Share

99. Handuk Lepas!

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-04-30 20:24:43

“Me- mengantar ke kamarnya? I- itu terlalu berlebihan, Pa.” Pipi Livy merona.

“Tidak Livy…” Richard mengangkat tangannya seakan ingin merangkul Livy, menyuruhnya untuk duduk.

Livy kembali duduk. Dia terdiam.

“Itu tidak berlebihan. Apa yang baru saja kamu tawarkan, itu benar dari hatimu. Itulah perhatian yang selama ini terkubur dalam karena luka yang luar biasa.” Richard mengingatkan.

Di dalam hati, Livy membenarkan ucapan pria tua yang hebat itu. Namun, kenyataan menamparnya dan membuatnya tersadar. Tidak mungkin semua bisa kembali seperti dulu.

“Sudah… jangan banyak berpikir. Cepat buatkan teh jahenya. Kay pasti merasa sedang bermimpi sekarang. Bawa teh itu jangan biarkan dia bermimpi terlalu jauh,” kekeh Richard, berpesan, tapi dengan cara yang ringan.

Livy mengangguk canggung. Dia beranjak dan segera menuju dapur.

Di dalam kamar, Kay membuka bajunya dengan senyum semringah. Dia sangat senang mendengar ucapan Livy yang begitu lembut dan penuh perhatian. Wanita itu menawarinya teh.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
waktunya bahagia yaa
goodnovel comment avatar
desafrida
Hari ini sudah 2 Bab Kak ...
goodnovel comment avatar
Malik Abdul Aziz
lanjutannya dong thor kenapa harus satu bab yg keluar sih thor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   120. Hujan-Hujanan Mesra

    Livy malah memutar bola matanya, bereaksi malas. “Dasar banyak bicara!” gumamnya pelan, namun masih terdengar oleh Richard.Richard lanjut tertawa mendengar Livy dan menyaksikan kekanakan mereka. “Jangan banyak bicara saja, Kay. Maksud Livy, ya buktikan!” lanjutnya.Kay tersenyum. Tatapannya itu seketika menunduk lalu melempar tatapan ke arah danau yang tenang.Perahu kembali berayun lembut di atas permukaan air, mengarah ke sisi danau yang berbeda dari tempat mereka berpiknik. Matahari mulai miring ke barat, sinarnya menciptakan kilauan keemasan di permukaan air yang tenang.Albern yang duduk di pangkuan Livy mulai terlihat mengantuk. Kepalanya bersandar di dada ibunya, dan sesekali menguap kecil.“Sepertinya sebentar lagi dia tidur,” gumam Livy pelan, menyapu rambut Albern dengan lembut.Kay tersenyum, masih memegang dayung. “Tenang saja, kalau dia ketiduran, aku yang yang akan menggendongnya.”Richard yang duduk menyender dengan nyaman di belakang mereka hanya menanggapinya dengan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   119. Pelukan di Perahu Kayu

    “Kamu pikir aku tidak akan… MARAH!” pekik Livy. Tangannya justru langsung menjewer telinga Kaay cukup kuat.“Aaah!” Kay mengusap telinganya setelah Livy lepas.Livy terkekeh. Ia puas bisa membalas pria itu. “Rasakan!”Kay tidak marah. Dia hanya terkejut. Padahal pikirannya sudah jauh. Ia pun menggeleng dan menunduk merasa konyol pada dirinya sendiri.“Kamu menghipnotisku,” lirih Kay.“Makanya jangan suka nakal kalau tidak mau dibalas!” celetuk Livy. Ia pun kembali meminum teh dengan tenang.“Tidak apa-apa. Hanya cubitan aku bisa tahan. Bahkan… kalau kamu ingin mencubit yang lain,” ucap Kay, berhati-hati, tapi berani bermain mata.“Dasar mesum!” celetuk Livy. Dia segera bangkit dan meninggalkan Kay.Kay tertawa, namun langsung menutup mulutnya karena takut Albern terbangun. Dia menggigit bibir bawahnya karena gemas pada ucapan dan tingkah Livy. “Memangnya aku bilang apa?” lirihnya, geleng kepala.Langit malam Bar Harbor malam itu, yang ditaburi bintang-bintang terang, menjadi saksi bet

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   118. Membelai Wajah Kay

    Livy cepat-cepat beranjak. Meninggalkan Kay dan Albern di atas kasur. Ia berjalan keluar kamar untuk mengejar Richard. Dia tidak ingin berlama-lama lagi dalam candaan Kay yang membuat jantungnya seakan tak ingin berdetak santai. Belum lagi pipinya yang memerah. Tubuhnya yang panas. Kay pun langsung menggendong Albern, masih dengan wajah tersenyum puas. Ia benar-benar bahagia. Tak ada kata yang bisa mengungkapkan betapa bersemangat dan bahagianya hidupnya saat ini. “Ayo Sayang! Kita kejar Mama!” ucap Kay, menggendong anaknya. ** Restoran bergaya semi-outdoor itu memiliki suasana intim dengan lampu gantung berbentuk lentera dan suara deburan ombak dari kejauhan. Albern duduk di kursi bayi, memainkan sedotan sambil sesekali menyembur air ke bajunya sendiri. “Baju Al basah. Sebaiknya langsung diganti. Aku bawa Al ke kamar dulu,” ucap Livy. “Tenang, biar aku saja yang ambilkan,” ucap

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   117. Posisi di Atas Tubuhmu

    Kay masih tertawa lepas dan puas. Ia menangkap bantal yang Livy lempar ke wajahnya. Lekas ia duduk untuk bisa menghindar.Saat itu justru Albern berdiri dan melompat-lompat di atas kasur dengan girangnya. Ia terlihat bahagia melihat kekompakan orang tuanya.Seketika Livy dan Kay terdiam melihat Albern. Mereka sama-sama tersenyum haru melihat anak itu.“Al senang ya kita bercanda seperti ini,” ucap Kay, tenang.“Bercanda? Aku marah!” tegas Livy, tapi tersenyum.Kay kembali tertawa kecil.“Artinya Al senang kamu marah padaku. Yaudah, aku siap menerima kemarahan Mamanya! Ayo lempar lagi!” ucap Kay, menyerahkan wajahnya.Namun, Livy tak melakukannya lagi. Dia malah geleng kepala.Suasana kamar itu benar-benar hangat. Kay menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya lega. Dia menatap Albern yang begitu bahagia. Dia mengusap kepala anaknya.Livy memperhatikan. Hatinya juga ikut menghangat. Itu adalah sosok Kay yang sudah dia prediksi jauh sebelum mereka berpisah. Dia tahu Kay akan menjadi sos

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   116. Satu Kamar Tidur Bersama?

    Mereka mendarat untuk transit di Logan International Airport, Boston. Penerbangan pertama yang memang singkat namun nyaman. Saat mendarat di Boston, mereka berganti pesawat untuk tujuan akhir.“Ini lebih kecil dari sebelumnya,” ucap Livy sambil menggenggam tangan Albern erat saat naik tangga pesawat kecil.Kay menatap Livy dan berkata tenang, “Tapi tujuannya lebih indah.”Livy tersenyum.Tk lama, mereka pun mendarat di Hancock County, Bar Harbor Airport (BHB), Trenton, Maine.Saat pesawat kecil itu menyentuh landasan dengan lembut, udara laut yang bersih menyambut dari jendela. Bandaranya kecil, tenang, dan dikelilingi pepohonan pinus serta nuansa khas pesisir timur laut yang belum tersentuh terlalu banyak oleh hiruk-pikuk kota.“Ini bandara?” tanya Livy pelan, kagum.“Yang paling dekat dengan Bar Harbor,” jawab Richard. “Dan bandara yang sangat tenang.”Mereka turun dan langsung disambut sopir hotel yang memegang papan bertuliskan “The Eden Cliffs Resort, Mr. Richard & Family.”Sebua

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   115. Kehangatan Keberangkatan

    “Kau ada-ada saja!” celetuk Livy, segera masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Kay di sana sendirian.Kay menunduk lalu tersenyum. Dia geleng kepala melihat tingkahnya sendiri. ‘Bodoh! Kalau kau memang cemburu, memang takut kehilangan, bukan begini caranya!’ batinnya pula merutuki dirinya sendiri di dalam hati.Setelah itu, Kay memanggil Pak Sopir. Ia segera meminta bantuannya untuk membawakan hasil belanja mereka dari mobil.Livy yang berjalan ke kamarnya, merasa panas dingin dengan pertanyaan dan sikap Kay. Ada-ada saja! Kalaupun itu bercanda, dia mencoba mengabaikan, meskipun hatinya penuh mendengarnya.**Tidak terasa, waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Mereka akan segera berangkat liburan, sesuai janji Richard.Pagi itu, rumah terasa lebih sibuk dari biasanya. Matahari baru saja menyembul di balik tirai jendela, menyinari koper-koper yang sudah tertata rapi.Livy meraih tas kecil sambil memastikan botol susu dan selimut kesayangan Albern sudah masuk ke dalamnya. Suara langkah

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   114. Kita Menikah Lebih Dulu

    Livy melihat Kay yang ingin mendekat, namun akhirnya pergi. Ia menarik tangannya pelan. “Rei? Sebenarnya ada apa?” tanyanya hati-hati.Reino pun sempat menoleh ke belakang. Ia juga melihat Kay yang pergi. Bukannya tersinggung, dia justru tersenyum. “Kamu sangat menjaga perasaannya, ya? Lalu, kalau begitu… apa yang kalian tunggu?” tanyanya. “Kalau masih sama-sama ada rasa, masih saling menjaga hati, kenapa tidak bersatu kembali?”Pertanyaan itu menggantung begitu saja. Tak dapat Livy jawab. Semua tidak semudah itu.Ternyata dari balik tembok penyekat ruang tamu itu, Kay mendengar ucapan Reino. Dia cukup terkejut karena awalnya pikirannya sudah jauh mengarah pada marah sebab cemburu. Nyatanya Rei memberi pukulan yang berbeda.Livy terdiam.““Aku ke sini bukan untuk mengusikmu, Livy. Bukan juga ingin membujukmu atau menawarkan waktu tunggu. Tidak. Aku mau minta maaf.”Livy menatapnya, bingung. “Kamu tidak salah apa-apa, Rei. Kenapa harus meminta maaf?”“Entahlah, aku merasa aku membawa s

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   113. Kedatangan Tamu, Siapa?

    Livy tak tahu harus menjawab apa dengan pernyataan Kay yang mengaku cemburu. Hingga pada akhirnya Kay yang kembali berbicara, “Ah, sudahlah lupakan. Kamu tidak apa-apa kan?” tanyanya.“Ya, aku tidak apa-apa,” jawab Livy pelan. Ia pun tidak tahu harus bereaksi seperti apa.“Oh ya, setelah ini, kita jadi ke salon?” tanya Kay.“Apa aku terlihat menyedihkan?” Cepat Livy merespon, membuat Kay menatapnya terdiam dan sedikit bingung.“Ke- kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Kay.“Kamu menyarankan aku ke salon, apa aku terlihat sudah sejelek itu ya?” tanya Livy pula, bingung.Kay tiba-tiba tertawa. Cemburu yang tadi mengganggu hatinya kini berubah menjadi lucu. Ia sampai mengusap wajahnya untuk menahan tawa lalu menatap Livy tersenyum.Livy yang mendapat respon seperti itu tiba-tiba jengkel. “Kenapa kamu tertawa? Apa yang lucu?” tanyanya dengan nada sedikit tidak suka.“Maaf maaf, aku tidak bermaksud menertawakanmu. Bukan. Bukan begitu. Aku hanya bingung kenapa kamu bisa berpikiran seper

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   112. Saya Suaminya!

    “Ahm, ti- tidak usah,” ucap Livy.Kay pun mengangguk.Livy masuk ke dalam kamar. Dia berdiri di depan cermin. ‘Apa aku dekil? Jelek? Sampai Kay menawarkan untuk ke salon? Apa aku benar-benar terlihat tidak b isa mengurus diri sendiri?’ batinnya overthinking. Namun, saat itu pula dia menepis pikirannya. “Kenpa aku ini?! Aku berpikir apa!” celetuknya pula.Setelah sarapan pagi itu, mereka pun siap-siap untuk pergi.“Hati-hati ya… cucu Kakek!” seru Richard, mengusap kepala Albern.“Kalian juga… selamat bersenang-senang!” ucapnya tersenyum menatap Livy dan Kay.“Kami pergi dulu, Pa.”**Hari itu mall terlihat ramai, tapi tidak sesak. Musik lembut mengalun dari pengeras suara pusat perbelanjaan, aroma kopi dari kafe-kafe menyatu dengan semilir wangi parfum dari toko-toko di sekitarnya. Kay menggendong Albern, sementara Livy berjalan di sisi mereka sambil membawa tas kecil berisi peralatan anak itu. Sesekali Albern menunjuk ke arah stan ice cream, namun Kay mengalihkannya agar mereka lebih

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status