Share

Ketika Adat Menentang Cinta
Ketika Adat Menentang Cinta
Penulis: Ciang #17

Bab 1

               1.Terputusnya Jembatan Impian

Pukul 11 siang, aku harus bersiap-siap ke kampus, ini adalah hari pertama bertatap muka langsung dengan Dosen. Aku adalah mahasiswa baru di salah satu kampus swasta. Setelah melewati serangkain tes tertulis disusul menyelesaikan administrasi__bagi yang lulus tes tertulis__dan dilanjutkan dengan tahap terkahir yaitu masa orientasi ( OSPEK ). Tahun ajaran baru dimulai, resmi sudah aku menjadi mahasiswa. Sayangnya aku tidak mampu bertahan.

Menjadi mahasiswa sudah pasti membuat siapa saja semakin dekat dengan impiannya, itulah kalimat yang pernah kudengar dari seseorang yang tentunya ungkapan itu bertolak belakang dengan mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan karena realita yang ada justru berkata lain, dan faktanya mereka yang tidak pernah mencicipi bangku pendidikan mampu meraih impian tanpa harus berdasi.

Jika hanya diuraikan dalam rangkain kata mungkin terlihat mudah, tapi percayalah tidak sesederhana itu. Coba saja bertanya kepada tetangga kalian, bukankah setiap orang punya cara pandang yang berbeda dalam melihat kehidupan? Tapi terlepas dari itu semua, Tuhanlah yang menentukan setiap garis tangan makhluk-Nya.

Saat seseorang berusaha untuk keluar dari keterpurukan dan mencoba berusaha memperbaiki segalanya maka sudah pasti Tuhan akan membantunya dan itu banr-benar terbukti. Bagaiman denganku? Entahlah__

Pukul 7 Malam, aku meminta bantuan Kakak Rustam__menemaniku untuk pergi mendaftar sebagai mahasiswa baru di Universitas Darussalam, salah satu kampus swasta yang cukup diperhitungkan! Benar dan tidaknya aku tidak tahu, dan sejujurnya aku tidak begitu peduli.

Pendaftaran dibuka sampai jam 9 malam, masih tersisa 2 jam sebelum pendaftaran ditutup. Aku segera menuju rumah Kakak Rustam, kebetulan dia mahasiswa Darussalam.

Jarak antara rumah kami kurang lebih 100 Meter. Aku sengaja memintanya untuk mengantarku, aku tidak punya kendaraan, tempat pendaftaran cukup jauh! Aku bisa saja naik angkutan umum tapi tidak ada kendraan yang melintas disana. Jaraknya cukup jauh dari tempat pemberhentian. Aku harus berjalan kaki dan itu cukup melelahkan, di tambah lagi tak ada lampu penerang sepanjang jalan menuju tempat itu.

Bangunannya bertempat di Wara. Salah satu cabang Universitas Darussalam, lebih tepatnya hanya di pakai untuk sementara waktu sampai menunggu renovasi pembangunan di pusat selesai yaitu di Tulehu. Jarak tempunya lebih jauh, untuk tiba disana, di butuhkan waktu kurang lebih 30 menit dengan kecepatan normal, entah menggunakan motor ataupun mobil.

Dikarenakan kapasitas mahasiswa yang begitu banyak, pihak kampus mengambil kebijakan dengan memberlakukan jam kuliah malam. Mereka mengontrak beberapa bangunan. Salah satunya adalah SMA Negeri Al-Fatah Ambon, yang berada di pusat kota, bersampingan dengan Masjid Al-Fatah, Masjid yang mewakili identitas warga muslim di kota Ambon.

Sedangkan bangunan yang lain berada di Kebun Cengkeh dan Wara. lokasinya cukup jauh dari kota, kurang lebih 15 menit perjalanan untuk tiba disana. Dua bangunan terakhir yang kusebutkan telah menjadi milik pihak Darussalam.

Kakak Rustam sedang memanaskan mesin motornya. Terlihat sudah siap untuk mengantarku. Tadi sebelum kesini aku sudah menghubunginya. Dia sangat baik, aku sudah menganggapnya seperti kakak ku sendiri meski tidak pernah memanggilnya dengan sebutan ‘Kakak’__begitu juga dengan orang tuanya yang sudah ku anggap seperti orang tuaku sendiri.

Bisa di bilang aku mendaftar di Universitas Darussalam juga karena dirinya, dia masih aktif menjadi mahasiswa UNIDAR ( Universitas Darussalam ). Jika semua urusannya lancar, tahun depan dia sudah bisa meraih gelar D3 untuk fakultas akuntansi.

“Tam! sudah siap?”

“Ia, aku sudah menunggumu, kita harus bergegas Ciang, malam ini tidak ada bintang yang terlihat. Cepat atau lambat sepertinya hujan akan segera turun!”

Aku mendongak keatas__tidak perlu berpikir dua kali__kami langsung menuju ke tempat pendaftaran dengan perjalanan kurang lebih 15 menit. Beruntung! Di wara tidak hujan, hanya gerimis, sepertinya hujan telah mengguyur kota Ambon.

Kami memasuki halaman utama kampus. Ruang pendaftaran cukup dekat dari halaman depan. Cukup berjalan lurus dan belok kanan, hanya itu satu satunya ruangan yang berada dipojok. Sosok Bapak – Bapak membuatku sedikit gugup saat kakak Rustam membuka pintu, tubuhnya gempal, berkulit hitam, ditambah dengan kumisnya yang tebal__kedua sisinya melengkung ke atas__ membuat siapa saja yang melihatnya akan sedikit tertekan.

 “Assalamualaikum” Kak Rustam memberi salam.

“Waalaikumsalam!" Sambil mengangkat kepalanya, Bapak itu mejawab. Dia terlihat sedang merapikan kertas - kertas yang berserahkan diatas meja.

“Oh! Terrnyata kau Rustam, ada apa? Tumben datang kesini! Tidak mungkinkan kau mau mendaftar ulang sebagai mahasiswa baru?”

Bapak berkumis tebal itu menyeringai. Masih asyik dengan kesibukannya. Aku sedikit gugup melihatnya.

“Aku datang mengantar adik ku yang ingin mendaftar sebagai mahasiswa baru tahun ini. Dia anak yang cukup pemalu, jadi aku berinisiatif untuk mengantarnya kesini”

Tak perlu menunggu perintah, aku segera mengeluarkan semua berkas persyaratan__ kemudian memberikannya kepada Bapak berkumis tebal itu.

 

“Mmm! Abdul Azis! Nama yang bagus, aku harap nama itu sinkron dengan raut wajahmu yang kusam itu!” Bapak itu tersenyum lebar, seketika kumisnya mekar. Sumpah,, terlepas dari perawakannya yang menakutkan__melihatnya bisa bercanda__ aku ingin tertawa saat melihat ekspresinnya.

Aku segera mengisi beberapa lembar kertas yang di sodorkan Bapak itu, ya formulir pendaftaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status