Home / Romansa / Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu / 30. Hasrat yang Semakin Tinggi

Share

30. Hasrat yang Semakin Tinggi

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-03-14 18:59:09

Sedetik Kay menelan ludah saat mendengar penjelasan Livy. Namun detik berikutnya dia malah semakin geram melihat Livy.

“Cukup! Aku muak dengan drama dan kepura-puraanmu ini!” ucapnya geram dan menunjukkan tatapan yang benar-benar muak pada Livy.

Livy menghela napas, untuk melegakan dadanya yang terasa sesak. “Aku tahu Tuan tidak akan percaya,” lirihnya.

“Hanya pria bodoh yang mau percaya pada Wanita ular sepertimu!”

Livy mengusap pipinya dengan punggung tangannya. Dia masih menggenggam erat cincin itu.

Kay memperbaiki posisi duduknya agar lebih tegap. Wajahnya yang arogan, mata elangnya yang tajam, terlihat sedang memikirkan kalimat menyakitkan apa lagi yang akan dia ucapkan.

“Ya, tapi nyatanya aku pernah sebodoh itu. Hanya karena aku orang pertama yang menyentuh tubuhmu, aku pikir kau benar-benar tulus. Ternyata kau hanya membuatku jadi pelampiasan nafsumu yang besar itu! Seorang putri yang hidup dengan kekayaan, keluarga yang sibuk dengan politik, bisnis dan punya kekuasaan, s
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
klw mau benci ya benci ajh, gg perlu hina hina livy seperti ini terus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   31. Sesuatu di Hati Kay

    Kay duduk di pinggiran tempat tidur di kamar Jenna. Dia memijat kepalanya sendiri karena merasa pusing. Jenna naik ke atas tempat tidur dan berlutut tepat di belakang Kay. Ia sedikit membungkuk saat meraih pundak Kay untuk dipijat. Membuat dadanya mengenai punggung Kay. “Kakak pasti sangat lelah. Mengurus perusahaan, mempersiapkan ulang tahun Albern, pertunangan kita dan semuanya. Aku janji, kalau kita sudah menikah nanti, Kakak tidak akan merasakan yang namanya lelah. Aku akan selalu ada untuk Kakak…” bisik Jenna, di telinga Kay. “Apa kekuatannya cukup? Kurang atau lebih?” tanya Jenna pula dengan nada sedikit mendesah, untuk mengonfirmasi Kay. “A- cukup,” jawab Kay seadanya. Dia masih memijat keningnya sendiri. “Kepala Kakak sakit ya? Oke, aku akan pijat di bagian kepala. Setelah ini… Kakak pasti rileks!” jelas Jenna. Ia mengibaskan rambutnya untuk meletakkan kepalanya di bahu kanan Kay, dan menatap Kay dengan jarak sedekat itu. Kay menoleh, membuat ujung hidung mereka bertemu.

    Last Updated : 2025-03-15
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   32. Takut Kehilangan

    Jenna memperhatikan bagaimana sorot mata Kay pada Livy. Tatapannya itu membuatnya tidak tenang. “Ibu Livy… lain kali, perhatikan apa yang Ibu pakai, ya? Albern kan sedang aktif-aaktifnya sekarang, kalau Ibu pakai kalung, gelang atau sebagainya, Albern bisa terluka,” jelas Jenna, menunjukkan sikap bahwa dirinya bijak. Ia berharap Kay akan terpancing dan kembali memarahi Livy. “Ah, iy- iya Nyonya, maaf.” Livy mengangguk. “Lain kali, hati-hati,” tambah Kay pula, datar namun tidak membentak. Responnya itu membuat Jenna kesal. Livy mengangguk. Ia pun heran, Kay tidak membentaknya. “Iya, Maaf Tuan,” sahut Livy pula. “Sayang… eh Kak Kay sudah jam segini, ayo kita pergi,” ucap Jenna, berpura-pura latah memanggil ‘Sayang’. Ia sengaja menunjukkan kemesraan di hadapan Livy dan Merry. Kay menatap Jenna. Dia tersenyum. “Ya, Sayang. Ayo…” ajaknya pula merespon setuju panggilan itu. Sesaat dia melirik Livy, yang ternyata sama sekali tidak menatap mereka. Ada perasaan kesal yang muncul di

    Last Updated : 2025-03-17
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   33. Memantau CCTV

    “Ke- kenapa kamu berkata seperti itu?” tanya Kay, bingung. Ia heran kenapa Jenna bisa kepikiran seperti itu. ‘Apa aku terlihat seperti itu?’ batinnya pula. “Sudahlah. Ayo masuk.” Kay merangkul Jenna yang sedang menggendong Albern. Livy menoleh pada mereka dan Merry memperhatikan Livy. “Bu Livy… Entah kenapa aku merasa, aku masih melihat cinta di mata Ibu untuk Tuan Kay. Aku berharap keajaiban terjadi di antara kalian. Albern butuh Ibu, bukan Nyonya Jenna.” Merry menyentuh bahu Livy dan mengusapnya. Livy tersenyum simpul mencoba kuat. Ia terharu dengan ucapan Merry yang akhirnya membuat air matanya kembali menetes. Akhirnya Merry pun pergi. Livy kembali masuk ke dalam rumah. Rasanya seperti ada yang kurang. Dia akan merawat Albern sendirian. Albern benar-benar menjadi tanggung jawabnya sepenuhnya. ‘Walau tidak ada suster Merry, Ibu janji akan tetap menjaga Albern sepenuhnya,’ batin Livy. “Livy? Merry sudah pergi?” tanya Richard, yang melihat Livy masuk ke dalam rumah. Livy men

    Last Updated : 2025-03-17
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   34. David yang Nekat

    “Kak… Kakak mau ke mana?” tanya Jenna, menghalau Kay yang akan menuruni tangga.“Aku mau ke kamar Albern,” jawab Kay.“Aku ikut…” ucap Jenna.“Ka- kamu kenapa belum tidur?” tanya Kay.“Aku tidak bisa tidur. Aku khawatir pada Albern yang tidur sendirian. Aku ingin memeriksanya,” ucap Jenna, menunjukkan perhatian.Kay mengangguk. Dia pun turun bersama Jenna untuk sama-sama ke kamar Albern.Saat menyadari Albern sudah tidur, Livy pun menyimpan payudaranya dan perlahan beranjak. Saat itu pula dia langsung menoleh ke arah pintu dan melihat Kay bersama Jenna langsung masuk.“Ibu Livy? Kenapa ada di sini?” tanya Jenna. ‘Untung saja aku melihat Kak Kay saat akan turun dari tangga. Kalau tidak, mereka akan bertemu di kamar ini berduaan? Dia pasti akan menggoda Kak Kay secara halus!’ gumam Jenna di dalam hati.“Maaf Nyonya. Tadi saya memeriksa Albern

    Last Updated : 2025-03-19
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   35. Mendorong Tubuh Livy ke Atas Tempat Tidur

    “Kak! Itu siapa?!” Jenna masih bertanya. Ia pun heran dengan tatapan Kay yang tajam pada pria asing itu.David baru menyadari kalau wanita itu ternyata bukanlah Livy. Namun, dia tidak berputus asa. Dia yakin kalau Livy berada di rumah itu. “Livy!!! Aku datang Livy!!! Keluar kamu!” David terus berteriak.Penjaga rumah mencoba menghalau David yang nekat ingin memanjat pagar. Namun, David malah semakin bar-bar.“Siapa itu?” David keluar dari kamarnya dan berjalan ke luar rumah untuk mencari tahu. Begitu juga dengan Livy yang langsung keluar. Ia menitip Albern pada si Bibi.“Kay? Dia siapa?” Richard pun bertanya.“Dia memanggil-manggil Livy, Om.” Jenna menjelaskan.Livy keluar. Tebakannya benar. Suara itu adalah suara David.Kay langsung memberikan tatapan tajam Livy, namun tidak berkata apa-apa. Sebab ia tak ingin ayah mertuanya, Richard, tahu kalau dirinya mengetahui siapa laki-laki itu. Dia

    Last Updated : 2025-03-19
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   36. Penampilan yang Seksi

    Livy terdiam setelah terkejut. Dia menatap Kay penuh kebingungan juga ketakutan.Kay yang berada di atasnya juga menatapnya tepat di binar mata yang memancarkan kesedihan. Ia pun terdiam, lupa pada niatnya yang ingin memberi pelajaran pada Livy.“Tu- Tuan?” Livy mencoba mengeluarkan suara meski ketakutannya sudah sampai di leher.“Jawab aku!” Kay membentaknya. “Kenapa bisa suamimu sampai ke rumah ini?! Pasti kau yang memberi tahunya!” tuduh Kay.“Ti- Tidak Tuan. Sumpah demi Tuhan!” Livy langsung menggeleng.“Lalu bagaimana dia bisa sampai tahu rumah ini?!” tanya Kay geram.Livy meneguk ludahnya. “Aku benar-benar tidak tahu, Tuan. Sungguh…” lirih Livy.“Lalu apa tujuannya datang? Mengapa setelah kau menemuinya dia langsung tenang dan pergi?” tanya Kay.“Sa- saya rasa itu bu- bukan urusan Tuan, kan?” tanya Livy terbata-bata. Ia menurunkan tatap

    Last Updated : 2025-03-20
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   37. Harga Diriku

    Setelah lagu ulang tahun selesai dinyanyikan, Richard memberikan kata sambutan. Ia memperkenalkan cucunya. Sembari menggendongnya, dia menjelaskan kalau selama ini cucunya tidak mungkin bisa sehat dan bahagia tanpa jasa ibu susunya.“Ibu Livy… sini.” Richard memanggil Livy.Livy pun panik. Ia sendiri tidak percaya diri dengan penampilannya yang seksi.Richard pun sebenarnya ragu, tetapi dia tetap harus memperkenalkan wanita yang telah dianggap berjasa.Livy perlahan berjalan mendekati keluarga Wisley. Dia menyatukan kedua telapak tangannya untuk memberi salam pada seluruh undangan.Kay bisa menangkap beragam komentar dari para undangan setelah melihat Livy.“Wah… itu Ibu Susunya? Cantik sekali?”“Tapi bukan dia kan yang akan menjadi calon istri Pak Kay?”“Terlihat seperti wanita tidak benar… Penampilannya saja seperti itu.”“Itu Ibu Susu atau lebih haha…”“Yakin cuma menyusui Baby Albern?”Suara-suara sumbang itu terdengar berbisik-bisik. Bahkan Livy juga mendengarnya. Ia merasa malu.

    Last Updated : 2025-03-21
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   38. Apa Tuan Cemburu?

    “Kalau bukan karena kau sedang menyusui Albern, aku sudah—”“Sudah apa? Sudah mencekikku?” potong Livy. Dia mengusap air matanya.Albern menatap wajah Livy yang basah. Anak berumur satu tahun itu seakan mengerti kalau ibu susunya itu sedang bersedih. Tiba-tiba Albern pun menangis. Tangannya mencoba meraih pipi Livy.“Tidak Sayang… Mama tidak apa-apa. Lanjut mimik ya? Sini sini… Mama baik-baik saja…” bujuk Livy, pada Albern. Dia mencoba menenangkan Albern yang dipangkunya.Kay yang sebenarnya emosi, malah terdiam. Dia memperhatikan bagaimana Livy menenangkan anaknya. Yang paling membuatnya tidak habis pikir adalah reaksi Albern yang ikut menangis melihatnya menangis. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Bagaimana mungkin dia meluapkan emosinya di depan anaknya sendiri?Pria matang dengan tatapan tajam itu hanya bisa menghela napas. Ia mengusap mulut dan dagunya.“Ini belum selesai! Aku tidak ingin melanjutkan karena takut terbawa emosi. Aku tidak ingin menunjukkan amarah di depan anakk

    Last Updated : 2025-03-21

Latest chapter

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   107. Semakin Dekat, Semakin Hangat

    Usai makan malam yang hangat itu, mereka tidak lupa mengabadikan momen dengan berfoto bersama. Richard pun memberikan ruang untuk mereka berfoto tanpa dirinya.“Papa? Kenapa pergi?” tanya Livy.“Kan tadi sudah? Sekarang… giliran kalian bertiga!” ucapnya tersenyum semangat. “Rapat-rapat!” ucapnya pula menggeser Livy pada Kay. Membuat jarak di antara mereka terpotong. Sempat mata mereka saling menatap, hingga akhirnya tersenyum menatap kamera.Setelah itu, Kay pun menarik tangan Richard. “Sekarang, giliran kita berdua, Pa.”Ada rasa bangga dan haru tersendiri di dalam diri Richard saat Kay merangkulnya dan berfoto berdua dengannya. Ia tidak salah memilih lelaki untuk mendiang anaknya. Ia juga tidak salah mempercayakan perusahaan padanya. Ia benar-benar tidak gelap mata.Malam itu benar-benar memberikan momen yang tidak akan terlupakan untuk mereka.Waktu berlalu… sudah waktunya mereka pulang. Ditambah Albern yang terlihat sudah bosan karena mulai mengantuk. Akhirnya mereka meninggalkan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   106. Ungkapan Keseriusan dan Ketulusan

    “Mau?” tanya Kay pula terang-terangan menatap Livy. Ia terkekeh.Livy langsung keluar dari mobil dan membiarkan Kay menggendong Albern.“Ada-ada saja!” celoteh Livy pelan.“Aku cuma bercanda…” ucap Kay.“Papa kamu memang kadang suka banyak gaya, Al. Memangnya sanggup?” cibirnya pelan, sambil mengibas rambutnya ke belakang.“Sanggup! Mau coba?” balas Kay yang mendengar omelan itu.Livy memelototinya.Kay malah tertawa lebar. “Kamu cantik kalau lagi marah,” ucapnya.“Ya! Aku tahu!” balas Livy arogan, berjalan lebih depan dan meninggalkan Kay juga Albern.Kay sama sekali tidak mati kutu dengan jawaban judes itu. Dia malah senang, karena perlahan sisi Livy yang dulu, mulai kembali ia tunjukkan. Sisinya yang manja, bawel namun tetap penuh perhatian.Restoran itu tidak terlalu ramai, namun suasananya hangat dan nyaman. Cahaya lampu-lampu gantung yang temaram memantulkan kilau lembut ke meja-meja kayu yang ditata elegan. Aroma roti panggang dan rempah-rempah menyambut mereka begitu pintu kac

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   105. Gendong Dua-Duanya

    Mata Livy melotot.Kay terkekeh. Membuat Livy akhirnya tersenyum. Merah di pipinya itu tidak dapat dia sembunyikan.“Baiklah, nanti aku akan siap-siap,” ucap Livy mengalihkan.“Lalu jawabannya?” tanya Kay.“Jawaban apa lagi? Aku sudah bilang ya,” balas Livy, bingung.“Aku pikir kamu jawab ‘baiklah’ kamu akan memanggilku dengan sebutan ‘Sayang’ hehe…” Kay merasa konyol. Dia mengusap kepalanya.Livy sejenak terdiam. “Hm... sudah dulu,” ucapnya, mengakhiri panggilan.Kay masih tersenyum. Sampai dia menyandarkan punggungnya ke kursinya yang empuk, mendongakkan wajah, bibirnya itu masih tersenyum lebar. Jantungnya berdebar.Sementara itu, Livy di kamarnya, mengelus dada. Dia mengatur napasnya. Kenapa hanya pertanyaan bercanda seperti itu berhasil membuatnya tersipu? Jiwanya benar-benar terasa kembali hidup, untuk hal lain, perasaan yang sudah lama tidak diarasakan.**Sore itu, suara mobil Kay terdengar lebih cepat dari biasanya. Jam belum menunjukkan pukul lima, namun deru mesinnya sudah

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   104. Panggilan Sayang

    Cahaya matahari siang menembus tirai tipis di balik jendela kantor Kay yang terletak di lantai tertinggi gedung. Di balik meja panjang dan layar monitor yang menyala, Kay duduk dengan jas setengah dibuka dan dasi yang mulai ia longgarkan sejak satu jam lalu setelah dia selesai meeting. Di tangannya ada laporan bulanan yang belum sepenuhnya ia baca, karena pikirannya melayang terlalu jauh.Terlalu jauh... ke rumah. Ya, bukan hanya sekadar bangunan megah, mewah dan indah, tetapi benar-benar menjadi tempat pulang yang ia rindukan. Anaknya, Ayah mertuanya dan Livy.Bukan pertama kali ia begini. Sejak Livy kembali dan tinggal bersama mereka, wajah perempuan itu tak pernah absen dari benaknya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang terasa mengganjal—bukan karena rasa bersalah, tapi karena harapan yang mulai tumbuh diam-diam. Harapan yang perlahan membesar dan membentuk sebuah impian.Ia menatap keluar jendela. Di sana, langit tampak cerah. Begitu pun isi kepalanya sa

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   103. Mama Sayang Papa

    Kay mati kutu menatap Albern yang terus memintanya untuk mencium Livy.Kay terdiam.Livy membeku.Richard, yang tengah mengaduk teh hangat, hanya tertawa pelan di balik cangkirnya. “Wah, anak kecil memang tulus.”Namun Kay hanya mengusap kepala putranya perlahan. Ia menunduk lalu berbisik, “Papa tidak boleh mencium Mama sekarang, nanti Mama marah. Papa mencium Mama di depan rumah saaja ya?”Bisikannya itu terdengar oleh Livy.Albern menatap Kay. Mengerti ataupun tidak, yang jelas anak itu terlihat mengangguk.“Ayo Mama!” ucap Kay pula pada Livy.Livy panik, namun mengikut juga.“Pa, tolong jaga jagoanku ini sebentar, Pa. Aku mau pamit ke depan…” ucapnya.Richard hanya tersenyum lalu mengangguk. Ia memahami bahwa itu bukan sekadar alasan biasa.Kay lalu menatap Livy dengan tatapan yang tak bisa ia artikan. “Antar aku sebentar ke depan ya?”Livy sempat ragu, t

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   102. Mencium Livy?

    Kay refleks mundur, lalu buru-buru menahan tawa.Livy pun mengecup kening Albern. Pelan dan lembut. Ia tidak ingin membangunkannya. Kemudian barulah Kay yang mengecup Albern.Melihat adegan itu, senyuman Livy terukir walau tipis. Senyum yang tak bisa ia tahan saat melihat mata Kay yang jernih di bawah lampu temaram dan mengecup anaknya dengan penuh kasih saayang.Kay melirik Livy sejenak. Lalu, dengan gerakan lembut, ia mengelus rambut Albern sekali lagi, lalu berdiri. “Ayo, aku antar kamu ke kamar.”Livy sempat ragu. “Ti- tidak usah,” ucapnya.“Kamu mau tidur di sini?” tanya Kay, memastikan.“Bu- bukan. Yaudah, ayo keluar,” ajak Livy pula.Mereka berjalan perlahan keluar dari kamar Albern, pintu ditutup dengan sangat hati-hati. Langkah mereka menuju ke pintu di sebelah, yaitu kamar Livy.Di depan pintu itu, mereka berdiri berhadapan. Kay menatapnya, sementara Livy memegang gagang pintu. Cahaya remang lorong menyapu wajah mereka, membentuk siluet yang tenang dan samar-samar namun ada

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   101. Sama-Sama Ingin Mengecup

    Usai makan malam yang hangat itu, Bibi Eden sedang membereskan meja dibantu Livy, sementara Albern sudah berjalan ke arah ruang tengah, mencaari mainannya dan menyibukkan diri. Kay berdiri mematung di teras depan, menghirup udara malam. Langit bersih malam itu, bintang-bintang menggantung tenang. Langkah Richard pelan-pelan mendekat. Richard berdiri di sampingnya, memandang langit yang sama. Hening sejenak di antara mereka, hingga akhirnya Richard membuka percakapan. “Kamu tahu, sudah lama rumah ini tak sehangat ini...” Kay menoleh sedikit, mengangkat alis. Ia membenarkan. “Suara anak kecil, tawa makan malam, kehangatan orang-orang yang saling peduli... Itu tak bisa dibuat-buat, Kay. Rumah ini... terasa hidup kembali sejak Livy ada bersama kita, menemani Albern. Lebih tepatnya melengkapi kita.” Kay mengangguk pelan, memandangi bayangan rumah di bawah cahaya bulan. Richard melanjutkan, “Kamu masih mencintainya, bukan?” Butuh beberapa saat sebelum Kay menjawab. Nadanya nyaris se

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   100. Momen Saling Suap

    Tak berkata apa-apa lagi, setelah terkejut, Livy langsung berjalan cepat, seakan tidak tejadi apa-apa. Langkahnya cepat meninggalkan bagian depan kamar Kay, dan berlari cepat menuruni tangga. Kay masih terkekeh melihat ekspresi Livy. Ia pun tersenyum dan terdiam sambil menggelengkan kepala. Sayangnya, kebahagiaan itu masih terasa jauh. Entah bisa dicapai atau tidak. Mungkinkah ia bisa membangunnya kembali. Ia pun masuk kembali ke dalam kamarnya. Di pinggiran tempat tidurnya, dia duduk. Tubuhnya masih hanya dibalut handuk. Ia meraih gelas yang berisi teh buatan Livy. Aromanya menyeruak menggoda penciuman Kay. Segar dan menyehatkan. Ia menghirupnya dengan senyuman. Ia memejamkan mata lalu perlahan menyesapnya. Seketika Kay merasa lebih kuat. Bukan karena minuman itu berisi ramuan ajaib seperti di cerita-cerita fiksi, melainkan karena ia teringat akan siapa yang membuatnya. Seorang wanita yang sangat dicintainya. Ia merasa teh jahe itu jauh lebih hangat lagi. Livy yang sudah sampai

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   99. Handuk Lepas!

    “Me- mengantar ke kamarnya? I- itu terlalu berlebihan, Pa.” Pipi Livy merona.“Tidak Livy…” Richard mengangkat tangannya seakan ingin merangkul Livy, menyuruhnya untuk duduk.Livy kembali duduk. Dia terdiam.“Itu tidak berlebihan. Apa yang baru saja kamu tawarkan, itu benar dari hatimu. Itulah perhatian yang selama ini terkubur dalam karena luka yang luar biasa.” Richard mengingatkan.Di dalam hati, Livy membenarkan ucapan pria tua yang hebat itu. Namun, kenyataan menamparnya dan membuatnya tersadar. Tidak mungkin semua bisa kembali seperti dulu.“Sudah… jangan banyak berpikir. Cepat buatkan teh jahenya. Kay pasti merasa sedang bermimpi sekarang. Bawa teh itu jangan biarkan dia bermimpi terlalu jauh,” kekeh Richard, berpesan, tapi dengan cara yang ringan.Livy mengangguk canggung. Dia beranjak dan segera menuju dapur.Di dalam kamar, Kay membuka bajunya dengan senyum semringah. Dia sangat senang mendengar ucapan Livy yang begitu lembut dan penuh perhatian. Wanita itu menawarinya teh.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status