PoV Rania "Jangankan anak, orang sampai sekarang saja Mama masih belum merestui hubungan mereka berdua. Rania itu benalu, Mama enggak suka," ucapnya lantang.Tanganku mengepal erat, beraninya Mama mengatakan hal itu pada orang luar."Wah, kok bisa sih?" Janda cantik itu pura-pura kaget, padahal aku tahu betul dia bahagia mendengar berita ini.Siapa yang tidak tahu kalau janda bernama Eli ini sudah lama menyukai Mas Riko, bahkan semenjak aku dan suamiku belum menikah. Semua warga di sekitar rumah pun sudah pada tahu."Bisalah, padahal tadinya Mama ingin menjodohkan dia denganmu, Li," ungkap Mama tidak tahu malu.Seketika aku ingin pergi ke hadapan mereka dan melayangkan tamparan beberapa kali. Tapi sayang, aku tidak berani. Walau bagaimanapun aku harus bisa menghormati Mama."Menjodohkan aku dengan Mas Riko? Aduh,s sesuatu banget," jawabnya manja.Rasanya aku ingin muntah."Benar, La. Mama hanya ingin menantu seperti kamu, wanita karir, cantik, dan pengertian," pujinya berlebih."Aku
PoV Rania Brakkk ... pintu kamar terdengar dibanting."Lihat wajah Mama, kok bentus-bentus, ya?" tanyanya panik.Tapi aku masih belum melihat, rasanya terlalu lelah untuk membuka mata. Apalagi harus mendengar keluh kesahnya.Dari awal, aku memang tidak yakin dengan produk yang ditawarkan oleh karyawan kecantikan tadi. Masa harganya murah benget. Memang satu set dua ratus ribu adalah harga biasa kosmetik bagus, tapi yang ukuran kecil. Bukan ukuran jumbo seperti itu."Rania, Ran!" teriak Mama mulai histeris. Aku yang tadinya enggan untuk menutup mata, terpaksa harus melihat bagaimana wajah Mama sampai berteriak seperti itu."Astagfirullah," gumamku pelan.Aku sungguh kaget ketika melihat wajah Mama muncul bintik-bintik merah. Ini memang kosmetik penipuan. Pantas saja aku merasa asing dengan nama kosmetik yang disebut PSG tadi. Ternyata kecurigaanku benar."Bagaimana ini, Rania?" teriak Mama lagi yang kini sudah berada di depan mataku."Rania, kok kamu malah bengong?" tanyanya histeris.
Meskipun masih sangat heran dengan perubahan Pak Dirga baru-baru ini, tapi tidak mungkin juga untuk menolak rumah yang ditawarkan begitu saja. Apalagi Rani tadi pagi sudah berpesan agar tidak menolak rezeki nomplok.Masa iya aku berbohong.Kukatakan kata Pak Dirga, kalau aku butuh waktu untuk mendiskusikannya dengan Rania, dan dia setuju.Entah kenapa semuanya terasa mudah, seolah memang sudah disiapkan untuk keluargaku. Langsung aku mengabarkan berita bahagia ini pada Rania.Anehnya, dia tidak terdengar kaget yang membuat pikiran negatif dalam pikiranku keluar.Tapi tidak mungkin juga kalau Rania berbohong.Berhubung Pak Dirga sudah memberitahu akan ada rapat malam, aku memilih untuk memberitahukan Rania kalau aku akan pulang terlambat.Tapi belum ada satu jam, Rania sudah menelpon beberapa kali ke nomor ponselku. Dia mengabarkan kalau Mama akan dibawa ke klinik kecantikan untuk melakukan pemeriksaan.Tentu saja aku terkaget.Apa yang terjadi dengan Mama?Segera aku meminta izin untu
"Mas, jika kau mau ceraikan aku, ceraikanlah. Kau tidak perlu repot-repot mengantarkan aku pulang ke rumah, aku bisa pulang sendiri," ucap Rania di kala keheningan seakan menampar harga diriku sebagai seorang laki-laki."Untuk apa kau bicara seperti itu?" tanyaku kesal. Enak sekali dia bicara begitu tanpa mempedulikan aku sebagai suaminya. Aku memang berniat untuk menceritakannya, tapi kan talak saja belum aku ucapkan.Lagian hati ini masih berat untuk melepaskannya. Jadi apa aku minta saran sama Mas Surya ya? Rasanya aku bingung jika harus mengambil sikap sendiri. Takut salah."Aku hanya memberikan jalan yang mudah untukmu, Mas. Bukankah kau sedang berpikir bagaimana cara menceraikan dan mengantarku pulang?" Rania menatapku dengan sorot mata yang tajam.Katanya shalihah, tapi matanya saja seperti mau melukaiku. Lebih tajam dari pisau."Cerai saja belum, kapan aku bilang akan mengantarmu pulang,” ucapku jengkel. Bisa-bisanya dia mengatakan hal itu dengan lancar.Apa Rania sama sekali
Mas Surya yang mendengar pertengkaran kecilku dan Rania menatap kami bergantian. "Kamu jangan ganggu dia dulu, sana kalau mau marah-marah," protesnya terlihat kesal.Sekarang aku lebih membeku. Kenapa Mas Surya sampai berkata seperti itu hanya untuk Rania?"Kamu jangan salah faham, Mas seperti ini karena tidak ingin ada perdebatan," ralatnya. "Kamu itu laki-laki, Riko. Jadi harus punya pemikiran yang panjang dan tidak sembarangan dalam bertindak," lanjutnya menasehati.Tapi aku enggan untuk menjawab dan lebih memilih memperhatikan Rania yang sedang memasak. Ternyata dia sangat mahir. Kenapa selama ini aku tidak tahu?"Kau terkejut bukan dengan kepintaran Rania dalam memasak?" tanya Mas Surya di tengah lamunanku."Biasa saja.""Jangan bohong kamu, Riko. Mas tahu setiap apa yang ada di pikiranmu," desisnya."Mas pikir saat kamu selalu membela Rania itu karena sudah tahu seluk-beluk istrimu dan semua yang bisa dia lakukan atau tidak, tapi ternyata ... sangat mengecewakan," cibirnya.Ck
"Cerai sajalah, Rania tidak berhak punya pasangan lembek sepertimu," ucapnya sok tahu.Siapa juga yang lembek, aku kuat. Cuman aku lemah kalau dia minta cerai. Meskipun Mama terus saja mendesak untuk memulangkannya, tapi aku belum siap.Terlalu berat.Aku juga bingung dengan sikap Mas Surya yang tiba-tiba baik sama Rania. Padahal selama ini selalu marah-marah dan sering mengancamnya juga."Kenapa Mas selalu ikut campur?" tanyaku tajam, mungkin ini kali pertamanya aku berkata dengan nada seperti ini."Karena Rania berhak bahagia!" serunya sambil mendorongku agar bisa masuk ke dalam.Kecurigaanku semakin besar kepada Mas Surya kalau Rania adalah perempuan idamannya. Dulu ia pernah mengatakan padaku kalau perempuan idamannya itu yang sederhana, cantik alami, dan pintar mengolah bahan makanan.Alasannya klasik, katanya agar ia selalu punya istri yang cantik, meskipun sedang tidak punya banyak uang, dan juga agar bisa menerima kerja keras seorang suami.Jangan-jangan Mas Surya berniat untu
PoV RaniaAku dan Mas Riko tiba-tiba kaget ketika mendengar teriakan Ica, katanya Mama pingsan. Segera Mas Riko membuka pintu dan berlari keluar, aku pun mengikutinya di belakang.Sampai di sana, aku sangat kaget dengan kondisi Mama. Benar kata Ica, sudah tidak sadarkan diri. Langsung aku mendekat dan menyimpan minyak penghangat di dekat hidungnya.Kutemukan ponsel Mama yang tergeletak tidak berdaya dan memulai mencari sesuatu, yaitu aplikasi pertama yang Mama kunjungan.Hatiku begitu kaget ketika kubaca pesan terakhir dari seseorang yang tidak ada namanya.Sungguh aku senang bukan main. Pembalasan akan datang kepada siapapun, baik kepada yang bersikap baik, ataupun buruk. Seperti Mama ini.Padahal aku sudah membantunya ke klinik dokter Jasmin, tapi tetap saja di matanya aku bagaikan kotoran yang hina dan bau.Aku terus tersenyum sambil memandangi pesan di ponsel ini. Ternyata begini cara Allah bekerja, kelak semua kejahatan akan diberikan balasannya. Dengan penilaian Mas Riko aku mas
Pagi ini suasana rumah menjadi tidak biasa. Entah karena Rania memutuskan untuk tetap di sini untuk membuatkan makanan atau karena sikapnya sudah terlihat lebih tenang. Entahlah. Tapi aku mendengarnya mengatakan seperti itu hanya dibalik pintu setelah berpura-pura pergi ke belakang dan melihat Mas Surya tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Meskipun aku sangat kaget mendengar kedekatan mereka dulu, tapi tetap saja tidak mungkin membiarkan Mas Surya untuk memiliki Rania kembali. Dia istriku dan hanya boleh menjadi istriku. Setelah Mas Surya pergi, aku langsung mengunci pintu kamar. Takut, kalau Rania akan kembali melarikan diri. Jika Mas Surya sudah memberikan peringatan, tanya tidak main-main. Belum lama aku berbaring, suara teriakan kembali terdengar. Ternyata Mama. Aku sangat kaget melihat wajah dan tubuh Mama dipenuhi bentolan besar. Ica dan aku langsung histeris, kecuali Rania. Itulah kenapa aku sedikit menaruh curiga padanya. Mama bersikeras ingin periksa di rumah sakit. Tanpa