jika ia berani macam-macam. " jawab Pak Herman dengan yakin.

"Baik lah! Saya serahkan semuanya kepada Anda! Saya harap kerjasama ini berjalan lancar hingga kedepannya. " ucap Naina dengan tegas.

"Saya jamin tidak Anda tidak akan kecewa Nona, karena saya tidak akan curang pada keluarga yang sudah membuat saya seperti ini. " jawabnya lagi.

Pak Herman menyusun kembali surat-surat yang ia baca tadi, dan Naina diam-diam mematikan rekaman pada ponselnya. Naina sengaja melakukan itu karena ia tidak mempercayai siapapun selain dirinya sendiri, ia tidak ingin kecolongan seperti di masa lalu. Ia melakukan itu untuk berjaga-jaga karena tidak semua orang benar-benar tulus mau membantu kita.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rizalsyah Muhammad
Sikap hati hati yg tampak berlebihan, sebenarnya perlu dikehidupan saat ini.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status