"Cerai sajalah, Rania tidak berhak punya pasangan lembek sepertimu," ucapnya sok tahu.Siapa juga yang lembek, aku kuat. Cuman aku lemah kalau dia minta cerai. Meskipun Mama terus saja mendesak untuk memulangkannya, tapi aku belum siap.Terlalu berat.Aku juga bingung dengan sikap Mas Surya yang tiba-tiba baik sama Rania. Padahal selama ini selalu marah-marah dan sering mengancamnya juga."Kenapa Mas selalu ikut campur?" tanyaku tajam, mungkin ini kali pertamanya aku berkata dengan nada seperti ini."Karena Rania berhak bahagia!" serunya sambil mendorongku agar bisa masuk ke dalam.Kecurigaanku semakin besar kepada Mas Surya kalau Rania adalah perempuan idamannya. Dulu ia pernah mengatakan padaku kalau perempuan idamannya itu yang sederhana, cantik alami, dan pintar mengolah bahan makanan.Alasannya klasik, katanya agar ia selalu punya istri yang cantik, meskipun sedang tidak punya banyak uang, dan juga agar bisa menerima kerja keras seorang suami.Jangan-jangan Mas Surya berniat untu
PoV RaniaAku dan Mas Riko tiba-tiba kaget ketika mendengar teriakan Ica, katanya Mama pingsan. Segera Mas Riko membuka pintu dan berlari keluar, aku pun mengikutinya di belakang.Sampai di sana, aku sangat kaget dengan kondisi Mama. Benar kata Ica, sudah tidak sadarkan diri. Langsung aku mendekat dan menyimpan minyak penghangat di dekat hidungnya.Kutemukan ponsel Mama yang tergeletak tidak berdaya dan memulai mencari sesuatu, yaitu aplikasi pertama yang Mama kunjungan.Hatiku begitu kaget ketika kubaca pesan terakhir dari seseorang yang tidak ada namanya.Sungguh aku senang bukan main. Pembalasan akan datang kepada siapapun, baik kepada yang bersikap baik, ataupun buruk. Seperti Mama ini.Padahal aku sudah membantunya ke klinik dokter Jasmin, tapi tetap saja di matanya aku bagaikan kotoran yang hina dan bau.Aku terus tersenyum sambil memandangi pesan di ponsel ini. Ternyata begini cara Allah bekerja, kelak semua kejahatan akan diberikan balasannya. Dengan penilaian Mas Riko aku mas
Pagi ini suasana rumah menjadi tidak biasa. Entah karena Rania memutuskan untuk tetap di sini untuk membuatkan makanan atau karena sikapnya sudah terlihat lebih tenang. Entahlah. Tapi aku mendengarnya mengatakan seperti itu hanya dibalik pintu setelah berpura-pura pergi ke belakang dan melihat Mas Surya tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Meskipun aku sangat kaget mendengar kedekatan mereka dulu, tapi tetap saja tidak mungkin membiarkan Mas Surya untuk memiliki Rania kembali. Dia istriku dan hanya boleh menjadi istriku. Setelah Mas Surya pergi, aku langsung mengunci pintu kamar. Takut, kalau Rania akan kembali melarikan diri. Jika Mas Surya sudah memberikan peringatan, tanya tidak main-main. Belum lama aku berbaring, suara teriakan kembali terdengar. Ternyata Mama. Aku sangat kaget melihat wajah dan tubuh Mama dipenuhi bentolan besar. Ica dan aku langsung histeris, kecuali Rania. Itulah kenapa aku sedikit menaruh curiga padanya. Mama bersikeras ingin periksa di rumah sakit. Tanpa
Aku tidak menguping percakapan mereka sampai selesai, karena menurutku orang itu tidak bekerja dengan benar. Tentu saja aku yang paling tahu baju apa saja yang Rania punya, tapi dia malah mengatakan kalau pakaian dan tas Rania ada yang dari luar negeri.Meksipun ada, menurutku tidak mungkin asli. Paling barang palsu yang biasa dipasarkan di media sosial.Ya, benar. Bisa saja seperti itu.Daripada berpikir yang tidak-tidak, aku memilih untuk pulang ke rumah. Siapa tahu Rania meninggalkan petunjuk di rumah.Sampai malam hari, Mas Surya masih belum pulang. Mungkin dia masih berbicara dengan laki-laki yang berbohong itu.Tentu saja karena aku sangat yakin kalau Rania bukan dari kalangan atas."Ma, apa mungkin kalau Rania berasal dari keluarga kaya?" tanyaku pada Mama yang sedang membaca majalah perhiasan."Mana mungkin, orang pas Mama beli kecantikan saja dia tidak bisa bayar," jawab Mama dengan gelagat sombong."Aku juga tidak percaya, kalau lihat langsung baru," sahut Ica."Nah, iya. Or
"Dari ruangan Pak Dirga tadi?" tanya Bara ketika aku hendak melangkah keluar dari gedung kantor menuju parkiran."Iya," jawabku gusar."Entah kenapa sikapnya sangat berbeda. Padahal aku sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun," jelasku lirih."Mungkin kamu ada sesuatu yang dilakukan tanpa persetujuannya?" ucapnya tidak masuk akal.Jelas-jelas baru saja aku mengatakan kalau aku tidak melakukan kesalahan apapun."Maaf-maaf, kupikir ada yang kamu lewatkan, Riko," ralatnya setelah melihat wajah kesalku."Tidak ada.""Kalau begitu aku malah ikut bingung,” ucapnya sambil menggaruk kepala yang tidak gatal."Tolong bantu aku untuk melakukan sesuatu, Bar," pintaku sebelum naik ke mobil."Apa?""Tolong bantu aku menemukan Rania, ini fotonya," ucapku sambil menyerahkan selembar foto Rania yang sedang memakai gamis hitam dengan kerudung yang panjang.Hanya foto ini yang aku punya sekarang, karena yang lain sudah dihilangkan Rania."Baik, aku akan berusaha membantumu untuk menunaikannya," uca
"Kok kamu tadi seperti takut gitu sama Pak Dirga?" tanyaku pada Sukma heran.Tapi ia malah diam."Bukankah papamu adalah orang penting di perusahaan RR itu?" tanyaku lagi.Kini Sukma hanya menghela napas berat. Seperti sedang mempunyai beban yang sangat besar."Papaku memang orang penting di sana, Mas. Tapi tetap saja lebih penting Pak Dirga. Karena dia adalah direktur yang baru saja diangkat oleh pimpinan yang tidak lain adalah papanya sendiri.Aku tercengang ketika mendengarnya."Berarti dia kaya, dong?" tanyaku kaget.Kupikir selama ini hanya perusahaanku yang ia punya. Ternyata perusahaan besar di kota juga milik papanya. Hebat."Bukan kaya lagi, Mas. Tapi sangat, sangat, dan sangat kaya. Kita bukanlah tandingan Pak Dirga. Bahkan kalau bisa, jangan sampai kita menyindirnya," jelas Sukma.Benar apa yang dikatakannya, kita bagai semut jika dibandingkan dengan keluarga Pak Dirga. Apalagi setelah tahu kalau ternyata kekuasaan yang dipegang keluarga Sukma lu masih di bawah kendalinya.
Aku semakin terpesona ketika sosok Rania mulai mendekat dengan anggun. Dengan cepat, aku merapikan pakaian yang kukenakan.Takut, kalau dia akan melihat penampilanku yang berantakan.'Rania, akhirnya kita bertemu kembali.' batinku bersorak bahagia.Sosok itu berhenti sejenak, matanya mengitari ruangan ini, dan berhenti tepat di diriku.Tatapan teduh tapi menyimpan banyak rahasia itu perlahan kembali melangkah.Padahal masih lumayan jauh, tapi dadaku sudah berdetak sangat cepat. Apa ini yang namanya cinta bersemi kembali?Tapi untuk apa dia di sini?Mataku tidak bisa lepas dari tatapannya. Apalagi cara berjalannya sangat anggun, ditambah dengan riasan wajah yang sangat pas menambah pesonanya berkali-kali lipat.Apa dia mau melamar pekerjaan, ya? Atau aku tawari saja dia untuk menjadi sekretarisku?Ah ... rasanya hatiku melayang-layang hingga ke angkasa. Tidak ... tapi lebih jauh lagi. Bahagianya.Rania tersenyum manis ke arahku. Sekarang kita hanya berjarak beberapa langkah saja.Dia b
Astagfirullah, Mama. Aku benar-benar tidak menyangka kalau posisi bisa membuatnya sampai seperti ini."Ma, Rania gak mau ketemu Mama," ucapku berat, tapi aku tetap harus menyampaikan ini. Sungguh teganya dia mempermalukan Mama begini."Kamu jangan mengada-ada, Riko! Dia sendiri yang sudah berjanji akan menemui Mama setelah setelah pekerjaan ini selesai," ucapnya dengan tatapan mata tajam. Jelas Mama tidak tahu kalau Rania sudah pulang, dari tadi di sini terus. Hanya mencuci piring.Padahal karyawan di sini sangat banyak, tidak kebayang Mama mencuci banyak alat makan."Aku benar, Ma. Di luar sudah tidak ada siapa-siapa, kecuali petugas kemanan," jelasku pelan dan hati-hati.Mama terdiam sebentar, "Mungkin Rania kau menemui Mama besok," ucapnya lagi yang ternyata masih belum menyerah.Aku hanya bisa mengusap wajah frustasi. "Ayo kita pulang, Ma," ajakku lagi. "Terus cucian ini bagaimana?" tanyanya bingung."Tinggal saja, Ma. Besok akan ada orang yang mengerjakannya.""Enggak. Kalau dik