Home / Romansa / Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif / Bab 8 - Acara Keluarga

Share

Bab 8 - Acara Keluarga

last update Last Updated: 2025-10-24 07:47:52

Vella menatap pria itu—sosok dengan setelan abu-abu, rambut sedikit berantakan, sorot matanya tajam namun lelah. “Victor…” bisiknya pelan.

Tapi Victor sudah melangkah maju sebelum ia sempat berpikir.

Tatapan pria itu bertemu langsung dengan Victor.

Kedua wajah mereka sama-sama kaku, seperti dua potongan masa lalu yang dipaksa bertemu di dunia yang berbeda.

“Sudah lama,” ucap pria itu akhirnya. Suaranya datar tapi getir. “Kau tampak lebih hidup daripada terakhir kali aku melihatmu di New York.”

Victor tidak menjawab. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya.

Vella berusaha membaca situasi, tapi aura di sekitar mereka menegang, seperti sebelum badai pecah.

“Apa kau mengenalnya?” tanya Vella hati-hati.

Victor menatap pria itu lurus-lurus. “Darren Cole,” jawabnya pelan. “Fotografer fashion terkenal… dulu.”

Darren tersenyum miring. “Kau masih hafal.”

Vella tersentak kecil. Ia pernah mendengar nama itu—seorang fotografer yang kariernya hancur mendadak karena skandal manipulasi dan pelecehan model muda. Tapi kasus itu sudah lama menghilang dari media, ditelan gosip baru.

“Jadi ini dia?” Darren menatap Vella dengan pandangan yang sulit dibaca. “Model kecil yang dulu kau sembunyikan dariku?”

Victor melangkah maju, nada suaranya berubah dingin. “Perhatikan kata-katamu.”

Darren mengangkat tangan seolah tak peduli. “Aku tidak di sini untuk mencari masalah. Hanya ingin… menyelesaikan sesuatu.”

“Tidak ada yang perlu diselesaikan,” potong Victor cepat.

Namun Darren tertawa pelan. “Oh, tentu saja ada. Aku kehilangan segalanya karena gosip itu. Semua orang pikir aku monster. Padahal siapa yang menyebarkan video itu dulu, hah? Siapa yang membuat semua orang percaya aku menyentuh modelku?”

Suasana jadi tegang. Beberapa tamu yang tersisa menatap mereka penasaran.

Vella melangkah mendekat. “Tunggu… kau bilang Victor yang menyebarkan?”

Darren menatapnya, matanya menyala dengan amarah dan rasa sakit. “Kau pikir siapa lagi yang punya akses ke ruanganku waktu itu? Siapa lagi yang bisa menjatuhkanku sebersih itu? Semua jejak digital dihapus, semua kontrakku hilang dalam semalam.”

Victor menghela napas panjang, suaranya nyaris bergetar. “Aku menyelamatkan mereka, Darren. Kau bersalah. Aku lihat sendiri foto-foto itu.”

“Bohong!” bentak Darren. “Itu jebakan. Aku difitnah—kau tahu aku dijebak oleh agensi yang sama yang kau lindungi!”

Kata-katanya menggema di udara, menusuk antara mereka.

Vella memandangi dua pria itu.

Victor… dan Darren.

Kedua-duanya tampak membawa luka yang belum sembuh.

“Aku tidak pernah menjebakmu,” kata Victor akhirnya, dingin tapi mantap. “Aku hanya mengirim bukti ke pihak yang berwenang. Kau menuduhku karena kau butuh seseorang untuk disalahkan.”

Darren menunduk. Tawa getirnya pecah. “Kau benar-benar berubah, Victor. Dulu kau juga sama kotor denganku. Tapi sekarang kau pura-pura jadi malaikat?”

Victor tidak menjawab.

Tapi sesuatu di matanya—rasa bersalah, atau rasa lelah yang terlalu lama ditahan—membuat Vella sadar, mungkin ada sisi lain yang tidak pernah dia lihat.

Darren menarik napas panjang, lalu memandang Vella. “Kau mirip dia… gadis yang dulu. Sama-sama tidak tahu apa-apa. Kau seharusnya hati-hati.”

Vella mengerutkan kening. “Hati-hati dari apa?”

Tapi Darren hanya tersenyum samar, lalu berbalik pergi.

“Dunia ini tidak seperti yang kau pikirkan, nona. Kadang orang baik hanya pandai berakting.”

Setelah Darren pergi, Vella menatap Victor, hatinya campur aduk.

“Victor… apa maksudnya dia?”

Victor menghela napas panjang. “Darren kehilangan kendali. Dia dulu fotografer yang sangat berbakat, tapi terobsesi pada model-modelnya. Aku mencoba melindungi salah satu dari mereka… dan dia menuduhku menjebaknya. Sejak itu, hidupnya hancur.”

Vella menatapnya dalam diam.

Mata Victor tampak jujur. Tapi ada sesuatu yang lain di sana—bayangan dari masa lalu yang belum mau pergi.

“Apa… kau benar-benar tidak bersalah?” tanyanya hati-hati.

Victor tersenyum tipis. “Kau meragukanku?”

Vella menggigit bibir. “Aku hanya ingin tahu kebenarannya.”

“Percayalah,” katanya lembut. “Kalau aku bersalah, aku tidak akan bisa menatapmu seperti ini.”

Kata-kata itu begitu pelan, tapi menusuk. Tatapan mereka bertaut, dan untuk sesaat dunia di sekitar lenyap—hanya ada mereka berdua, berdiri di bawah cahaya lampu taman yang bergetar.

"Victor? Vella?" Suara mama terdengar dari belakang.

Seperti disiram air dingin, mereka serentak berbalik. Dalam sekejap, semua ketegangan di wajah Vella menguap, digantikan senyum manis dan ramah.

"Mama cari kalian ternyata di sini. Ayo masuk, kita foto keluarga bareng dengan yang lain sebelum pulang," kata wanita itu.

Mereka masuk kembali ke ruang acara.

Lampu kristal memantulkan kilau emas dan warna-warna elegan, menandai acara keluarga besar sekaligus bisnis yang megah. Di tengah kerumunan, Vella berusaha menjaga senyum palsunya, merasakan setiap ujung sarafnya bergetar karena kehadiran Victor tepat di sebelahnya.

Saat semua keluarga berbaris rapi menghadap kamera, dengan pose-pose sempurna dan senyum yang terukur, Vella bisa merasakan panas dari tubuh Victor. Mereka berdiri berdampingan, seolah dua orang asing yang terikat paksa oleh ikatan baru orang tua mereka.

"Semua, senyum!" serang fotografer.

Klik.

Dan itulah momennya.

Tanpa peringatan, lengan Victor melingkari pinggang Vella dengan kuat, posesif, seolah menandai kepemilikan. Sentuhan itu terasa membakar melalui kain gaunnya. Terkejut, Vella mendongak, matanya membelalak memandangi profil tegas Victor yang justru tenang-tenang saja menatap lurus ke kamera, seolah tidak terjadi apa-apa. Ekspresi kagetnya yang terpana dan tatapannya yang hanya tertuju pada Victor, kontras dengan sikap dinginnya, terabadikan selamanya dalam satu bingkai foto.

***

Keesokan paginya.

Vella terbangun di kamarnya sendiri, tapi kepalanya masih dipenuhi bayangan pertemuan tadi malam. Ia membuka ponsel, menatap layar yang kosong, mencoba mencari keberanian untuk membuka pesan lama itu.

Nomor misterius itu… masih di sana.

Tapi kini ada pesan baru:

“Dia tidak seperti yang kau kira.”

Jantung Vella berdebar. Ia segera menekan tombol panggilan ke nomor itu.

Sinyal berdering lama… lalu tersambung. Tapi yang terdengar hanya suara hening, napas samar di ujung lain.

“Halo? Siapa ini?” tanya Vella cepat.

Tak ada jawaban.

“Halo?!”

Sambungan terputus.

Detik berikutnya, ketukan lembut terdengar di pintu kamarnya. “Boleh aku masuk?” suara Victor terdengar.

Vella buru-buru menyembunyikan ponselnya. “Masuk.”

Victor masuk sambil membawa dua cangkir kopi. “Kau kelihatan pucat.”

“Aku tidak tidur nyenyak.”

Ia menyerahkan kopi itu, lalu duduk di tepi ranjang. “Soal semalam… pria itu sudah pergi. Aku pastikan dia tidak akan mengganggumu lagi.”

“Dia tidak mengirim pesan itu, kan?” tanya Vella spontan.

Victor menatapnya. “Pesan apa?”

“Pesan yang memperingatkanku soal dia. Aku pikir itu Darren, tapi dia bahkan tidak tahu.”

Alis Victor berkerut. “Kau dapat pesan seperti itu lagi?”

Vella mengangguk pelan. “Barusan.”

Wajah Victor berubah. Ia mengambil ponsel Vella dari tangan gadis itu, menatap layar.

Nomor pengirim tidak dikenal—tanpa nama, tanpa foto profil, tanpa jejak.

“Nomornya ini… tidak bisa dilacak.” katanya pelan, lebih pada dirinya sendiri.

Vella menatapnya cemas. “Kau pikir siapa?”

Victor menatap jauh, matanya gelap seperti menyembunyikan badai. “Aku tidak tahu,” katanya akhirnya. “Tapi siapa pun dia, dia tahu sesuatu tentangku. Sesuatu yang bahkan aku pikir sudah terkubur lama.”

Vella menggigit bibir, mencoba menenangkan diri. “Apa itu… ada hubungannya dengan gadis yang dulu kau lindungi?”

Victor tak menjawab. Ia berdiri, membelakangi Vella, suaranya rendah dan berat.

“Ada hal-hal dari masa laluku yang bahkan aku sendiri berusaha melupakannya, Vella. Tapi sepertinya… masa lalu tidak ingin aku lupa.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 14

    Mobil akhirnya sampai di penthouse. Hujan masih rintik-rintik ketika mereka bergegas masuk ke lobi, menghindari udara dingin yang mulai menggigit. Victor mendorong pintu kaca dengan bahunya, kedua tangannya masih setia memegang kantong belanjaan yang berat.Mereka berjalan menuju lift dalam kesunyian yang nyaman, hanya diiringi suara sepatu mereka yang basah menyentuh lantai marmer. Saat pintu lift tertutup, memisahkan mereka dari dunia luar, Vella memandangi pantulan diri mereka di dinding kaca yang mengilap. Victor berdiri di sampingnya, terlihat begitu perkasa namun juga menyimpan kesendirian yang tak terucap."Aku membaca tentangmu," ucap Vella tiba-tiba, suaranya lirih di dalam ruang sempit itu. "Tentang Alves Entertainment. Aku tidak pernah menyangka."Victor menatap pantulannya di kaca, bertemu dengan mata Vella yang penuh tanya. "Menyangka apa?""Bahwa kau adalah Victor Alexander. CEO dari salah satu agensi terbesar. Selama ini, selama kita... pacaran, aku mengira kau hanya se

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 13

    Supermarket mewah itu sepi di penghujung hari. Lampu neon putih menyinari lorong-lorong panjang yang berisi rak-rak penuh barang. Vella berjalan beberapa langkah di belakang Victor, wajahnya masih dibuat-buat cemberut, meski hatinya sedikit meleleh melihat pria tinggi tegap itu dengan serius mendorong keranjang belanja."Lihat yang ini," ucap Victor tiba-tiba, berhenti di depan rak daging olahan. Dia mengangkat sebungkus sosis bakar premium merek favorit. "Ini merek yang kau suka. Dulu kita selalu membelinya untuk barbeque di balkon. Kita beli satu paket, ya?"Vella memalingkan muka, berusaha keras tidak terlihat terlalu antusias. "Ambillah sesukamu. Toh ini uang dan kulkasmu."Victor tidak terpengaruh. Dengan senyum kecil yang memahami, dia melemaskan bungkusan sosis itu ke dalam keranjang. Keranjang yang perlahan-lahan mulai penuh dengan barang-barang pilihannya."Kau lihat?" gumam Victor sambil terus berjalan, matanya menyapu rak-rak seolah sedang merencanakan strategi. "Aku membel

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 12

    Mobil hitam mewah itu berhenti tepat di depan gedung futuristik yang di puncaknya terpampang besar nama "Alves Entertainment". Begitu kaki Vella melangkah keluar, dunia yang serba cepat langsung menyambutnya. Lobi yang megah dipenuhi oleh para trainee dengan wajah masih polos namun penuh ambisi, diselingi sosok-sosok familiar—model papan atas yang sedang berbincang dengan agen, hingga aktor pemenang penghargaan yang lalu lalang dengan aura bintangnya."Selamat datang, Nona Vella. Saya Alex, asisten pribadi Mr. Victor." Seorang pria muda dengan kacamata frameless dan setelan jas sempurna menyambutnya dengan senyum profesional.Namun, matanya yang tajam mengamati setiap detail tentang Vella, seolah mencoba memecahkan teka-teki mengapa wanita ini begitu istimewa di mata bosnya."Mr. Victor sudah menyiapkan jadwal pemotretan untuk iklan parfum 'Eternité' hari ini juga. Mari saya antar ke ruang make-up."Vella mengikuti Alex, merasakan ratusan pasang mata menatapnya. Bisik-bisik berdesir se

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 11

    Vella terbangun dari tidurnya oleh sebuah melodi yang merangkak masuk ke dalam mimpinya. Sebuah lagu yang terlalu dikenalnya, yang pernah menjadi pengantar tidur dan juga pembangkit jiwa. Their song. Dengan kaki yang masih limbung, ia terbawa keluar kamar, mengikuti denting piano yang seperti mantra.Dan di sana, di ruang tengah yang hanya diterangi oleh cahaya bulan Paris yang pucat, duduk Victor. Punggungnya tegap, bahunya membentuk siluet yang tegas namun sendu di tengah kegelapan. Jemarinya, yang dulu biasa menelusuri tubuhnya dengan penuh klaim, kini menari dengan lincah dan penuh perasaan di atas tuts-tuts piano, memainkan kenangan yang sama-sama mereka pahami."Victor," suara Vella serak, terpecah antara kantuk dan gejolak perasaan. "Ini sudah tengah malam. Kenapa kau belum tidur?"Lagu itu terhenti. Udara seketika menjadi pekat. Victor menoleh perlahan, matanya yang kelam menangkap bayangannya di balik cahaya remang."Aku tidak bisa tidur," jawabnya pendek, namun terasa sepert

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 10 - Kurungan Emas

    5 Tahun Lalu.Langit sore Paris saat itu berwarna oranye keemasan, menyelimuti gedung kaca Alves Entertainment yang menjulang megah di distrik bisnis Champs-Élysées.Victor berdiri di depan jendela besar ruang kerjanya, menatap kota yang gemerlap tapi terasa sunyi.Di belakangnya, suara langkah sepatu terdengar perlahan.“Jadi akhirnya kau kembali ke sini,” suara berat seorang pria paruh baya terdengar, disertai nada yang nyaris seperti helaan napas lega.Victor menoleh, melihat Daniel Alexander, ayahnya — pria yang masih tampak berwibawa di usia lima puluh tujuh tahun, dengan rambut perak rapi dan mata kelam yang mirip dengannya.“Aku tidak pernah benar-benar pergi, Ayah,” jawab Victor datar.“Tapi aku hanya menunggu waktu.”Ayahnya tersenyum samar. “Dan waktu itu datang, rupanya.”Ia berjalan ke arah meja besar dari kayu mahoni, mengusap permukaannya yang mengilap. Di sana tertulis ukiran kecil: Alves Entertainment — Legacy of the Alexander Family.“Perusahaan ini… dulu mimpi kakakm

  • Ketika Mantan Jadi Kakak Posesif   Bab 9 - Rencana Ke Paris

    Malam itu, rumah besar itu seperti bernafas dengan lambat. Lampu-lampu koridor menyala redup, dan dari kamar di lantai atas, cahaya biru layar laptop menembus celah pintu.Vella duduk di meja kerja yang biasanya dipakai Victor untuk rapat daring. Jemarinya menari cepat di keyboard, mencari sesuatu yang tidak pernah berani ia tanyakan secara langsung:Victor Adrian Alexander — background, family, business, scandal.Setiap hasil pencarian menampilkan nama besar, perusahaan entertainment raksasa, proyek film, kontrak model. Tapi ada sesuatu yang aneh — bagian masa lalunya hampir kosong. Tak ada catatan universitas, tak ada catatan keluarga sebelum sepuluh tahun lalu.Semakin ia membaca, semakin dingin udara di sekitarnya terasa.Seolah seluruh hidup Victor dimulai dari titik tertentu — titik yang sengaja dibuat oleh seseorang.Vella menggigit bibirnya. Ia membuka tab baru, mencari arsip berita lama. Di salah satu forum gelap, ia menemukan foto pria muda dengan wajah mirip Victor — tapi n

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status