Share

Part12

Author: Oscar
last update Huling Na-update: 2022-07-06 09:30:43

"Terima kasih ya, Delima." Mbak Silvi tersenyum saat aku mengantarnya berbaring di kamarnya. Sikapnya masih baik seperti di awal saat aku baru pindah ke rumah ini.

Entah itu memang tulus, atau hanya kepura-puraan. Yang jelas, sikap dan gaya bicaranya sangat jauh berbeda saat kudengar dia membicarkanku dengan Mas Raka jika aku tidak ada.

Dan kurasa, aku harus sering-sering menguping pembicaraan mereka, agar aku tahu dan selalu waspada dengan rencana mereka kedepannya.

Sungguh, aku pun sudah tak betah berlama-lama tinggal di rumah ini. Ingin rasanya segera pergi dan mengakhiri pernikahan konyol ini.

"Iya, Mbak. Ini kan sudah menjadi kewajiban Delima mengurus Mbak Silvi sebagai seorang adik."

"Mbak boleh minta tolong lagi nggak, Delima?"

"Bilang aja, Mbak. Delima bakal lakuin, kok."

"Kamu nggak keberatan kan, kalau saat ini, Mas Raka tidur di kamar Mbak terus. Mbak nggak ada temennya. Takutnya kalau malam tiba-tiba terbangun dan butuh sesuatu."

Ternyata benar. Kebaikannya memang karena ada maunya saja. Padahal jelas-jelas Dokter melarangnya untuk tidak berhubungan dulu dengan Mas Raka. Tapi tetap saja dia ngotot ingin memisahkan kami.

Mbak Silvi pasti takut kalau Mas Raka akan melampiaskan hasratnya padaku saat kami tidur di kamar yang sama. Apa lagi ini sudah lebih dari satu minggu. Mbak Silvi pasti tahu kalau aku sudah selesai datang bulan.

Terserah kamu saja Mbak. Aku juga tidak lagi berniat menyerahkan diri pada Mas Raka. Aku tak mau nantinya akan berujung kehamilan, dan mempersulit diriku untuk meninggalkan rumah ini.

"Ya nggak apa-apa to Mbak. Delima malah senang. Mbak Silvi ada yang nemenin."

"Makasi ya, Delima. Kamu memang adik yang baik," ucapnya lagi dengan begitu manis.

.

Keesokan harinya kubiarkan saja Mbak Silvi beristirahat total di kamarnya. Sesekali dia keluar juga untuk menghilangkan suntuk. Aku pun menyibukkan diri dengan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah. 

Ada baiknya aku menjadi pembantu saja di rumah ini. Akan lebih mudah bagiku untuk beradaptasi, dari pada menjadi orang ke tiga di antara mereka.

Sore harinya aku mengajak Mbak Silvi duduk di teras depan mencari udara segar. Angin sore kelihatannya cukup membuat dirinya merasa lebih bugar.

Tak lama, mobil Mas Raka muncul. Mbak Silvi menyambutnya dengan senyuman. Disertai kecupan hangat di keningnya dari Mas Raka di hadapanku. Tanpa segan atau memikirkan bagaimana perasaanku sebagai istrinya juga.

"Sini Mas, Delima bawain tasnya. Biar Delima buatkan teh hangat sekalian." Aku menawarkan diri di sela keromantisan yang mereka ciptakan. 

Aku mulai bersikap sewajarnya.

"Terima kasih, Delima." Mas Raka mengulurkan tasnya.

Kulirik wajah Mbak Silvi yang sumringah. Menganggap semuanya sudah baik-baik saja. Mereka sepasang suami-istri yang bahagia, dan aku hanya seorang pesuruh saja.

"Oh, iya, Dek. Mas lupa." Mas Raka meminta kembali tasnya tadi. Lalu mengeluarkan sesuatu berupa kantongan dari kertas. Kemudian menyerahkannya padaku.

"Apa ini, Mas?" 

"Buka saja." Aku langsung menuruti apa katanya. Sebuah kotak ponsel keluaran terbaru. Aku menggenggam, setelah mengeluarkannya dari dalam kotak.

"Ini buat Delima, Mas?" tanyaku tak percaya.

"Iya. Biar kamu nggak numpang-numpang lagi kalau mau nelpon ke kampung. Besok kamu juga buat rekening tabungan, ya. Biar nggak ngerepotin Mbakmu, kalau mau transfer uang bulanan buat Bue sama Sidik."

"Alhamdulillah...." Kata syukur keluar begitu saja dari mulutku. "Makasih banyak ya, Mas." Aku begitu bahagia menerima semua ini.

Akhirnya pelan-pelan aku mulai dihargai di rumah ini. Namun tanpa sengaja aku melirik ke arah Mbak Silvi. Dan tentu saja, wajah yang tadi begitu bahagia, kini berubah sudah. Seperti sedang memendam amarah yang tak bisa dikeluarkannya di hadapanku begitu saja.

Terserahlah. Toh juga sikapnya selama ini hanyalah kepura-puraan belaka. Asal aku tak tidur dengan suaminya, kurasa menerima semua pemberian ini bukanlah suatu kesalahan.

Aku langsung pamit ke dalam untuk membuatkan teh. Tak kupedulikan lagi perang apa yang akan terjadi di antara mereka berdua nanti.

******

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part86

    "Ba_bagaimana, Say... eh,... Delima?" Mas Deni tampak takut-takut menanyakan itu padaku. Aku kembali terdiam. Masih syok dengan semua ini. Semuanya serba mendadak dan tiba-tiba. Membuatku bingung harus bertanya mulai dari mana.Lalu Mas Raka meminta sesuatu pada Mbak Silvi. Dengan senyum kebahagiaan Mbak Silvi merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dikeluarkan sebuah amplop ke tangan Mas Raka."Ini, Dek." Mas Raka menyodorkan kertas itu ke atas meja. Dengan ragu aku mengambil dan melihat apa isinya."I_ini?" Air mataku tumpah seketika."Iya, Dek. Itu surat cerai yang kamu inginkan. Kamu sudah bebas sekarang."Rasa di hatiku kini bercampur aduk tak menentu. Ada perasaan sedih, bahagia, juga lega."Jadi, gimana, Dek? Mas sendiri yang melamar kamu untuk Deni. Kamu mau, kan?"Aku menatap mereka semua secara bergantian. Lalu mengangguk."Iya, Mas. Delima mau.""Alhamdulilah...." Semua orang di ruangan ini mengucap syukur.*****Akhirnya hari bahagia yang dinantikan semua orang terjadi juga. M

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part85

    Mataku menghangat melihat orang-orang itu kini berdiri di hadapanku. Aku merasa ini seperti sebuah mimpi. Aku berdiri terpaku dengan air mata yang mulai mengalir.Lalu tiba-tiba saja tubuhku direngkuh dan masuk dalam pelukan hangatnya."Mama?" Aku menangis sesenggukan."Iya, sayang. Ini Mama," ucap wanita yang sudah setengah tahun ini tak pernah lagi kutemui. "Kamu sehat-sehat aja kan, Delima?"Aku makin sesenggukan melihat sikap pedulinya. Lalu aku juga merasakan tangan seseorang ikut menyentuh dan mengusap bahuku. Benarkah apa yang sedang kulihat saat ini?Aku melepaskan pelukan Mama. Lalu menatap satu persatu wajah mereka yang ikut berkunjung ke rumahku."Mbak Silvi?""Iya, Delima. Mbak datang." Wanita yang pernah menamparku saat terakhir kali bertemu ini, tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.Lalu kulihat Mas Raka dan Mas Deni tampak berdiri sejajar. Sepertinya semua orang sudah baik-baik saja. Dan mereka semua terlihat akur.Pasti sudah banyak hal yang terjadi selama aku tak a

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part84

    Biarlah hanya kami berdua yang tahu tentang semua ini. Seperti yang dia katakan, itu untuk yang terakhir kalinya. Kuberikan sebagai upah, atas apa yang dia berikan selama ini. Dengan begitu, nantinya dia hanya akan mengingatku sebagai wanita bayaran saja. Yang bisa dia cumbu tanpa hati, dan juga rasa cinta.Aku harus benar-benar terlihat murahan di matanya.*"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa tiba-tiba ninggalin Mas seperti ini?" Mas Deni begitu syok saat aku tiba-tiba datang ke rumahnya untuk berpamitan."Maafin Delima, Mas. Delima bukanlah wanita yang baik untuk Mas Deni." Lagi-lagi aku membatukan hati agar tak lagi goyah.Berbicara dengan Mama pun rasanya hati ini sudah akan luluh melihat kekecewaan di wajahnya. Apa lagi saat berbicara dengan Mas Deni. Aku harus benar-benar bisa mengendalikan diriku. Rasa sakit yang aku rasakan tak boleh terlalu nampak. Aku lebih memilih Mas Deni kecewa dan membenciku saja, dari pada harus menangis dan mengiba, memohon agar aku tetap tinggal."Sampai h

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part83

    Tanpa terasa enam bulan sudah aku kembali ke kampung. Kembali tinggal dengan Bue dan juga Sidik. Tak peduli lagi pada gunjingan tetangga dan warga sekitar atas statusku sekarang ini.Awal kepulanganku dulu, bisik-bisik mereka selalu terdengar. Katanya memang seperti itulah resiko menjadi wanita kedua. Hanya sebagai cadangan untuk bersenang-senang. Giliran bosan, pasti kembali ke pelukan istri pertama.Aku hanya diam, tak ambil pusing dengan pendapat mereka. Tak ada gunanya juga menceritakan hal yang sebenarnya. Asal Bue mengerti dan tidak terlalu memikirkannya hingga sakit, kurasa itu bukan masalah.Anggap saja memang ini adalah hukuman atas keserakahanku waktu itu. Lepas dari seorang pria beristri, malah berkhayal mendapatkan bujangan kaya raya.Tapi semua itu sudah berlalu. Tak ada lagi bisik-bisik seperti itu kudengar. Semuanya seakan lupa, dan aku bisa menjalani kehidupan dengan normal kembali.Kini aku tak perlu lagi bersusah payah bekerja dari pintu ke pintu untuk bekerja di rum

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part82

    "Kita rujuk ya, Dek?" Napasnya makin memburu di telingaku. Aku kembali menggeleng dalam tangisan."Kasi kesempatan Mas satu kali lagi untuk membahagiakan kamu, Sayang." Aku semakin menggeleng."Dek?""Kalau Mas benar-benar mencintai Delima dan ingin melihat Delima bahagia, tolong bebaskan Delima. Kalau Mas ingin balas dendam dan tidak ingin melihat Delima bahagia dengan Mas Deni, Delima akan turuti. Delima akan putuskan hubungan dengan Mas Deni dan akan kembali ke kampung. Apa itu cukup membuat Mas Raka puas?""Enggak, Dek. Bukan seperti itu maksud Mas. Mas ingin kamu bahagia sama Mas, Sayang. Kenapa kamu nggak percaya sama perasaan Mas?" Dia tampak gelisah sembari menyentuh pipiku dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa memejamkan mata dengan pasrah. Melawan pun percuma. Hanya akan membuat keributan malam-malam begini."Delima hanya ingin hubungan Mas Raka dan Mas Deni kembali baik, Mas. Jangan lagi bermusuhan seperti ini hanya gara-gara Delima. Delima bukan wanita yang pantas untuk

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part81

    Aku segera menarik tanganku kembali. Namun Mas Raka tak mengizinkan dan malah menahannya. Dia terlihat begitu marah. Padahal saat di bawah tadi, dia terlihat biasa-biasa saja dan tak memperdulikan.Atau, jangan-jangan Mama bercerita tentang aktivitas aku dan Mas Deni tadi. Bukan salah Mama juga. Salahku yang tak berani bilang untuk merahasiakannya dari Mas Raka."Tega banget kamu, Dek. Mas udah bilang, jangan pergi sama Deni. Kenapa kamu masih nekat juga? Malah gantiin cincin Mas dengan cincin dari dia. Kamu pikir Mas main-main dengan ancaman Mas waktu itu?""Kenapa Mas melakukan itu? Kenapa Mas nggak ngijinin Delima sama Mas Deni? Jujur aja, Mas." Aku mulai berani."Kamu masih nanya? Kamu tau sendiri kenapa Mas melakukan itu, Dek.""Kenapa?" Aku meyakinkan."Tentu saja karena Mas mencintai kamu.""Bohong!" sanggahku dengan penuh amarah. "Mas Raka bohong. Mas Raka sama sekali nggak pernah mencintai Delima.""Itu nggak benar, Dek. Mas sayang sama kamu.""Delima nggak percaya. Mas Raka

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status