Pagi ini, tubuhku terasa kurang enak, sekujur badan terasa sakit semua. Kepalaku terasa berat dan tubuh mendingin. Membuatku tak sanggup membuka mata yang terasa berat.Saat seperti inilah yang membuatku terasa rapuh, merasa tak memiliki siapapun. Sentuhan tangan Anggia yang menyentuh pipiku, membuatku tersadar kalau masih ada malaikat kecil yang memmbutuhkanku dan satu-satunya yang menjadi kekuatanku.Saat kedua netra ku paksa membuka ternyata bukan cuma Anggia beserta baby sisternya Nia, Siti, Yana dan juga Razka.Nyawaku yang masih belum seutuhnya sadar, seperti melihat sosok yang akhir-akhir ini mondar mandir keluar masuk ruanganku kini seperti di depan mata.Aku mengucek kedua bola mata dengan sesekali berkedip-kedip. Memastikan penglihatanku saat ini."Razka? Kenapa laki-laki itu ada di sini? Inikan kamarku," batinku.Tangan kecil Anggia yang menepuk pipiku kembali membuat aku tersadar dan berusaha duduk di ranjang sambil bersandar.Aku berusaha meraih Anggia, namun lagi-lagi ke
PoV Razka Satu hari sebelum penentuan siapa pengganti Sintya yang kabarnya akan dipilih langsung oleh pemilik perusahaan, Alexa Wardana."Bagaimana dengan Alexa, Pa? Apa Papa yakin ia akan memilihku sebagai tangan kanannya?" Tanyaku bimbang."Jangan khawatir, Alexa bukanlah perempuan bodoh. Ia takkan pernah mau jatuh ke lubang yang sama dua kali. Kau cukup jadi dirimu sendiri, Nak." Jawab sang Papa bijak."Bukannya selama ini kontribusi dan kemampuanmu untuk memajukan perusahaan itu terlihat nyata. Kau bersungguh-sungguh melakukannya, dasar cinta atau hanya kebetulan saja?" Tanya lelaki paruh baya itu lagi.Aku hanya bisa menarik napas panjang. Yang di katakan Papa benar adanya. Aku bekerja maksimal untuk terus memajukan perusahaan itu dengan ide-ide cemerlang yang ku punya. Sama seperti aku memajukan perusahaanku, meski dari belakang layar. Lubuk hatiku paling dalam, memang menyimpan rasa untuk wanita bernama Alexa itu. Walau sempat patah hati karena ia milih pria lain saat itu.
POV RyanAku yang sudah bangun sejam yang lalu kini sedang di landa kekesalan. Pasalnya dari tadi aku berusaha membangunkan Sintya, untuk memintanya membuatkan secangkir kopi, tapi wanita itu belum juga bangkit dari peraduannya."Ayolah, sayang. Mulutku sudah pahit kepingin minum kopi dari tadi," ucapku menggoyangkan bahu istri sirihku ini.Sintya menggeliat dan membuka matanya pelan. "Aku lagi hamil, Mas. Buat sendiri sana," tolaknya lalu melanjutkan kembali tidurnya.Menarik selimutnya hingga ke dada dan membalikkan badan membelakangiku. Membuat aku menarik napas panjang dan mendengus kesal.Tapi kali ini, aku mencoba mengerti. Mungkin Sintya terlalu lelah karena resepsi pernikahan kemaren. Aku bangkit dan membiarkannya melanjutkan tidurnya, mungkin sebentar lagi ia akan bangun untuk membuatkan sarapan atau makan siang kami nantinya.Pintu kamar ku buka dan keluar langsung menuju dapur. Membuat sendiri kopi untuk pertama kali. Aku tak lagi canggung di rumah ini, rumah cluster de
POV SintyaSungguh aku kesal saat laki-laki yang ku cintai itu membangunkan ku hanya karena sampah. Tepatnya karena uang sampah yang di berikan pada Paman Daniel ternyata malah masuk ke saku celana pamanku itu. Sementara orang yang membersihkan halaman rumahku akhirnya di cari sendiri oleh suamiku yang baru kemaren sah dalam agama. Jangan ditanya gimana rasa tubuhku hari ini setelah menjadi ratu sehari. Capek, pegel dan terasa baru di gebukin maling saking capeknya.Tapi suamiku itu, tak membiarkanku ngebangkong pagi ini. Dengan terpaksa aku bangun dengan sedikit ngelindur. Tanpa sadar, air liurku rupanya sudah penuh membasahi pipi dan bantal yang ku gunakan tadi. Segera aku bangkit dari ranjang, menghubungi Paman Daniel yang entah dimana keberadaannya sekarang. Tapi panggilanku sama sekali tak dijawabnya. Tiga kali aku mengulangi panggilan ponselnya, tapi tetap tak ada jawaban. Membuatku putus asa dan memilih meletakkan kembali benda pipih itu di meja rias. Pantulan wajahku di cerm
"Besok jangan sampai telat datang ke persidangan tepat waktu. Om tunggu kamu disana," ucap Om Wijaya dari sambungan telepon yang masih menempel di telingaku."Iya, Om. Insyaallah aku sudah siap.""Yakin kondisimu sudah prima. Apa perlu Om minta undur jadwal persidangan?" "Sudah Om. Cukuplah hari ini aku istirahat. Untuk sidangnya jangan di undur. Aku pastikan aku fit esok hari. Lagipula si Razka itu seperti mengawasi ku untuk minum obat! Seperti ada CCTV saja di dekatku. Tiap sebentar dia memastikan ku makan yang banyak dan meminum obat serta vitamin tepat waktu. Dia pikir dirinya siapa," omel ku yang tak seharusnya pria di telepon itu tahu."Baguslah! Setidaknya ia wakil yang merangkap asisten pribadimu. Tak ada salahnya bukan? Berarti dia laki-laki yang bisa diandalkan," jawab Om Wijaya seolah mendukung laki-lai bernama Razka itu."Kenapa Om malah mendukung perbuatannya. Menyebalkan!" Ucapku kesal.Ku dengar tawa dari balik ponsel pintar ku. Tak biasanya Om Wijaya seperti itu. Apa
Kepalaku berdenyut, memejamkan mata dan menghempaskan tubuhku disofa.Kejadian barusan sempat menguras emosiku sesaat.Ya, tadi pagi om Wijaya memang sempat mengabarkan kalau sudah dipastikan surat pengadilan agama sudah diterima Ryan. Dan lelaki kepercayaan orang tuaku itu tadi juga mengatakan kalau aku harus bersiap-siap menerima kedatangan lelaki yang akan mengusik ketenangan ku. Ternyata prakiraan dia benar.Lelaki itu berhasil merusak moodku hari ini. "Saya buatkan teh hangat, Bu," ucap Yana yang melihatku menenangkan diri."Ya, boleh. Terima kasih."Yana beranjak dari tempatnya menuju dapur, tak lama secangkir teh disuguhkan bersama cemilan."Perlu saya pijat, Bu. Muka Anda terlihat pucat," tuturnya yang masih berdiri di hadapanku."Tidak. Terima kasih. Kamu boleh kebelakang," pintaku. Ya, saat ini aku sedang ingin sendiri. Menormalkan hati dan pikiran sesaat. Suara tangis Anggia yang mendekat kearahku menyadarkan lamunanku. Pusing yang tadi melanda ku abaikan sesaat. Menyambu
Aku, Nia, Yana dan Siti bersama-sama membersihkan kaca yang berserakan di lantai.Sementara di luar rumah, Ketua Perumahan yang biasa di panggil Pak Haji Toyib, mengintrogasi petugas keamanan, yang ternyata tertidur di pos jaga. Keterangan yang di dapat, mereka di beri minuman dan makanan gratis oleh pengendara ojek online, yang katanya minuman dan makanan tersebut dari salah satu warga penghuni salah satu rumah disini. Ya, biasanya memang ada penghuni rumah disini yang berkirim makanan untuk penjaga pos, sekedar ucapan terima kasih karena kerja keras mereka begadang hingga malam dan pagi tiba. Tak di sangka rupanya itu menjadi titik lemah mereka, yang kurang teliti siapa yang memberi mereka cemilan.Suara deru mesin mobil berhenti di depan rumah. Aku pastikan itu adalah orang yang dikirim Om Wijaya. Aku meminta Nia dan Yana menyelesaikan pekerjaan. Sementara Siti membuatkan air minum untuk tamuku.Rupanya kedatangan tamuku sudah di sambut oleh Ketua Perumahan. Memastikan aku ada yan
Bab 24POV AuthorRyan yang menerima surat dari kurir, mengepalkan tangannya kuat. Nggak menyangka kalau Alexa benar-benar menggugatnya. Ryan yang awalnya merasa sangat percaya diri kalau dirinya masih sangat dicintai oleh Alexa, kini merasa teramat kesal. Surat dari Pengadilan Agama yang berada di tangannya ia remas kuat. Dadanya kembang kempis menahan amarah."Kurang ajar! Kau pikir semudah itu meminta cerai dariku. Aku nggak akan pernah menjatuhkan talak padamu, Alexa," geramnya lalu pergi keluar rumah mencari ojek menuju kerumah Alexa.Dengan hati yang penuh emosi, Ryan menggedor pintu besar rumah yang dulu ia huni. Bukannya mendapatkan sambutan hangat dari sang istri, malah pintu terbuka oleh asisten rumah tangga.Perdebatan kecil sempat terjadi karena asisten tersebut menghalanginya masuk.Ryan terus menerobos tubuh wanita itu tanpa memperdulikan tatapan sengit yang ia terima. Begitu sombongnya sang istri menyambut kehadirannya. Dengan geram Ryan lempar ke wajah Alexa kertas