Share

Part11

Author: Oscar
last update Last Updated: 2022-07-06 09:28:47

Aku tak mau lagi jadi duri dalam rumah tangga mereka. Meski miskin dan berasal dari kampung, aku masih tetap memiliki harga diri. 

Kalau seperti ini, baiknya aku saja yang mundur. Dari pada selalu berharap-harap cemas tentang keputusan mereka, yang bisa datang kapan saja untuk menendangku keluar dari kehidupan mereka.

Baru saja aku ingin mengungkapkan semua yang aku dengar, tiba-tiba saja suara ponsel berdering. Sepertinya itu ponsel Mbak Silvi yang tergeletak di atas nakas di samping ranjang.

Mas Raka mewakili untuk mengambilnya. Mengernyitkan dahi karena tak ada nama pemanggil katanya.

"Angkat saja!" ketus Mbak Silvi masih dengan wajah cemberut. Lagi-lagi Mas Raka hanya menurut.

"Halo," sahutnya, sembari meletakkan benda pipih itu di telinga.

"Oh, iya. Ada, ada. Sebentar." Mas Raka menoleh ke arahku. Menyodorkan ponsel itu.

Aku yang kebingungan, langsung menerimanya tanpa bertanya.

"Mbak Delima. Ini Sidik." 

Sidik? Oh, aku baru ingat. Nomor ini pernah kuberikan padanya jika ada perlu apa-apa denganku. Ponselku yang lama, sudah kujual sebelumnya saat Bue masuk rumah sakit. Pada saat itu Mbak Silvi belum muncul dan datang sebagai Dewi penolong kami.

"Ada apa, Dik?" tanyaku cemas. Takut kalau-kalau yang dia bawa adalah kabar buruk tentang Bue.

"Anu, Mbak. Motor."

"Motor? Kenapa motornya, Dik?"

"Anu, Mbak."

Aku mendengarkan keluh kesahnya dengan seksama. Membuatku jadi merasa serba salah dan tak tahu harus menjawab bagaimana. 

"Nanti Mbak kabari lagi ya, Dik." Aku menutup percakapan, dan mengembalikan ponsel ke tangan Mas Raka.

"Ada apa, Dek?" Mas Raka langsung bertanya. Seperti benar-benar perhatian sikapnya.

"Oh, enggak kok. Nggak apa-apa," ucapku berbohong. Mana mungkin aku mengatakan kalau Sidik minta dibelikan motor, karena motor bututnya sudah mati total. 

Memang dulu sudah ada perjanjian, kalau semua kebutuhan di kampung akan diberikan setiap bulan. Mbak Silvi juga bilang, kalau butuh apa-apa tinggal bilang saja, dan dia akan segera memberikannya.

Tapi itu dulu. Sebelum Mbak Silvi hamil, dan masih membutuhkan aku. Kalau sekarang, dia masih bersikap baik di hadapanku saja sudah lebih dari cukup. 

"Motor Sidik kenapa, Delima?" Giliran Mbak Silvi yang bertanya. Entah kenapa aku jadi merasa tidak enak melihat dia yang masih bersikap perhatian padaku.

"Itu, Mbak, anu."

"Nggak apa-apa. Ngomong aja."

Aku pun mengatakan yang sebenarnya. Tentang motor Sidik yang sudah tak bisa digunakan lagi. Akan sangat sulit baginya untuk pergi ke sekolah dengan jarak yang lumayan jauh. Sedangkan kalau mau naik angkot pun, agak jauh berjalan dulu sampai ke jalan besar.

"Ya, sudah. Biar nanti Mbak transferkan uangnya. Iya kan, Mas?" Mbak Silvi menoleh ke arah suaminya. Suami kami. 

Mas Raka menghembuskan napas kasar. Bisa kulihat, masih ada rasa kesal di hati mereka masing-masing. 

"Tapi kamu tolongin Mbak ya, Delima."

"Mbak Silvi butuh sesuatu?" 

"Iya. Tolong yakinin Mas Raka, kalau kamu akan merawat Mbak dengan baik di rumah. Mbak pengen cepat-cepat pulang. Kamu mau, kan?" Lagi-lagi Mbak Silvi meminta dengan nada memelas. 

Sama persis seperti saat memintaku menikah dengan suaminya waktu itu. Jadi ini, maksudnya. Dia menggunakan aku, agar kali ini suaminya menurut. Baiklah Mbak, kalau kalian masih bisa berpura-pura baik untuk mendapatkan bantuan dariku, aku pun bisa berpura-pura tak tahu apa pun yang kalian rencanakan sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan keluargaku.

Setidaknya, sampai empat bulan kemudian, Mbak Silvi akan mempertahankanku di rumah itu untuk merawatnya. Dan aku pun demikian pula, tak akan segan-segan lagi meminta hakku sebagai istri Mas Raka untuk memenuhi kebutuhan keluargaku.

.

Akhirnya setelah membuat kesepakatan dan meyakinkan Mas Raka, Mbak Silvi diperbolehkan pulang. Hanya saja Dokter menyarankan agar tetap menjaga kesehatan, dan tidak boleh banyak beraktifitas. Obat-obatan yang seharusnya diberikan melalui suntikan pun, kini diganti dengan berbagai macam tablet yang harus selalu rutin di konsumsi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part86

    "Ba_bagaimana, Say... eh,... Delima?" Mas Deni tampak takut-takut menanyakan itu padaku. Aku kembali terdiam. Masih syok dengan semua ini. Semuanya serba mendadak dan tiba-tiba. Membuatku bingung harus bertanya mulai dari mana.Lalu Mas Raka meminta sesuatu pada Mbak Silvi. Dengan senyum kebahagiaan Mbak Silvi merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dikeluarkan sebuah amplop ke tangan Mas Raka."Ini, Dek." Mas Raka menyodorkan kertas itu ke atas meja. Dengan ragu aku mengambil dan melihat apa isinya."I_ini?" Air mataku tumpah seketika."Iya, Dek. Itu surat cerai yang kamu inginkan. Kamu sudah bebas sekarang."Rasa di hatiku kini bercampur aduk tak menentu. Ada perasaan sedih, bahagia, juga lega."Jadi, gimana, Dek? Mas sendiri yang melamar kamu untuk Deni. Kamu mau, kan?"Aku menatap mereka semua secara bergantian. Lalu mengangguk."Iya, Mas. Delima mau.""Alhamdulilah...." Semua orang di ruangan ini mengucap syukur.*****Akhirnya hari bahagia yang dinantikan semua orang terjadi juga. M

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part85

    Mataku menghangat melihat orang-orang itu kini berdiri di hadapanku. Aku merasa ini seperti sebuah mimpi. Aku berdiri terpaku dengan air mata yang mulai mengalir.Lalu tiba-tiba saja tubuhku direngkuh dan masuk dalam pelukan hangatnya."Mama?" Aku menangis sesenggukan."Iya, sayang. Ini Mama," ucap wanita yang sudah setengah tahun ini tak pernah lagi kutemui. "Kamu sehat-sehat aja kan, Delima?"Aku makin sesenggukan melihat sikap pedulinya. Lalu aku juga merasakan tangan seseorang ikut menyentuh dan mengusap bahuku. Benarkah apa yang sedang kulihat saat ini?Aku melepaskan pelukan Mama. Lalu menatap satu persatu wajah mereka yang ikut berkunjung ke rumahku."Mbak Silvi?""Iya, Delima. Mbak datang." Wanita yang pernah menamparku saat terakhir kali bertemu ini, tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.Lalu kulihat Mas Raka dan Mas Deni tampak berdiri sejajar. Sepertinya semua orang sudah baik-baik saja. Dan mereka semua terlihat akur.Pasti sudah banyak hal yang terjadi selama aku tak a

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part84

    Biarlah hanya kami berdua yang tahu tentang semua ini. Seperti yang dia katakan, itu untuk yang terakhir kalinya. Kuberikan sebagai upah, atas apa yang dia berikan selama ini. Dengan begitu, nantinya dia hanya akan mengingatku sebagai wanita bayaran saja. Yang bisa dia cumbu tanpa hati, dan juga rasa cinta.Aku harus benar-benar terlihat murahan di matanya.*"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa tiba-tiba ninggalin Mas seperti ini?" Mas Deni begitu syok saat aku tiba-tiba datang ke rumahnya untuk berpamitan."Maafin Delima, Mas. Delima bukanlah wanita yang baik untuk Mas Deni." Lagi-lagi aku membatukan hati agar tak lagi goyah.Berbicara dengan Mama pun rasanya hati ini sudah akan luluh melihat kekecewaan di wajahnya. Apa lagi saat berbicara dengan Mas Deni. Aku harus benar-benar bisa mengendalikan diriku. Rasa sakit yang aku rasakan tak boleh terlalu nampak. Aku lebih memilih Mas Deni kecewa dan membenciku saja, dari pada harus menangis dan mengiba, memohon agar aku tetap tinggal."Sampai h

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part83

    Tanpa terasa enam bulan sudah aku kembali ke kampung. Kembali tinggal dengan Bue dan juga Sidik. Tak peduli lagi pada gunjingan tetangga dan warga sekitar atas statusku sekarang ini.Awal kepulanganku dulu, bisik-bisik mereka selalu terdengar. Katanya memang seperti itulah resiko menjadi wanita kedua. Hanya sebagai cadangan untuk bersenang-senang. Giliran bosan, pasti kembali ke pelukan istri pertama.Aku hanya diam, tak ambil pusing dengan pendapat mereka. Tak ada gunanya juga menceritakan hal yang sebenarnya. Asal Bue mengerti dan tidak terlalu memikirkannya hingga sakit, kurasa itu bukan masalah.Anggap saja memang ini adalah hukuman atas keserakahanku waktu itu. Lepas dari seorang pria beristri, malah berkhayal mendapatkan bujangan kaya raya.Tapi semua itu sudah berlalu. Tak ada lagi bisik-bisik seperti itu kudengar. Semuanya seakan lupa, dan aku bisa menjalani kehidupan dengan normal kembali.Kini aku tak perlu lagi bersusah payah bekerja dari pintu ke pintu untuk bekerja di rum

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part82

    "Kita rujuk ya, Dek?" Napasnya makin memburu di telingaku. Aku kembali menggeleng dalam tangisan."Kasi kesempatan Mas satu kali lagi untuk membahagiakan kamu, Sayang." Aku semakin menggeleng."Dek?""Kalau Mas benar-benar mencintai Delima dan ingin melihat Delima bahagia, tolong bebaskan Delima. Kalau Mas ingin balas dendam dan tidak ingin melihat Delima bahagia dengan Mas Deni, Delima akan turuti. Delima akan putuskan hubungan dengan Mas Deni dan akan kembali ke kampung. Apa itu cukup membuat Mas Raka puas?""Enggak, Dek. Bukan seperti itu maksud Mas. Mas ingin kamu bahagia sama Mas, Sayang. Kenapa kamu nggak percaya sama perasaan Mas?" Dia tampak gelisah sembari menyentuh pipiku dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa memejamkan mata dengan pasrah. Melawan pun percuma. Hanya akan membuat keributan malam-malam begini."Delima hanya ingin hubungan Mas Raka dan Mas Deni kembali baik, Mas. Jangan lagi bermusuhan seperti ini hanya gara-gara Delima. Delima bukan wanita yang pantas untuk

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part81

    Aku segera menarik tanganku kembali. Namun Mas Raka tak mengizinkan dan malah menahannya. Dia terlihat begitu marah. Padahal saat di bawah tadi, dia terlihat biasa-biasa saja dan tak memperdulikan.Atau, jangan-jangan Mama bercerita tentang aktivitas aku dan Mas Deni tadi. Bukan salah Mama juga. Salahku yang tak berani bilang untuk merahasiakannya dari Mas Raka."Tega banget kamu, Dek. Mas udah bilang, jangan pergi sama Deni. Kenapa kamu masih nekat juga? Malah gantiin cincin Mas dengan cincin dari dia. Kamu pikir Mas main-main dengan ancaman Mas waktu itu?""Kenapa Mas melakukan itu? Kenapa Mas nggak ngijinin Delima sama Mas Deni? Jujur aja, Mas." Aku mulai berani."Kamu masih nanya? Kamu tau sendiri kenapa Mas melakukan itu, Dek.""Kenapa?" Aku meyakinkan."Tentu saja karena Mas mencintai kamu.""Bohong!" sanggahku dengan penuh amarah. "Mas Raka bohong. Mas Raka sama sekali nggak pernah mencintai Delima.""Itu nggak benar, Dek. Mas sayang sama kamu.""Delima nggak percaya. Mas Raka

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part80

    "Oh, iya, Den. Soal pesta, nanti kita adakan di rumah kamu aja, ya. Biar kita buat acara yang meriah. Di kampung Delima kita adakan akad saja. Biar Delima nggak terlalu jadi sorotan orang kampung.""Kalau Deni nggak masalah, Bulek. Terserah Delimanya aja.""Kalau kamu, gimana, Delima?" Mama meminta pendapatku."Delima juga nurut, Ma. Gimana baiknya aja.""Ya sudah, nanti Mama tanyakan sama Ibu kamu. Setuju atau enggak.""Baik, Ma."Setelah Mas Deni pulang, aku langsung menuju ke kamar untuk menyimpan barang-barang yang aku beli tadi. Padahal aku tidak memintanya. Tapi dengan begitu royal dia membelikan semua ini untukku.Aku terduduk di ranjang sembari memegangi bibirku. Teringat saat Mas Deni mengecupnya tadi. Membuat perasaanku semakin tak karuan. Inilah ciuman pertamaku dengan seorang lelaki. Padahal sebelumnya aku berpikir, bahwa Mas Rakalah yang akan mengambil semuanya.Usai makan malam aku memijat punggung Mama. Mengobrol dan tertawa bersama. Tak lama Mas Raka datang dan bergabu

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part79

    Dia menghentikan kata-katanya."Lagi apa, Mas?" tanyaku penasaran. "Eh, nggak. Mas juga jarang-jarang dengar suara kamu, kok." Mas Raka gelagapan. "Kamu kenapa belum tidur jam segini?" "Tadi sudah mau tidur. Tapi Mas Raka tiba-tiba nelpon. Apa lain kali tidak usah diangkat saja, kalau sudah mengantuk?""Eh, eh. Udah berani kamu, ya." Aku tertawa mendengarnya.Kudengar suara Mas Raka seperti bernapas lega. "Kenapa, Mas?" tanyaku lagi."Mas senang, kita bisa bicara santai seperti ini. Makasih ya, Dek. Kamu udah nggak takut lagi sama, Mas."Aku tertegun. Bahkan hal yang tak kusadari pun bisa membuat orang lain merasa lega.*Pagi ini aku pamit pada Mama untuk ikut Mas Deni. Sengaja menunggu Mas Raka berangkat ke kantor terlebih dahulu. Padahal Mama sendiri tidak tahu kalau aku dan Mas Deni sekarang lagi kucing-kucingan sama Mas Raka. Bertemu pun harus diam-diam.Aku bisa saja mengadu pada Mama. Tapi posisiku yang hanya menumpang membuatku tak bisa melakukannya. Seperti memakan buah si

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part78

    Cih, pintar sekali wanita ini bersandiwara. Padahal baru saja dia bersikap seperti orang gila padaku."Kamu aja yang pulang. Dan tunggu surat cerai sampai ke tangan kamu.""Jangan, Mas. Aku nggak mau. Aku nggak mau cerai dari kamu. Kamu harus pulang sama aku. Kamu nggak boleh lagi tinggal sama pelacur ini.""Diam kamu, Silvi. Sekali lagi kamu hina Delima, aku nggak akan segan-segan lagi sama kamu.""Mas!""Jangan salahkan Delima untuk semuanya. Delima sama sekali nggak ada hubungannya dengan keputusanku.""Tapi aku istri kamu, Mas.""Kamu lupa kalau aku sudah menjatuhkan talak sama kamu?""Jadi kamu lebih memilih pelacur ini dari pada aku?"Plak!Aku menutup mulut dengan kedua tanganku saat Mas Raka menampar Mbak Silvi. Mbak Silvi menatap tajam suaminya sambil memegangi pipinya. "Tega kamu, Mas," rintihnya."Aku sudah memberi peringatan sebelumnya. Jangan pernah berani menghina Delima. Urusan kamu sama aku. Sekarang kamu pergi, atau aku panggil polisi karena kamu telah membuat keribu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status