Share

Bab 2

"Nilaimu terlalu bagus untuk masuk Unidar. Apa kau tidak berminat untuk mendaftar di Unpatti? Atau di salah satu kampus yang bisa menunjang prestasimu! Sayang sekali jika nilai sebagus ini hanya menghabiskan waktu di kampus swasta! Tapi diluar dari itu, saya pribadi dengan senang hati akan menerimamu tanpa harus mengikuti tes, jarang sekali kami mendapat calon mahasiswa dengan nilai sebagus ini.”

Rupanya Bapak itu sedang mengamati nilai ujianku. Apa dia sedang memujiku? Sejujurnya aku tidak terkejut ataupun harus terbuai dengan pujiannya, aku sibuk mengisi formulir.

Ini bukan kali pertama aku mendengar kalimat yang sama. Para Guru dan teman – temanku juga pernah menyarankan agar aku kuliah di luar kota atau setidaknya mengambil behasiswa yang sudah di sediakan dari beberapa Yayasan atau Universitas ternama.

Setelah aku dinyatakan lulus SMA. Ada beberapa kerabat yang menawariku untuk melanjutkan pendidikan di Universitas yang mereka inginkan, dan salah satu dari kerabat itu adalah Pamanku sendiri.

Dia ingin mengangkatku menajdi anak angkatnya, melanjutkan pendidikan di Universitas yang sudah ditentukan oleh Beliau sendiri.

Ada juga teman dari Ayahku__meminta agar melanjutkan pendidikan di Bidang Doktor dan semua biaya akan di tanggung oleh mereka.

Aku menolak mentah – mentah semua tawaran itu. Aku sama sekali tidak tertarik, alasannya cukup sederhana! Aku bukanlah tipe orang yang suka diatur – atur__oleh siapapun termasuk orang Tuaku sendiri.

Lagi pula, tidak sepenuhnya aku membenarkan pendapat mereka. Aku merasa tidak pintar! Aku juga tidak pernah mengikuti lomba antar Sekolah__nol prestasi.

Yang aku ingat saat masih duduk di bangku SMA hanyalah seorang murid yang suka membuat masalah. Akibatnya orang Tuaku sering mendapat surat panggilan, prestasiku hanya satu dan itu masuk dalam rekor buruk catatan sejarah SMA Negeri 1 Ambon.

Akulah siswa pertama dari semua angkatan kelas 10 yang mendapatkan rekor di tahun 2008. Rekor yang tidak akan pernah di lupakan oleh siapapun yang berada di hari itu. Ya, aku adalah siswa pertama yang mendapat surat panggilan, itulah prestasiku. Sang pembuat masalah.

Awalnya semua berjalan normal, aku sering masuk sekolah lebih awal. Pukul 06.30 pagi aku sudah berangkat dari rumah.

Aku cukup semangat menjalani hari – hari itu sebagai murid dari salah satu sekolah yang sangat populer! Alasan yang membuatku cukup semangat__karena tidak semua murid bisa melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Ambon.

Hanya murid - murid yang berprestasi atau paling tidak harus memiliki kepintaran agar bisa di terima. Itupun tidak mudah__harus sedikit punya keberuntung.

Karena setiap murid diwajibkan mengikuti serangkaian tes dan hasilnya akan diumumkan melalui via sms yang tentunya pihak sekolah sudah bekerja sama dengan Operator Telekomunikasi. Kami tidak perlu repot – repot harus bolak balik untuk mengetahui hasil tes.

Sekolah yang sangat menujunjung tinggi kedisiplinan, peraturan yang sangat ketat, memiliki murid - murid yang pintar dan mempunyai bakat di bidangnya masing - masing. Tidak heran rasanya jika sekolah ini sering mengikuti lomba antar sekolah sampai ke tingkat Internasional.

Ya, awalnya memang berjalan normal! Aku sempat diminta mengikuti Bimbel bahasa Inggris untuk persiapan ke London dan Bimbel Geografi untuk persiapan ke surabaya, tapi aku menyia – nyiakan semua kesempatan itu.

Dan benar kata orang, penyesalan selalu datang dari belakang, dan kesempatan yang kusia-siakan itu yang membuatku merasa sangat menyesal. Sejatinya, aku tidak pernah menyesali setiap keputusan yang ku ambil, hanya saja untuk yang satu ini aku membuat pengecualian.

Aku benar – benar sangat menyesal mengacuhkan kesempatan emas itu, andai saja saat itu aku mampu mengalahkan rasa malasku, mungkin aku bisa bercerita sedikit tentang kota London.

Surabaya tidak terlalu ku sesali, itu masih berada d wilayah yang bisa ku jangkau tanpa harus mengurus paspor ataupun visa. Kapanpun aku bisa kesana jika kantong ku cukup tebal.

Satu – satunya alasan aku menolak semua itu adalah karena waktu. Ya, waktulah yang membuatku merasa malas untuk mengikuti Bimbel! Aku malas bila harus kembali lagi setelah jam pulang__07:15 pagi pelajaran dimulai hingga pukul 2 siang__menunggu tanda bunyi bel pulang.

Berangkat dari rumah jam 6:30 pagi__berjalan kaki. Tidak ada angkutan umum dari tempat tinggal ku yang melintasi sekolah. Hanya di jam pulang aku bisa naik angkutan umum, itupun harus berjalan kaki lagi saat tiba di pemberhentian.

Aku benar – benar tidak bisa mengikuti kelas Bimbel__terlalu berat. Bagi setiap murid yang mengikuti kelas Bimbel di haruskan kembali setelah jam pulang di waktu normal. Aku tidak bisa melakukannya, aku kelelahan, rasa lelah itu membuatku menjadi malas.

Apa kalian tahu? Dari semua murid yang mengikuti Bimbel, hanya aku yang berasal dari kalangan bawah___alias miskin. Tak ada fasilitas, kemana – mana harus jalan kaki__uang jajan yang kadang tidak cukup dan masih banyak lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status