Share

BAB 2. POV Rangga.

Author: Enik Wahyuni
last update Last Updated: 2022-06-24 13:34:17

 Ketika Melahirkan Di Tempat Mertua

BAB  : 2

Semua Salah Andira

POV RANGGA

"Dasar Andira, kerjaannya cuma ganggu aja," gerutuku dalam hati. Sungguh, rasanya sangat kesal melihat Andira yang tak bisa Lmandiri sendiri. Sengaja aku menyuruh Andira melahirkan di rumah Ibu biar aku gak repot. Tapi tetap saja, sedikit-sedikit menelpon. Semakin membuatku kesal saja.

Awalnya setelah menikah, kita mengontrak di sebuah rumah yang tak jauh dari rumah Ibu. Jaraknya sekitar dua jam perjalanan jika ditempuh dengan menggunakan motor. Andira mengajak ngontrak karena ingin mandiri, katanya. Namun, ketika perut Andira mulai membesar, Ibu memintaku untuk pindah saja ke rumah. 

"Sayang uangnya, Ga, daripada untuk membayar kontrakan rumah, mending uangnya dikasihkan ke Ibu. Udah gitu Andira juga bisa terurus kalau sama Ibu disini," teringat ucapan Ibu waktu itu.

Ibu dengan begitu tulus menawarkan bantuan pada kami, aku dan Andira. Namun susah sekali bernegosiasi dengan Andira. Setelah mengucap beberapa janji dan kata manis, baru lah Andira menyetujuinya. Janji dulu, tak apa kan? Yang penting Andira mau mengikuti apa yang aku perintahkan.

Eh tapi, ini Andira mau melahirkan. Ibu dan Mbak Rosa kemana? lebih baik aku telpon Ibu dulu, nanti malah melahirkan di rumah lagi. Malah bikin repot semua orang.

Tit.

"Halo, Bu, Ibu dimana?" ucapku setelah telepon tersambung dengan Ibu.

"Ini, Ga, Ibu lagi belanja. Ada apa?" tanya Ibu di seberang sana.

"Bu, tadi Andira telpon. Katanya sakit perut, Andira mau melahirkan, Bu," ucapku pada Ibu.

"Duh, tapi Ibu lagi tanggung nih, Ga, emang kamu gak bisa nemenin?" tanya Ibu terlihat santai.

"Tak bisa, Bu, aku lembur hari ini," ucapku pada Ibu.

"Yaudah biarin lah, Andira udah gede juga kan. Biar latihan mandiri, ntar paling kedepan naik ojek. Eh tapi, bilangin Andira ke bidan aja Ga, jangan ke rumah sakit. Kan kalau ke rumah sakit itu mahal," ucap Ibu yang masih terlihat santai.

"Iya, Bu, coba nanti Rangga telpon lagi Andiranya," ucapku pada Ibu.

Tit.

Telepon dimatikan oleh Ibu.

Aku mencoba menelpon Andira, namun tidak diangkat olehnya. Ah Andira, aku hanya ingin menyampaikan pesan Ibu. Namun susah sekali menghubungimu. 

"Sudah lama menunggu, Mas?" ucap wanita cantik di depanku yang baru datang.

"Untuk wanita cantik sepertimu, tak apa aku menunggu lama," ucapku tersenyum semanis mungkin. 

Ya, inilah alasanku untuk tidak menemani istriku yang mau melahirkan sekarang. Karena aku ada janji dengan wanita cantik bernama Lisa. Sebenarnya Lisa ini gak terlalu cantik, masih kalah cantik dengan Andira yang cantik alami. Tapi lama-kelamaan, Andira itu membosankan. Wajahnya kucel, badannya tak terurus, apalagi sedang hamil besar seperti ini, malas sekali melihatnya.

Kalau sama Lisa, aku hanya bermain-main saja. Aku laki-laki normal, pengen lah lihat yang bening. Apalagi Lisa naksir sama aku, yaudah lah kenapa tidak? Hanya bermain-main saja tak apa kan? Ada makanan gratis kok ditolak.

"Lis, Mas mau pulang dulu. Udah malem," ujarku sambil beranjak.

"Yah, Mas, kan kita juga baru ketemu," ucap Lisa terlihat manyun. Aku menyunggingkan senyum melihat ekspresinya. Beginilah kalau orang ganteng bereaksi. Lisa saja tergila-gila, padahal dia tahu kalau aku sudah punya istri. Ah, Rangga Dinata, selain dirimu ganteng luar biasa ternyata memang menjadi favorit para perempuan.

"Hati-hati dijalan, Mas," ucap Lisa menatapku. Aku hanya tersenyum ke arahnya lalu meninggalkan Lisa yang masih mematung menatapku. 

Ku laju motor kesayangan untuk bergegas pulang. Jalanan lengang karena sudah larut malam. Sebenarnya aku bisa saja bermalam bersama Lisa, karena tak kupungkiri aku juga membutuhkan itu. Apalagi melihat Andira yang tak terurus seperti sekarang, malas sekali mendekatinya, apalagi menyentuhnya. Namun, aku masih ingin melihat seperti apa Lisa sebenarnya. Karena aku juga baru mengenalnya.

*********

Ketika sudah sampai di depan rumah, aku melihat seseorang tengah berjalan menuju rumah. Siapa yang ingin bertamu tengah malam seperti ini? Karena penasaran aku pun memasuki rumah dengan tergesa. Setelah motor terparkir, barulah aku mendekati tamu tersebut, yang tak lain adalah Mas Dani. Suaminya Mbak Winda, tetangga di depan rumah. Kedatangan Mas Dani langsung disambut oleh Ibu.

"Ada apa ya, Mas?" tanyaku penasaran. 

"Begini, Mas Rangga, Mbak Andira tadi minta diantar sama saya dan istri. Dan sekarang Mbak Andira sedang berjuang sendirian," Jelas Mas Dani.

"Sendirian apa bersama Mbak Winda, Mas Dani?" tanya Ibu.

"Bersama istri saya, Bu," ucap Mas Dani kikuk.

"Sekarang Mbak Andira berada di rumah sakit Harapan, Bu," 

Ucapan Mas Dani membuatku melotot. "Rumah sakit Harapan yang besar itu, Mas?" tanyaku pada Mas Dani yang nampak heran karena suaraku sudah mulai meninggi.

"Memangnya, kenapa, Mas?" tanya Mas Dani.

"Rumah sakit itu tidak bekerja sama dengan perusahaan tempat saya bekerja, Mas. Asuransi saya bukan disitu," ucapku tajam.

"Saya tak memikirkan sejauh itu, Mas. Tadi saya dan istri sangat panik melihat Mbak Andira yang sangat kesakitan. Lalu mencari rumah sakit terdekat agar cepat diselamatkan. Terbukti, setelah sampai sana Mbak Andira sudah kehabisan air ketuban, hingga langsung dioperasi," Jelas Mas Dani panjang lebar.

"Operasi sesar, maksud Mas Dani?" tanya Ibu membelalakkan matanya.

Melihat respon Ibu Mas Dani terlihat semakin kikuk, lalu tak lama langsung pamit untuk pulang.

"Ditolong, bukannya terima kasih malah di introgasi kayak maling. Kasihan banget Mbak Andira," gumamnya pelan sambil berlalu pelan.

"Kamu itu sepertinya sering memanjakan Andira ketika hamil, Ga. Coba kalau hamilnya banyak gerak, pasti ngelahirinnya juga lancar," ucap Ibu lemas dengan mata menerawang.

Aku hanya terdiam mendengar ucapan Ibu. Aku sering lihat Andira kepayahan memegang sapu dan pel ketika hamil besar, apalagi semenjak tinggal disini. Ibu sering menasehati Andira untuk selalu banyak gerak. Tapi apa itu hanya pura-pura saja di depanku supaya terlihat rajin? Ah Andira, menjengkelkan sekali dirimu. 

"Andira kok hanya menyusahkan kamu saja toh, Ga. Jadi istri bukannya meringankan beban suami, ini malah memperberat. Melahirkan sesar di rumah sakit itu biayanya tak sedikit, Ga," Ibu terus nyerocos hingga rasanya hati sangatlah panas.

Benar kata Ibu, kalau seperti ini, bukannya meringankan, yang ada malah menambah beban. Seharusnya Andira berpikir sejauh itu sebelum bertindak melangkah ke rumah sakit tadi. Kenapa tadi gak nanya dulu sih. Dasar Andira sialan! Geram sekali rasanya.

"Coba Andira mau menahan sakit sedikit lagi, pasti bisa melahirkan normal. Sepertinya Andira itu gak bisa menahan, udah gitu males ngeden. Untung saja sekarang Andira disini, jadi ada Ibu yang mengontrol Andira nanti. Coba kalau masih tinggal di kontrakan, udahlah kamu repot, Bayimu gak keurus, udah gitu Andira seenaknya. Tak kebayang kan, nanti seperti apa?" ucap Ibu panjang lebar hingga membuatku tersenyum.

Benar apa yang dikatakan Ibu. Untung ada Ibu. Ah, beruntung sekali aku punya Ibu seperti Ibuku ini. Sangat peduli denganku.

"Ibu gak nemenin Andira sekarang?" tanyaku.

"Gak lah, Ibu ngantuk. Besok aja kesananya, ada Mbak Winda yang nemenin kan?"

Lebih baik aku juga istirahat sekarang. Ada Mbak Winda kan yang menjaga Andira, jadi amanlah. Lagian kalau aku kesana sekarang, takut khilaf memarahi Andira. Malah bikin malu lagi. Nanti di rumah saja, biar Andira mendapat pelajaran dariku.

************

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Dasar suami gak tau diri mendingan cerai Andira
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 108 Aku Bahagia

    Bab : 108Bersamamu, aku bahagia, Mas,"Biar saja, Pak, saya bisa mengatasinya." titahku, lantas penjaga itu membungkuk permisi.Hatiku perih melihat penampilan mantan Ibu mertua yang sekarang terlihat lebih kurus. Istri Mas Rangga yang sedang menggendong anaknya pun tak kalah kusut. Namun kemana Mas Rangga? Kenapa meninggalkan Ibu dan istrinya? Aku hampir lupa kalau Mas Rangga adalah karyawan Mas Alan. Tentu saja dia beserta keluarganya pun menghadiri acara ini."Andira, maaf jika dulu Ibu pernah jahat sama kamu. Ibu sangat menyesal. Coba dulu Ibu tak menyia-nyiakan kamu, mungkin sampai sekarang kamu masih menjadi istri Rangga.""Maksud Ibu apa?" Istri Mas Rangga seakan tak terima mendengar ucapan sang mertua."Diam kamu! Menikahi kamu adalah kesalahan terbesar Rangga!" sungut Ibu melotot tajam. Sepertinya perangai Ibu masih seperti dulu. Inikah yang katanya menyesal? Bahkan sama menantunya pun masih seperti itu. "Bu, Mbak, sudah, tak usah ribut, ini tempat umum. Ibu tenang saja, s

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 107 Kejutan

    Bab : 107Kejutan yang membuatku terharuMas Alan menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan. "Kita akan pergi ke pesta, sayang.""Pesta?""Iya, pesta. Pesta pernikahan kita." Entah kejutan apa lagi yang akan diberikan untukku kali ini. Rasanya sudah tak bisa berkata-kata lagi dihadapannya. Bagaimana dia menyiapkan semua ini, tanpa meminta persetujuanku?"Aku sengaja memberikan kejutan untukmu, sayang. Mas yakin, pasti kamu akan senang." Mas Alan menggenggam tanganku."Tapi, kenapa harus mengadakan pesta, Mas?" tanyaku lirih. "Sayang, dengar, Mas hanya ingin menunjukkan ke semua orang bahwa Mas sudah menikah dan mempunyai istri secantik kamu. Memangnya kamu mau, karyawan Mas di kantor menganggap Mas masih single?" ucapnya dengan menggenggam jari ini.Senyumku mengembang mendengar penuturannya. Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta padamu, Mas. Sungguh, hati ini selalu sejuk dengan segala tingkah manismu. Bahkan berkali-kali kamu selalu membuatku jatuh cinta."Makasih banyak, Mas.

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 106. Malam Pertama

    Bab : 106Malam pertama yang indah."Terus gimana, Bunda? Apakah setelah itu sang pengembaranya ketakutan?" tanya Riana yang sudah menguap beberapa kali."Awalnya memang ketakutan, Sayang. Lalu tak lama ada seseorang yang datang menyelamatkannya. Tentu sang pengembara itu sangat senang mendapat bantuan. Hingga akhirnya sang pengembara menemukan temannya yang tengah tersesat. Pastilah teman sang pengembara senang, karena telah bertemu dengan teman seperjuangan." Aku menutup buku setelah membacakan dongeng pada anak gadisku. Dan ternyata Riana sudah pulas dengan memeluk guling kesayangannya.Setelah menaruh buku di meja, kukecup sejenak kening Riana yang baru saja memejamkan mata. 'Sungguh, Bunda menyayangimu, Sayang, walaupun kamu bukan terlahir dari rahim Bunda. Tapi Bunda akan berusaha menjadi Bunda yang baik untukmu." Batinku, sembari menata selimut agar nyaman dengan tidurnya.Aku mulai beranjak dari kamar Riana setelah memastikan ia tertidur dengan nyaman. Waktupun sudah menunjukk

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 105 Badai Orang Ketiga

    Bab : 105Badai orang ketigaDreett … dreett ….Kami yang tengah bercengkrama berdua, terkejut mendengar ponsel Mas Alan berdering. Siapa yang menelpon? Bukannya Mas Alan sedang mengambil cuti? Penasaran, aku pun ingin beranjak mengambil ponsel yang masih tergeletak tersebut, namun Mas Alan menghalangiku."Biar Mas yang ngambil, Sayang. Ganggu aja, siapa sih yang nelpon?" gerutunya, sembari melangkah mengambil ponsel."Bu Puspita, Sayang," ucapnya ragu.Dahiku mengernyit, untuk apa Bu Puspita menelpon? "Angkat aja, Mas!" ujarku. Karena aku sendiri penasaran dengan maunya Bu Puspita kali ini. "Assalamualaikum, Bu," jawab Mas Alan setelah mengangkat telepon. Sejenak, Mas Alan terdiam dengan masih menggenggam ponselnya. Entah apa yang dibicarakan oleh Bu Puspita, aku tak mendengarnya. Lebih baik aku menunggu disini saja."Maaf, Bu, saya tidak bisa. Saya sedang bersama istri saya!" Suara Mas Alan terdengar pelan, namun tegas.Aku meneguk ludah kuat. Kenapa Bu Puspita masih saja menggang

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   SEASON 2 BAB 104

    Bab : 104Kamu sempurna di mataku, Mas,Duh, Mas, meleleh hatiku melihat sikapmu seperti ini. Biarlah dikata seperti anak abege yang baru mengenal cinta. Nyatanya hatiku sedang berbunga-bunga melihat sikap manisnya. Sedangkan Yulia terlihat sangat kesal, tatapan matanya tajam ke arahku seakan mau menerkam."Hari ini adalah hari bahagia mereka, Bu, tolong jangan rusak momen indah mereka. Andira sekarang sudah menjadi menantu saya, tanpa mengurangi rasa sayang kami terhadap Renata yang sudah bahagia di alam sana. Jika Ibu ingin dihargai, tolong hargai kami disini!" Suara Mama pelan, namun menusuk. Menusuk bagi yang berpikir, tapi entah jika bagi Bu Puspita. Namun melihat raut wajah Bu Puspita, sepertinya mati kutu. Nyatanya tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mulutnya seperti terkunci."Bukan begitu, Bu, saya hanya ingin memberitahu pada Andira, itu saja!" Kilah Bu Puspita pelan."Andira pasti paham, Bu. Iya kan, Sayang?" Mas Alan mengedipkan mata ke arah ku."Tentu saja, Sayang. Sebaga

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 103. Menyejukkan Hati

    Bab : 103.Dia yang selalu menyejukkan hati.Aku bernafas lega setelah mobil sudah terparkir manis di depan rumah. Perjalanan panjang ini terasa lebih menyenangkan karena seseorang yang berada disampingku."Sudah sampai rumah, Sayang." Mas Alan melepas seatbelt yang masih menempel di tubuhnya."Iya, Mas. Udah malam ternyata." ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sudah menunjukkan angka 20,00. Aku keluar dengan Mbak Tuti yang menggendong Kania. Dan ternyata Kania pun sudah tertidur pulas. Sedangkan Mas Alan berjalan beriringan denganku sampai kami masuk ke dalam rumah."Duh, menantu Mama baru nyampe rumah." ujar Mama menyambutku."Assalamualaikum, Ma," ucapku dengan mencium takzim tangannya."Waalaikumsalam, Sayang. Pasti capek baru pulang. Istirahat dulu, nanti kita makan malam bareng!" ujar Mama."Ayo sayang!" Mas Alan mengajakku beristirahat sejenak. Aku pun mengikuti langkahnya dengan tangan ini tak lepas dari genggamannya.Mas Alan melepas sweaternya setelah kami masu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status