"Bagaimana, Bu Sisca? Apa Anda yakin ingin melaporkan saya ke Polisi dengan tuduhan tanpa bukti seperti itu? Saya tunggu laporan Anda," tantang Dokter Lucky sambil tersenyum kecil.
Ia menatap wajah Sisca yang pucat. Wanita itu hanya diam, kehabisan kata-kata mendengar tantangan sang Dokter. Bukan Lucky yang takut, justru malah sebaliknya ... nyali Sisca menciut. Dokter Lucky menghela napas panjang, masih menyunggingkan senyuman manis dengan kedua tangan bertumpu di atas meja sambil menopang dagunya. Ia menatap Sisca tanpa berkedip. Entah mengapa, semakin ditatap wajah Sisca terlihat semakin cantik dan memesona. Beruntung laki-laki seperti Barta memiliki istri spek bidadari seperti Sisca, pikir Lucky. "Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai Dokter. Tidak ada yang salah dengan hal itu," lanjut Lucky. Wanita yang terus ditatap Dokter tampan itu, menarik napas panjang. Sadar apa yang dilakukan akan menjadi bumerang untuk rumah tangganya. Kalau dia menuruti ego, bukan tidak mungkin Barta akan marah besar karena semua orang pasti tahu penyakit suaminya. "Saya cuma mau balikin obat ini, kok jadi nyerempet kemana-mana sih, Dok?" kata Sisca sambil menunjuk obat di atas meja. "Tolong ambil lagi obat itu, Dok! Saya dan suami saya ngga butuh obat itu. Dan kembalikan uang suami saya!" Lucky menggeleng pelan. "Maaf sebelumnya Bu Sisca. Obat kuat ini saya beli langsung dari Amerika. Pembelian obat kuat ini juga tidak sembarangan. Suami Anda pasti sudah menjelaskan semuanya pada Anda. Sebelum Dokter Barta menyetujui pembelian, dia sudah menandatangani beberapa berkas persetujuan yang sah." Sisca mendengus kesal. Jujur, dia kurang paham dengan perjanjian dan persetujuan seperti itu, tapi kalau dia kalah, bukan Ras Terkuat di Bumi namanya. "Pokoknya saya mau obatnya Dokter ambil dan uang dari suami saya dikembalikan!" tegas Sisca dengan tatapan mata tajam. Lucky tersenyum simpul sambil menggeleng. "Maaf, tapi tidak bisa Bu Sisca. Obat tersebut dibeli langsung dari Amerika. Kalau Anda ingin mengembalikannya atau membatalkan pembelian, Anda bisa mengirim obat itu ke Dokter yang bersangkutan di rumah sakit Amerika." Kedua mata Sisca membulat. "Ribet amat Dok! Saya 'kan cuma pengen uang suami saya kembali. Dokter bisa jual obat itu ke orang lain. Kenapa jadi ribet begitu? Pake bawa-bawa Amerika segala." Jiwa udiknya menyala mendengar nama negara maju disebut-sebut. Lucky bergeming, masih menatap Sisca yang sedari tadi marah-marah padanya. Meskipun marah dengan mata melotot, tapi wanita itu tetap terlihat cantik. "Kalau uangnya ngga bisa dibalikin utuh, potong aja sepuluh persen! Kembalikan uang suami saya dan bawa obat itu!" lanjut Sisca. "Percuma juga obat itu ada di suami saya, dia ngga akan minum obatnya!" Lucky masih bergeming, tak menanggapi permintaan Sisca, karena penjualan obat tersebut sudah disepakati kedua belah pihak. Apalagi Barta sudah menandatangani berkas-berkas persetujuan. Ia hanya mengikuti prosedur yang berlaku. Yang dia lakukan sama sekali tidak melanggar aturan apapun, itu sebabnya sejak tadi wajah Lucky terlihat tenang. "Gimana, Dok? Mau 'kan Anda mengembalikan uang milik suami saya? Uang itu uang tabungan suami saya, Dok!" lanjut Sisca. Sekian menit hanya diam membisu, Lucky mengatakan, "Kedatangan Anda ke sini, apa sudah mendapatkan ijin dari suami Anda?" Deg! Sisca menelan saliva keras. Mendengar pertanyaan itu, ia langsung menundukkan kepala. "Jika sudah, tolong beritahu suami Anda untuk datang ke tempat praktek saya. Kita bicarakan lagi soal pembelian obat itu. Saya tunggu kedatangan suami Anda sore ini," lanjut Lucky. Sisca mendadak gugup. Bagaimana caranya memberitahu sang suami soal kedatangannya ke tempat praktek Lucky? Semalam Barta jelas-jelas melarang untuk datang ke praktek itu dan membahas soal obat kuat lagi. "Saya rasa pembahasan kita cukup sampai di sini. Jika Anda ingin mendapatkan penjelasan tentang hal lain, boleh tanyakan sekarang," senyum Lucky. Sisca membuang napas kasar. "Ribet banget sih! Cuma minta hak suami saya aja dipersulit seperti ini! Lihat aja nanti, saya pastikan hidup Dokter ngga akan bahagia, karena Dokter makan duit hasil kerja keras suami saya!" Selesai melampiaskan emosi, Sisca memutar tubuh dengan kasar lalu melangkah cepat keluar dari ruangan Lucky. Bank! Suara pintu yang dibanting oleh Sisca, membuat Lucky terhenyak kaget. Dokter tampan berstatus duda anak satu itu, tersenyum sambil menggeleng pelan. "Ada-ada saja," katanya, kembali membuka lembaran catatan medis pasien yang tergeletak di atas meja. Sambil membaca catatan medis para pasien, Lucky membayangkan wajah cantik Sisca saat marah-marah tadi. "Dua tahun menikah, tapi belum pernah disentuh? Artinya dia masih perawan?" gumam sang Dokter sambil mengusap bulu-bulu halus di bawah bibir.Barta terhenyak kaget mendengar ucapan Dokter Lucky soal 'Ganti Wanita?'Gila! Tidak mungkin Barta mau mengkhianati pernikahannya dengan Sisca_wanita yang dia cintai setengah mati. Bahkan dia sangat menggilai wanita itu."Anda gila, Dok!" Barta tertawa getir. Menolak keras usul Dokter Lucky yang menurutnya sudah di luar akal sehat. Lucky tersenyum kecil. Satu tangannya menarik map merah di atas meja lalu memasukan ke dalam laci."Hanya metode itu yang kemungkinan akan berhasil tanpa efek samping berbahaya. Kemungkinan taruhannya hanya jika Istri Anda tahu, dia pasti meminta cerai."Barta tersenyum kecut. "Saya tidak akan mau mencoba pengobatan seperti itu! Saya tidak akan mau mengkhianati Istri saya!"Lucky mengangguk paham. "Saya mengerti dan saya tidak akan memaksa, meskipun banyak laki-laki yang memiliki masalah seperti Anda, melakukan pengobatan seperti itu dan rata-rata berhasil. Kemungkinan berhasil jauh lebih be
Sisca menunggu balasan chat dari Dokter Lucky, namun pesannya hanya dibaca, tidak dibalas.Kesal! Sisca menghubungi nomor ponsel itu, namun tidak diangkat oleh sang Dokter. "Darimana dia tahu nomor hape aku?" gumam Sisca mengingat-ingat.Sekian menit berdiri di depan pintu rumah sambil mengingat tentang nomor ponselnya, Sisca mengingat darimana Dokter Lucky mendapatkan nomor ponselnya.Saat berbicara dengan petugas resepsionis di tempat praktek tadi, ia diminta untuk menuliskan nomor ponsel dan data diri. "Apa maksudnya ngirim chat itu?" Sisca membaca kembali pesan yang dikirim oleh Dokter Lucky.Beberapa kali ia baca, tetap saja tidak menemukan jawaban kenapa Lucky mengatakan itu.Malas meladeni kegilaan Dokter Lucky, Sisca mengabaikan pesan tersebut lalu masuk ke dalam rumah.Dring! Suara ponselnya berdering, Sisca menerima telepon itu tanpa melihat siapa yang menghubungi. "Mau
Wajah Sisca terlihat ketakutan, tapi penasaran. Ia pun menguping pembicaraan suaminya dengan Dokter Lucky."Halo. Selamat siang Dokter, ada apa menghubungi saya di jam makan siang?" tanya Barta dengan nada ramah. "Selamat siang Dokter Barta, maaf menggangu waktu makan siang Anda. Kalau boleh tahu, apa Anda punya waktu untuk menemui saya sore ini?"Barta mengangkat kedua alisnya. Pandang matanya beralih pada jam di atas dasbor mobil. Biasanya dia pulang pukul lima sore, kalau tidak lembur. Jika hari ini dia diminta lembur, kemungkinan jam pulangnya lebih malam."Bagaimana Dok? Bisa?" tanya Dokter Lucky, menunggu jawaban. "Hmm, kalau sore sekitar jam berapa ya Dok?" tanya Barta. Seingatnya, praktek Dokter Lucky tutup jam lima sore. "Jam empat, atau jam lima pas, bisa Dok?" Barta menggaruk alis yang tidak gatal. "Kalau jam empat saya tidak bisa Dokter. Kalau jam lima pas juga sepertinya tidak bisa karena saya pulang sekitar jam lima sore.""Oh begitu, oke .... ""Maaf sebelumnya, Do
Selesai marah-marah di tempat praktek Dokter Lucky. Sisca melanjutkan perjalanan menggunakan mobil hadiah sang suami, menuju rumah sakit.Selama dua tahun menikah, entah barang apa yang tidak dibelikan oleh Barta untuk hadiah anniversary dan ulang tahun. Semua Sisca dapatkan, meskipun harganya tidak semahal barang-barang milik Istri Pejabat. Namun, mendapatkan apresiasi seperti itu sudah cukup membuat Sisca merasa beruntung memiliki suami sebaik Barta. Dari semua kelebihan Barta, hanya satu kekurangan lelaki tampan itu, penyakit reproduksi."Mas, aku udah ada di parkiran. Aku bawa makan siang untuk kamu," ucap Sisca di dalam telepon."Makasih By, aku jemput kamu di parkiran ya. Jangan turun dari mobil dulu. Cuaca hari ini panas, nanti kulit kamu rusak.""Apaan sih Mas! Lebay banget. Kamu lupa ya kalau aku ini cuma gadis Desa yang kebetulan dinikahin sama Dokter dari Kota? Jangan berlebihan deh, biasanya di kampung, jam segini tuh aku nyuci baju di sungai."Barta terkekeh pelan. "Itu
"Bagaimana, Bu Sisca? Apa Anda yakin ingin melaporkan saya ke Polisi dengan tuduhan tanpa bukti seperti itu? Saya tunggu laporan Anda," tantang Dokter Lucky sambil tersenyum kecil. Ia menatap wajah Sisca yang pucat. Wanita itu hanya diam, kehabisan kata-kata mendengar tantangan sang Dokter.Bukan Lucky yang takut, justru malah sebaliknya ... nyali Sisca menciut.Dokter Lucky menghela napas panjang, masih menyunggingkan senyuman manis dengan kedua tangan bertumpu di atas meja sambil menopang dagunya.Ia menatap Sisca tanpa berkedip. Entah mengapa, semakin ditatap wajah Sisca terlihat semakin cantik dan memesona. Beruntung laki-laki seperti Barta memiliki istri spek bidadari seperti Sisca, pikir Lucky."Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai Dokter. Tidak ada yang salah dengan hal itu," lanjut Lucky.Wanita yang terus ditatap Dokter tampan itu, menarik napas panjang. Sadar apa yang dilakukan akan menjadi bumerang untuk rumah tangganya.Kalau dia menuruti ego, bukan tidak mungkin Ba
Seperti keinginan sebelumnya, Sisca akan mengambil uang itu dari Dokter Lucky. Berbekal alamat yang dia dapat dari amplop berisi kertas persetujuan, Sisca mendatangi praktek Dokter andrologi itu. Sebenarnya Dokter Lucky sudah dua tahun ini menangani Barta, tepatnya setelah Barta menikahi Sisca. Biasanya obat dari Lucky tidak terlalu mahal dan tidak memiliki efek samping yang berat sampai kematian. Namun sekarang, obat yang diberikan justru membuat Sisca overthinking, takut suaminya pindah alam. "Maaf Bu, Anda sedang mencari siapa?" tanya petugas resepsionis pada Sisca yang datang di jam makan siang.Ya, sebelum mengantar makan siang untuk suaminya di rumah sakit umum, Sisca menyempatkan diri datang ke tempat praktek Dokter Lucky. Biasanya Barta hanya datang seorang diri, dengan alasan pasien di sana hanya laki-laki. Takut Sisca menjadi pusat perhatian. "Saya ingin bertemu dengan Dokter Lucky! Saya Istri dari salah satu pasien Dokter penipu itu!" kata Sisca dengan nada angkuh dan