Tanpa terasa sore datang dengan cepat. Saat ini Dila dan Bu Nella sedang menyibukkan diri di dapur. Mereka terlihat kompak dalam meracik bahan makanan maupun bahan membuat kue. Tangan lihai mereka membuat pekerjaan memasak cepat selesai. Harum wangi di dapur itu, membuat Dila dan Bu Nella puas dengan hasil karya masakan mereka.
Terlihat Dila tengah mengelap beberapa toples kue lalu memasukkan kue kering yang mereka buat ke dalam toples tersebut. Sudah menjadi budaya atau kebiasaan jika setiap memasukkan kue dalam toples, kue tersebut juga masuk ke dalam mulut Dila.
Berbeda dengan Dila, Bu Nella tengah mempersiapkan makanan kesukaan Vano yang sudah siap ke dalam wadah dan meletakkan nya ke meja makan. Rasa lelah yang mereka rasakan seketika hilang ketika pekerjaan mereka telah selesai dan dapur mereka sudah kembali bersih.
“Dila, kita mandi dulu. Sebentar lagi waktu mahrib sudah mau habis. Dan kemungkinan Vano sampa
Jam telah menunjukkan pukul dua siang, hari itu adalah hari bahagia untuk Dila. Perasaan tidak menentu di rasakan Dila hingga diri nya tidak nafsu untuk makan. Sepanjang hari ia hanya melakukan aktifitas yang tidak jelas. Sudah berkali-kali ia mengecek ponsel nya untuk mengetahui kabar dari Arka karena kekasih nya belum juga memberi kabar. Entah itu di sengaja atau kah memang ada sesuatu hal. Tidak ingin berfikir buruk, Dila akhir nya membersihkan diri dan tak lupa menunaikan ibadah meskipun tidak tepat waktu. Setelah berdoa selesai, kini Dila berhias secukupnya. Make up tipis Dila mampu mengubah wajah nya menjadi cantik natural. Setelah menghias diri telah selesai, Dila memakai baju dress selutut berwarna merah marron dengan lengan panjang broklat. Dress itu sangat anggun di kenakan oleh Dila. Setelah urusan pribadi nya selesai, Dila turun ke lantai satu untuk membantu Ibu nya. “Bu apakah masih ada yang kurang, biar aku bantu,” ucap Dil
Pandangan tersebut semakin intens untuk memastikan jika penglihatan nya memang benar. Bu Nella yang masih mengenali wajah itu terus diam lalu menutupi mulut dengan tangan nya karena itu memang nyata. Tak jauh berbeda dengan Bu Nella, Pak Dhanu dan Bu Rosa juga saling pandang. Mereka melihat Bu Nella dari atas hingga bawah untuk melihat apakah benar yang mereka lihat saat ini. Dalam hati menyangkal jika orang yang selama ini mereka cari ada di depan mata nya, namun kenyataan memang benar orang yang mereka cari saat ini berada di depan mereka. Sedangkan Arka, Dila dan Vano hanya terpaku menyaksikan ke dua orang tua mereka. mereka tampak bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Suatu lintasan negatif di pikiran Arka maupun Dila, mereka beranggapan jika orang tua nya saling mengenal dan bisa saja terjadi permasalahn hingga sampai saat ini belum terselesaikan. Perasaan khawatir tengah melanda kedua pasangan yang akan saling terikat tersebu
Dila maupun Vano masih mencerna semua kejadian ini. Mereka masih heran, darimana Pak Dhanu bisa mengetahui panggilan mereka sewaktu kecil. Dila dan Vano hanya di panggil dengan sebutan Kartika dan Al oleh Ayah nya. “Apakah kalian masih ingat saya? Dulu sewaktu kecil, makanan kesukaan kamu ice cream dan coklat bukan?” tanya Pak Dhanu lalu melepaskan pelukan mereka dan memandang haru keduanya. Dila dan Vano mengingat ingat memori sewaktu kecil. Banyak kejadian menyakitkan dalam hidup mereka sehingga mengingat tentang masa kecil nya terlalu sulit. “Om ganteng?” ujar Vano dengan wajah seolah pertanyaan pembenaran pada Pak Dhanu. “Kamu ingat Al?” tanya Pak Dhanu antusias ketika Vano mengingat nya. “Jadi Pak Dhanu, om ganteng yang sering memberi kita coklat atau ice cream saat kita ikut Ayah ke kantor?” sahut Dila dengan wajah tidak percaya. “Ohh Tuhan
Arka ikut tersenyum dengan niat orang tua mereka yang ingin menjodohkan Arka dan Dila. Kisah cinta mereka ternyata lucu juga, niat awal akan dijodohkan namun harus terkubur dan justru Tuhan mempersatukan lewat jalan yang berbeda. Hidup ini memang banyak misteri yang membuat kita takjub dengan keajaiban Tuhan. “Mengapa Papa memanggil Dila sama Vano dengan sebutan Kartika dan Al?” tanya Arka yang penasaran dengan nama tersebut. “Papa hanya mengikuti Harry saja Ka. Mungkin di ambil dari nama lengkap mereka,” balas Pak Dhanu. “Iya itu di ambil dari nama depan Kakak, Kartika Ardila Wijaya jadi Ayah panggil Kartika. Sama dengan aku Alvano Darren Wijaya, jadi Ayah panggil Al. Begitulah kira-kira Kak,” sahut Vano menjelaskan sebutan nama mereka sewaktu kecil. Arka menggangguk tanda ia mengerti dengan penjelasan Vano. Kedua keluarga itu banyak bercerita tentang kehidupan mereka di masa lalu. Banyak ke
Pak Dhanu mengutuk perkataan nya tersebut. Beliau gagal menahan diri sehingga tanpa sadar mengatakan hal yang sensitif tersebut. Meskipun belum mengatakan yang sebenarnya, kata-kata itu mampu membuat orang yang mendengarnya akan bertanya-tanya dan menggangu fikiran nya. “Maafkan aku Nella atas apa yang aku katakan tadi. Besok kami akan ke sini untuk mengatakan sesuatu pada kalian. Kami tidak bisa menutupi karena kami juga butuh kesaksian kalian. Hari ini adalah acara khusus untuk Arka dan Dila. Aku tidak mau merusak momen ini karena perkataan ku,” jelas Pak Dhanu yang menolak menjelaskan tentang perkataan nya. “Apakah perkataan tadi sangat serius?” tanya Bu Nella yang masih penasaran. “Sangat, hanya saja waktu ini tidak tepat untuk aku mengatakannya. Sekarang lebih baik kita masuk ke acara kita hari ini,” balas Pak Dhanu yang di setujui oleh semua nya. Acara lamaran antara Arka dan Dila kini
Hari telah berganti, aktifitas mulai berjalan seperti biasa nya. Hal itu juga di lakukan oleh Arka maupun Dila yang sudah berangkat ke kantor. Ada beberapa agenda yang Dila kerjakan hari itu. Salah satu nya melakukan pembahasan tentang proyek yang sedang berlangsung dengan PT. Mahendra Sejahtera dan Melia akan berkunjung ke kantor. Dan seperti biasa nya Dila sudah mempersiapkan mental untuk menghadapi Melia. Sering kali Melia melontarkan kata-kata pedas yang menyinggung diri nya. Saat ini Dila berada di ruangan nya sambil mengecek beberapa dokumen. Tidak terlalu banyak dokumen yang ia periksa, hanya saja sedikit membuat nya pening karena terlalu banyak angka di dalam nya. Sedang fokus dengan pekerjaan nya, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangan nya. Segera Dila menyuruh orang tersebut masuk. “Dil, ada perwakilan dari PT. Mahendra datang. Aku suruh masuk sekarang ya,” ucap Heni santai. “Ya
Anak mana yang tidak kaget dan sedih mendengar Papa nya seorang pembunuh. Itu lah yang di rasakan Melia saat ini. Tidak ingin pria itu tahu jika ia berada di tempat tersebut dan mendengarkan percakapan mereka. Melia sekuat mungkin menahan teriakan dan tangisnya. Badannya saat ini tergolek lemas dengan pernyataan pria yang sangat ia kenal. Pria itu adalah Arka, teman sewaktu SMA dulu. Sungguh Melia ingin membungkam mulut Arka saat itu juga. Hati nya merasakan perih dan kecewa, Papa yang selalu ia banggakan justru membuat kesalahan yang sangat fatal. Tak ingin mendengarkan pernyataan yang menyudutkan Papa nya. Melia segera meninggalkan kantor tersebut dengan badan yang masih lemas. Melia yang sudah turun dari lift segera menuju parkiran tempat di mana mobil nya berada. Setelah Melia berada di mobil nya, tangis itu pun akhirnya pecah. Melia masih tidak percaya dengan semua itu. Tangan yang mengepal dan hati yang masih
Suasana rumah itu kini menjadi senyap. Perkataan Pak Dhanu mengenai meninggalnya Pak Harry membuat Dila, Bu Nella dan Vano syok. Sudah beberapa tahun kematian beliau, namun kenyataan itu seperti mimpi untuk mereka. Perasaan sedih, kecewa menjadi satu saat ini. “Mas mengapa baru mengatakan berita ini saat ini. Kami sudah mengikhlaskan kepergiannya, dan berita ini membuat kami menjadi trauma,” ujar Bu Nella sambil menangis. “Aku perlu mengumpulkan bukti yang kuat Nella. Aku tidak ingin asal berbicara,” sahut Pak Dhanu yang ikut terpukul melihat keluarga Harry kembali ingat ke masa lalu. “Sulit aku percaya dengan perkataan kamu tadi Mas,” ucap Bu Nella yang belum sepenuhnya percaya. “Beberapa bukti sudah aku kumpulkan untuk kasus ini. Dan aku masih mengumpulkan bukti lain untuk menjerat pelaku,” jawab Pak Dhanu meyakinkan Bu Nella. “Lalu mengapa mereka melakukan itu?” samb