Home / Romansa / Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu / 1. Ternyata Anak Mantan

Share

Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu
Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu
Author: desafrida

1. Ternyata Anak Mantan

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-02-10 12:48:55

“Sabar ya Sayang… Mama akan berusaha mendapatkan uang segera. Kamu bertahan ya?”

Livyna mengusap jejak airmata ketika melihat kondisi anaknya kian hari kian parah. Bayi tujuh bulan itu didiagnosa mengalami Stenosis Pilorus, penyempitan saluran di antara lambung dan usus dua belas jari. Hal itu membuat bayinya tidak bisa mencerna makanan dan minuman dengan baik.

Dia hanya bisa meminum ASI, yang tentu saja sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan gizi hariannya. Kondisi bayinya bisa makin memburuk jika tidak segera ditangani.

“Tuhan… aku harus mendapatkan uang dari mana?” batin Livy menangis. Dia tidak kuat melihat kondisi anaknya.

Hidup yang dulunya kaya dan mentereng, kini miskin dan sebatang kara. Perusahaan keluarga bangkrut dan terlilit hutang. Kedua orang tuanya meninggal dalam jarak satu tahun. Setelah tiga bulan pasca melahirkan, suaminya pun pergi menghilang entah ke mana.

Siang harinya, ketika Livy hendak membeli makan, tiba-tiba wanita cantik itu tidak sengaja menginjak brosur yang terbang ke arah kakinya. Cuaca di New York memang sedang berangin.

~Dicari seorang ibu susu untuk bayi berusia 1 bulan. Akan diberikan 1000 dolar untuk setiap bulannya. Dan akan terus mendapatkan gaji bulanan sampai bayi berhenti dari ASI.~

“Ya Tuhan, ini keajaiban!” Livy langsung memeluk brosur tersebut dengan penuh harap.

Sejak Livy melahirkan, dia memang memiliki kelebihan yaitu air susunya yang melimpah. Ibu satu anak itu segera merogoh sakunya. Dengan harta benda yang satu-satunya dia miliki, handphone, Livy pun melamar pekerjaan tersebut.

Livy menghela napas lega saat dia diperbolehkan untuk langsung datang ke alamat yang tertera di brosur.

“Fabian… Mama akan usahakan apapun agar kamu segera bisa dioperasi!” ucap Livy dengan penuh harapan.

Setelah memastikan sang anak sudah tertidur, Livy pun bergegas menuju alamat tersebut. Rumah mewah dengan pagar tinggi terpampang.

Saat mencoba ingin menghubungi kembali contact person di brosur tersebut, tiba-tiba seseorang datang menghampirinya.

“Saya ingin melamar menjadi Ibu Susu." Livy langsung menunjukkan brosur yang dia temukan.

Pria paruh baya itu, melihatnya dari bawah hingga atas. “Sudah banyak yang mencoba tapi tidak ada satu pun yang cocok untuk Baby Albern.”

“Bo- bolehkah saya mencoba?” tanya Livy, meyakinkan pria yang dia yakini adalah penjaga rumah megah itu.

Dia melewati serangkaian pemeriksaan sebelum diperbolehkan mencoba menyusui bayi yang dimaksud. Ketika akhirnya dia dinyatakan sehat dan terbebas dari penyakit apa pun, Livy diizinkan menemui calon bayi susunya.

‘Semoga ASI-ku cocok untuknya,’ doa Livy tak henti sepanjang dia menanti pintu kamar Bayi bernama Albern dibuka.

“Ini kamar Baby Albern.” Seorang asisten wanita, yang sekaligus perawat mengantarkan Livy ke sebuah kamar bayi dengan fasilitas lengkap.

Dari apa yang disediakan untuk bayi Albern, Livy bisa mencerna… seberarti apa kehadiran sosok bayi ini untuk orang tua dan keluarganya.

“Ibunya meninggal saat melahirkannya. Sampai hari ini sudah puluhan wanita yang datang untuk menyusuinya, namun belum ada yang cocok,” jelas si perawat lebih lanjut.

Livy menganggukkan kepala, dalam hati berempati pada nasib bayi itu. “Suster ini akan mendampingi selama Ibu Livy mencoba menyusui Albern. Sekaligus, untuk memastikan keamanan dan hal-hal yang tidak diinginkan. Dia juga akan menilai kenyamanan Baby Albern, apakah menerima ASI Ibu atau tidak.” Dokter yang masih mendampingi memberikan tambahan penjelasan.

Livy mengangguk paham pada penjelasan dokter.

Dokter tersebut segera keluar. Pintu kamar segera ditutup, lalu Livy dibawa oleh perawat mendekati ranjang bayi yang juga sangat mewah. Setelah melihat bayi tersebut, hatinya menjadi iba.

Anak itu terdengar merengek pelan dan gelisah. Ia tampak tidak nyaman dan merindukan sentuhan. Livy bisa menilai sebab anaknya pun akan seperti itu jika saat terbangun, dia tidak ada di sisinya.

“Silakan,” ucap perawat mengangkat bayi itu dan memberikannya pada Livy.

Di kursi yang juga sangat empuk dan nyaman, Livy berusaha rileks untuk menyusui. Matanya tidak berhenti menatap wajah bayi yang terasa tidak asing.

“Sayang… kelak kamu pasti akan jadi anak yang hebat. Karena Ibu kamu akan meminta Tuhan secara langsung untuk menjaga kamu…” bisik Livy lembut.

Karena sudah terbiasa melakukan perlekatan pada mulut bayi untuk menyusui, Livy berhasil menyusui bayi tersebut. Tidak ada tangis, rengekan atau penolakan.

Bibir Livy tersenyum ketika merasakan Albern terlihat bisa menerimanya. Dia lega dan haru.

“Berhasil!” ucapan perawat yang menjaga terdengar ketika melihat bagaimana Albern terlihat begitu nyaman di pelukan Livy. Bayi itu bahkan bisa tertidur nyenyak usai merasa kenyang.

Livy meletakkan bayi kembali ke ranjang tidurnya. Lalu dia berjalan keluar kamar, di mana perawat sudah lebih dulu menjelaskan pada dokter.

“Selamat Ibu Livy! Anda akan menyusui Baby Albern sampai berhenti. Kontrak kerja akan segera kami berikan. Ini sedikit uang untuk mengganti biaya transportasi Ibu.”

“Terima kasih Dok, Sus…” Livy sangat bahagia. Namun, kebahagiaan Livy rupanya terganggu dengan kehadiran seseorang. Wanita yang baru akan berpamitan dari rumah bayi susunya itu nyaris menabrak pria tinggi tegap dengan pakaian rapi dan sorot mata yang tegas.

“Ah, maaf, Tuan. Saya….”

“Kau?”

Livy mengangkat wajahnya. “Ka-kay?” Wajah wanita itu langsung pias melihat sosok pria dari masa lalunya. “A-apa yang…”

Kata-kata Livy tertelan, ketika baru menyadari jika wajah Albern begitu mirip dengan Kay, mantan kekasihnya. Apa benar bayi yang baru saja disusui olehnya adalah anak Kay?

“Untuk apa kau di sini?!” tanya Kay geram.

“Ibu Livy ini melamar menjadi Ibu Susu untuk Baby Albern, Tuan.” Perawat menjelaskan.

Mata Kay semakin menyala menatap Livy. “Tidak! Cari Ibu susu lain! Aku tidak mau anakku meminum ASI dari wanita murahan!”

Wajah Livy, dokter dan suter yang tadi bersorak kini terlihat kaget bukan main. Susah payah mereka mencari kandidat terbaik yang cocok, Tuan mereka, Kay, justru menolak kehadiran Livy.

“Tapi Tuan, hanya Ibu Livy yang—"

“Aku tidak perduli! Cari ibu susu lain, dan usir dia segera dari rumah ini!”

Bersambung…

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
desafrida
Thank You Kak... hehe dijamin seruuu, lanjut Kak ... happy reading
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
hai kak des.. baru mampir nih.. bab 1 udh seru bgd . . lanjut baca ah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   120. Hujan-Hujanan Mesra

    Livy malah memutar bola matanya, bereaksi malas. “Dasar banyak bicara!” gumamnya pelan, namun masih terdengar oleh Richard.Richard lanjut tertawa mendengar Livy dan menyaksikan kekanakan mereka. “Jangan banyak bicara saja, Kay. Maksud Livy, ya buktikan!” lanjutnya.Kay tersenyum. Tatapannya itu seketika menunduk lalu melempar tatapan ke arah danau yang tenang.Perahu kembali berayun lembut di atas permukaan air, mengarah ke sisi danau yang berbeda dari tempat mereka berpiknik. Matahari mulai miring ke barat, sinarnya menciptakan kilauan keemasan di permukaan air yang tenang.Albern yang duduk di pangkuan Livy mulai terlihat mengantuk. Kepalanya bersandar di dada ibunya, dan sesekali menguap kecil.“Sepertinya sebentar lagi dia tidur,” gumam Livy pelan, menyapu rambut Albern dengan lembut.Kay tersenyum, masih memegang dayung. “Tenang saja, kalau dia ketiduran, aku yang yang akan menggendongnya.”Richard yang duduk menyender dengan nyaman di belakang mereka hanya menanggapinya dengan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   119. Pelukan di Perahu Kayu

    “Kamu pikir aku tidak akan… MARAH!” pekik Livy. Tangannya justru langsung menjewer telinga Kaay cukup kuat.“Aaah!” Kay mengusap telinganya setelah Livy lepas.Livy terkekeh. Ia puas bisa membalas pria itu. “Rasakan!”Kay tidak marah. Dia hanya terkejut. Padahal pikirannya sudah jauh. Ia pun menggeleng dan menunduk merasa konyol pada dirinya sendiri.“Kamu menghipnotisku,” lirih Kay.“Makanya jangan suka nakal kalau tidak mau dibalas!” celetuk Livy. Ia pun kembali meminum teh dengan tenang.“Tidak apa-apa. Hanya cubitan aku bisa tahan. Bahkan… kalau kamu ingin mencubit yang lain,” ucap Kay, berhati-hati, tapi berani bermain mata.“Dasar mesum!” celetuk Livy. Dia segera bangkit dan meninggalkan Kay.Kay tertawa, namun langsung menutup mulutnya karena takut Albern terbangun. Dia menggigit bibir bawahnya karena gemas pada ucapan dan tingkah Livy. “Memangnya aku bilang apa?” lirihnya, geleng kepala.Langit malam Bar Harbor malam itu, yang ditaburi bintang-bintang terang, menjadi saksi bet

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   118. Membelai Wajah Kay

    Livy cepat-cepat beranjak. Meninggalkan Kay dan Albern di atas kasur. Ia berjalan keluar kamar untuk mengejar Richard. Dia tidak ingin berlama-lama lagi dalam candaan Kay yang membuat jantungnya seakan tak ingin berdetak santai. Belum lagi pipinya yang memerah. Tubuhnya yang panas. Kay pun langsung menggendong Albern, masih dengan wajah tersenyum puas. Ia benar-benar bahagia. Tak ada kata yang bisa mengungkapkan betapa bersemangat dan bahagianya hidupnya saat ini. “Ayo Sayang! Kita kejar Mama!” ucap Kay, menggendong anaknya. ** Restoran bergaya semi-outdoor itu memiliki suasana intim dengan lampu gantung berbentuk lentera dan suara deburan ombak dari kejauhan. Albern duduk di kursi bayi, memainkan sedotan sambil sesekali menyembur air ke bajunya sendiri. “Baju Al basah. Sebaiknya langsung diganti. Aku bawa Al ke kamar dulu,” ucap Livy. “Tenang, biar aku saja yang ambilkan,” ucap

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   117. Posisi di Atas Tubuhmu

    Kay masih tertawa lepas dan puas. Ia menangkap bantal yang Livy lempar ke wajahnya. Lekas ia duduk untuk bisa menghindar.Saat itu justru Albern berdiri dan melompat-lompat di atas kasur dengan girangnya. Ia terlihat bahagia melihat kekompakan orang tuanya.Seketika Livy dan Kay terdiam melihat Albern. Mereka sama-sama tersenyum haru melihat anak itu.“Al senang ya kita bercanda seperti ini,” ucap Kay, tenang.“Bercanda? Aku marah!” tegas Livy, tapi tersenyum.Kay kembali tertawa kecil.“Artinya Al senang kamu marah padaku. Yaudah, aku siap menerima kemarahan Mamanya! Ayo lempar lagi!” ucap Kay, menyerahkan wajahnya.Namun, Livy tak melakukannya lagi. Dia malah geleng kepala.Suasana kamar itu benar-benar hangat. Kay menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya lega. Dia menatap Albern yang begitu bahagia. Dia mengusap kepala anaknya.Livy memperhatikan. Hatinya juga ikut menghangat. Itu adalah sosok Kay yang sudah dia prediksi jauh sebelum mereka berpisah. Dia tahu Kay akan menjadi sos

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   116. Satu Kamar Tidur Bersama?

    Mereka mendarat untuk transit di Logan International Airport, Boston. Penerbangan pertama yang memang singkat namun nyaman. Saat mendarat di Boston, mereka berganti pesawat untuk tujuan akhir.“Ini lebih kecil dari sebelumnya,” ucap Livy sambil menggenggam tangan Albern erat saat naik tangga pesawat kecil.Kay menatap Livy dan berkata tenang, “Tapi tujuannya lebih indah.”Livy tersenyum.Tk lama, mereka pun mendarat di Hancock County, Bar Harbor Airport (BHB), Trenton, Maine.Saat pesawat kecil itu menyentuh landasan dengan lembut, udara laut yang bersih menyambut dari jendela. Bandaranya kecil, tenang, dan dikelilingi pepohonan pinus serta nuansa khas pesisir timur laut yang belum tersentuh terlalu banyak oleh hiruk-pikuk kota.“Ini bandara?” tanya Livy pelan, kagum.“Yang paling dekat dengan Bar Harbor,” jawab Richard. “Dan bandara yang sangat tenang.”Mereka turun dan langsung disambut sopir hotel yang memegang papan bertuliskan “The Eden Cliffs Resort, Mr. Richard & Family.”Sebua

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   115. Kehangatan Keberangkatan

    “Kau ada-ada saja!” celetuk Livy, segera masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Kay di sana sendirian.Kay menunduk lalu tersenyum. Dia geleng kepala melihat tingkahnya sendiri. ‘Bodoh! Kalau kau memang cemburu, memang takut kehilangan, bukan begini caranya!’ batinnya pula merutuki dirinya sendiri di dalam hati.Setelah itu, Kay memanggil Pak Sopir. Ia segera meminta bantuannya untuk membawakan hasil belanja mereka dari mobil.Livy yang berjalan ke kamarnya, merasa panas dingin dengan pertanyaan dan sikap Kay. Ada-ada saja! Kalaupun itu bercanda, dia mencoba mengabaikan, meskipun hatinya penuh mendengarnya.**Tidak terasa, waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Mereka akan segera berangkat liburan, sesuai janji Richard.Pagi itu, rumah terasa lebih sibuk dari biasanya. Matahari baru saja menyembul di balik tirai jendela, menyinari koper-koper yang sudah tertata rapi.Livy meraih tas kecil sambil memastikan botol susu dan selimut kesayangan Albern sudah masuk ke dalamnya. Suara langkah

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   114. Kita Menikah Lebih Dulu

    Livy melihat Kay yang ingin mendekat, namun akhirnya pergi. Ia menarik tangannya pelan. “Rei? Sebenarnya ada apa?” tanyanya hati-hati.Reino pun sempat menoleh ke belakang. Ia juga melihat Kay yang pergi. Bukannya tersinggung, dia justru tersenyum. “Kamu sangat menjaga perasaannya, ya? Lalu, kalau begitu… apa yang kalian tunggu?” tanyanya. “Kalau masih sama-sama ada rasa, masih saling menjaga hati, kenapa tidak bersatu kembali?”Pertanyaan itu menggantung begitu saja. Tak dapat Livy jawab. Semua tidak semudah itu.Ternyata dari balik tembok penyekat ruang tamu itu, Kay mendengar ucapan Reino. Dia cukup terkejut karena awalnya pikirannya sudah jauh mengarah pada marah sebab cemburu. Nyatanya Rei memberi pukulan yang berbeda.Livy terdiam.““Aku ke sini bukan untuk mengusikmu, Livy. Bukan juga ingin membujukmu atau menawarkan waktu tunggu. Tidak. Aku mau minta maaf.”Livy menatapnya, bingung. “Kamu tidak salah apa-apa, Rei. Kenapa harus meminta maaf?”“Entahlah, aku merasa aku membawa s

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   113. Kedatangan Tamu, Siapa?

    Livy tak tahu harus menjawab apa dengan pernyataan Kay yang mengaku cemburu. Hingga pada akhirnya Kay yang kembali berbicara, “Ah, sudahlah lupakan. Kamu tidak apa-apa kan?” tanyanya.“Ya, aku tidak apa-apa,” jawab Livy pelan. Ia pun tidak tahu harus bereaksi seperti apa.“Oh ya, setelah ini, kita jadi ke salon?” tanya Kay.“Apa aku terlihat menyedihkan?” Cepat Livy merespon, membuat Kay menatapnya terdiam dan sedikit bingung.“Ke- kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Kay.“Kamu menyarankan aku ke salon, apa aku terlihat sudah sejelek itu ya?” tanya Livy pula, bingung.Kay tiba-tiba tertawa. Cemburu yang tadi mengganggu hatinya kini berubah menjadi lucu. Ia sampai mengusap wajahnya untuk menahan tawa lalu menatap Livy tersenyum.Livy yang mendapat respon seperti itu tiba-tiba jengkel. “Kenapa kamu tertawa? Apa yang lucu?” tanyanya dengan nada sedikit tidak suka.“Maaf maaf, aku tidak bermaksud menertawakanmu. Bukan. Bukan begitu. Aku hanya bingung kenapa kamu bisa berpikiran seper

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   112. Saya Suaminya!

    “Ahm, ti- tidak usah,” ucap Livy.Kay pun mengangguk.Livy masuk ke dalam kamar. Dia berdiri di depan cermin. ‘Apa aku dekil? Jelek? Sampai Kay menawarkan untuk ke salon? Apa aku benar-benar terlihat tidak b isa mengurus diri sendiri?’ batinnya overthinking. Namun, saat itu pula dia menepis pikirannya. “Kenpa aku ini?! Aku berpikir apa!” celetuknya pula.Setelah sarapan pagi itu, mereka pun siap-siap untuk pergi.“Hati-hati ya… cucu Kakek!” seru Richard, mengusap kepala Albern.“Kalian juga… selamat bersenang-senang!” ucapnya tersenyum menatap Livy dan Kay.“Kami pergi dulu, Pa.”**Hari itu mall terlihat ramai, tapi tidak sesak. Musik lembut mengalun dari pengeras suara pusat perbelanjaan, aroma kopi dari kafe-kafe menyatu dengan semilir wangi parfum dari toko-toko di sekitarnya. Kay menggendong Albern, sementara Livy berjalan di sisi mereka sambil membawa tas kecil berisi peralatan anak itu. Sesekali Albern menunjuk ke arah stan ice cream, namun Kay mengalihkannya agar mereka lebih

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status