Tinggalkan komentarnya, ya😘
"Preman? Aku tidak yakin kalau ibu itu jujur?" ucapku pada Rania yang sedang menatapku dengan tatapan mengejek."Apa kau masih tidak percaya, Mas?" tanya Rania dengan tatapan semakin mengejekku."Apa kau juga masih belum puas mengejekku seperti itu?" gerutuku kesal.Kini, Rania malah tertawa terbahak-bahak. Apa ini sikap istri shalihah? Perasaan dalam film-film, istri shalihah tidak akan tertawa di atas penderitaan suaminya.Rania kini sudah berhenti tertawa, matanya menatapku lekat, "Mas, jika kamu meragukan ibu itu, sama seperti kamu meragukan ibumu sendiri.""Cukup! Jangan samakan Mamaku dengan ibu-ibu yang tidak jelas itu," bentakku keras."Kau boleh melarangku untuk menyamakan, tapi di sini, aku hanya menilai mereka sama-sama seorang
Beberapa kali aku mengusap wajah frustasi. Untung saja tadi aku langsung mengikuti Rania untuk kabur. Kalau tidak, mungkin aku sudah menjadi bahan tertawaan karena kencan dengan seorang wanita tua yang gendut.Arghhh ... bisa-bisanya Mama memintaku untuk berkencan dengan wanita seperti itu. Masa standar Mama dalam mencari menantu sangat rendah.Apa Mama lupa kalau aku tidak mungkin mau dengan perempuan seperti itu?"Pagi, Pak." sapa seseorang dari luar. Tunggu, dari suaranya aku merasa asing."Siapa?" tanyaku teriak."Saya Dara, Pak."Dara? Oh iya, Dara yang kemarin aku ajak kenalan di taman sebelum ketemu wanita suruhan Mama itu.Cantik, sih. Tapi tetap cantikan Raya."Masuk," titahku dengan nada tetap tenang. Padahal jantung ini terasa m
"Aku tidak akan berhenti sebelum kau menalakku, Mas," ucap Rania lantang."Talak dia, Riko, dia hanyalah beban untuk kita. Sudah pengangguran, pelit pula," sahut Mama mengompori.Di posisi ini jelas aku yang paling pusing. Kalau Rania kuceraikan, otomatis semua bahan anggaran untuk kebutuhan sehari-hari harus aku yang mengeluarkan, karena uangku selalu habis sama Mama dan Ica.Tapi tidak mungkin juga jika aku harus menceraikannya begitu saja, bagaimana kalau aku masih belum menemukan perempuan yang cantik? Dan aku akui kalau Dara pun masih di bawa Rania.Arghhh ... sungguh membuat kepala terasa mau pecah."Bagaimana, Mas? Apa keputusan yang sudah kau ambil?" ejek Rania. Sepertinya dia tahu kalau aku tidak mungkin membantah perkataan Mama. Sialan.Dia semakin berani saja.
Sebelum Mas Rian pulang dari kantor, aku langsung mengumpulkan barang-barang berharga yang ada di kamarku. Tentunya termasuk perhiasan, baju mahal, dan beberapa tas juga sepatu yang langsung aku tumpuk dibeberapa kerdus. Tidak lupa beberapa bingkai foto yang terpasang di dinding ruang tamu dan kamar pun aku copot dan kumasukkan ke dalam kardus. Sekarang semuanya sudah tersusun rapi di dalam ruangan kecil rahasiaku. Sekarang aku hanya tinggal mengambil sebuah foto yang dipajang Mas Riko di depan ruang keluarga. Berhubung suasana rumah masih sepi, aku langsung melancarkan aksi dan menurunkan fotonya. "Rania! Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Mama tiba-tiba, entah datang dari mana. Tapi yang pasti aku sangat syok. Kenapa waktunya bisa pas. Aku berpikir sejenak untuk mencari al
Barang-barang yang dibawa Rania segera diturunkan setelah mereka sampai di rumah orangtuanya Rania. Tapi Bu Widia, mamanya Rania hanya memperhatikan dari jauh. Tapi tidak lama, dia mendekat ke arah Rania.”Ikut Mama sebentar, bisa?" tanyanya lembut pada Rania. Dirga yang awalnya tertawa mulai diam. Meskipun orangnya sangat ramah, tapi kejam baginya. Mereka tidak akan tanggung-tanggung jika memberikan Dirga hukuman hanya karena hal sepele."Rania saja kan, Ma? Aku enggak usah?” ucap Dirga hati-hati. Tapi langkahnya perlahan mundur."Kau juga ikut! Enak saja berani berbuat, tapi tidak mau bertanggung jawab," ucap Bu Widya dengan senyuman yang mengandung arti sangat dalam."Baik, Ma," jawab Rania semangat. Pasalnya dia tidak tahu kalau Dirga, kakaknya seringkali dihukum dengan cara yang tidak biasa.Rania hanya mena
"Mas pergi kerja dulu, ya. Mas mohon, tolong jangan dengarkan apapun yang Mama katakan. Semenyakitkan apapun. Mas tidak ingin pernikahan kita kandas begitu saja, Rania," ucap Riko berpesan setelah sarapan pagi dan sebelum ia berangkat ke kantor.Rania hanya menunduk, dia tahu kalau Riko mungkin hanya tidak ingin mamanya terluka. Karena ini bukan kali pertama dia begini."Hei kau mantu tidak tahu diri!" teriak Retno. Mulutnya yang lemes membuatnya lebih gampang mengatakan hal-hal yang akan membuat orang yang dipanggilnya terasa menyakitkan.Karena Rania tidak merasa menjadi mantu tidak tahu diri, ia sengaja tidak menyahut. Sekaligus ia punya maksud untuk membuka mata hati Riko agar mengetahui siapa sebenarnya.Selama ini Rania memang lebih banyak bungkam, tapi semua kediamannya justru membuat mertua dan adik iparnya semakin tidak tah
"Riko ... huhuhu...." Retno langsung berlari ke arah Riko yang baru saja pulang kerja. Tentu saja dengan Ica dibelakangnya. Rania merasa muak dengan cara mereka bertingkah."Kenapa kalian tidak jadi artis saja, sih," Rania mencebik kesal.Baru kali ini Rania bicara tanpa ditanya lebih dulu tentu saja membuat Riko menghangat."Terima kasih sudah mau bicara padaku, Ran," ucap Riko penuh haru. Dia sama sekali tidak memperdulikan Retno yang akan mengadu."Oh gitu, mau jadi anak durhaka kamu!" teriak Retno.Lagi, dia memanfaatkan kelemahan Riko yang matanya sudah terlihat mulai pasrah.Rania yang faham dengan keadaan sikap Riko pun malas untuk membuat Riko bicara. Hanya helaan napas yang terdengar berat yang dilakukannya."Aku bukan anak durhaka, Ma!" ucap Riko lantang. Bahkan langkah Rania ikut terhenti dan melihat ke arah Riko."Mas," ucapnya lirih. Rania sama sekali tidak percaya kalau suaminya itu akhirnya mampu me
Setelah kedatangan Mas Surya, suasana rumah menjadi sangat mencekam. Semua orang terdiam. Berbicara dalam bisu. Kecuali Mas Surya, Mama, dan Ica.Aku tidak tahu harus berbuat apa, benar-benar takut kalau semua anak Mama akan ke sini. Takutku bukan karena aku tidak berani, tapi aku tidak ingin dicap sebagai anak yang durhaka dan takut mereka akan melukai Rania.Karena untuk saat ini, hanya Rania yang benar-benar tulus padaku. Jujur, aku masih tidak tahu yang sebenarnya siapa orang tua dan saudara-saudaraku.Dulu, Mama hanya mengatakan kalau aku anak yang dia ambil dari jalanan, tanpa orang tua, apalagi saudara. Tapi seringkali aku merasakan lain. Bahkan ada perasaan tidak asing ketika bersama Mas Surya. Entah siapa yang benar, aku masih jauh dari kata tahu.Kugenggam tangan Rania yang terasa dingin, sampai kapan pun, aku tetap ingin mempertahankan bidadari tidak bersayap ini di sampingku.Rania menatapku lembut, dia tahu kalau ak