Share

[2] Kang Pijitnya Vero

Katanya jatuh cinta itu indah. Tapi buat Vero jatuh cinta itu nggak ada manis-manisnya.

Manis aja nggak ada apa lagi indah kan?! Sumpah yang bilang indah pengen Vero sleding tekel itu otaknya biar waras dikit.

Vero menghembuskan nafas. Merasa lelah dengan kehidupan jomblonya selama ini. "Ck!" decaknya dengan jemari meremas botol air mineral hasil dari dia ngutang di warung Mak Darmi barusan.

Please! Nggak usah kepo Mak Darmi itu yang mana dan siapa. Vero kasih tahu aja biar kalian nggak sampai kebawa ke alam mimpi. Nggak lucu banget kalau Pangeran Husodo harus bersaing dengan ibu-ibu gendut berambut keriting, ikal lagi. Haduh! Nggak level Cuy! Mending kalian mimpiin Vero aja wahai Netizen Indonesia.

Nah Mak Darmi itu yang punya kelontong di kantin kampus. Baik hati dan tidak sombong. Makanya Vero dikasih hutang. Paling baik lagi, nggak pake bunga-bungaan macam rentenir. Bayarnya pas sesuai dengan barang yang dia ambil selama ini. Tenor bisa diperpanjang lagi sampai semampunya bayar.

Tjakep-kan?

"Mak itu Nenek Lampir belum ke sini apa mencret lagi dia sih?" tanya Vero sambil menyandarkan tubuh dilemari pendingin toko Mak Darmi.

Mak Darmi menggelengkan kepalanya melihat tingkah Vero yang menurut wanita itu selalu ada-ada saja.

Biasanya nih ya kalau Vero ngutang ke Mak Darmi, di situ ada gadis yang mulutnya merepet kaya petasan banting. Tapi kok dari tadi dia sama sekali nggak lihat ada tanda-tanda itu gadis masih hidup ya?! Nggak habis thinking Vero jadinya. Jangan-jangan mencret beneran lagi. Dia kan asal jeplak aja tadi.

"Kan udah pulang Mas Vero. Mbaknya yang cakep itu kan, yang... "

"Nggak cakep Mak, enggak! Biasa aja. Please! Mak Darmi nggak usah alay." ujar Vero memotong perkataan Mak Darmi dengan lima jemari tangannya yang melambai di udara. Vero nggak terima kalau sampai cewek yang satu perguruan dengan Mak lampir itu dibilang cakep.

"Nggak cakep kok dicariin Mas?! Mas Vero bisa aja deh ngelesnya.." kekeh Mak Darmi menggoda Vero.

"Ck! Saya kasihan Mak Dar. siapa tahu selama ini dia enggak ada yang nyariin makanya saya dengan rendah hati nyari-nyari dia." elak Vero. Vero merogoh kantong saku di celananya. Diambilnya uang pecahan lima ribuan.

"Nih Mak.. Sama bayar air mineral yang kemaren ya." ujar Vero menyerahkan dua lembar lima ribuan ke Mak Darmi.

"Nggak jadi ngutang Mas?" tanya Mak Darmi heran. Pasalnya tadi Vero datang-datang berteriak ingin meminta sumbangan hutang. Dompetnya sedang datang bulan katanya. Ngambek.

Vero menggelengkan kepala, "nggak jadi.. Nggak ada si Stefany Mak. Kalau ntar dia beli rokok di sini, Mak bilang ya, Saya ngutang gitu tadi. Biar dia cariin Saya, nagihin buat Mak. Oke?!"

Mak Darmi tentu saja terbahak mendengar perkataan Vero. Ternyata modus sering ngutang di tempatnya itu karena gadis bernama Stefany. Pantas saja ngutang meski anak orang kaya.

"Iya deh Mas, iya! Nanti Saya bilang Mas Vero utangnya banyak di sini. Saya harus pura-pura Mas nunggak segala nggak dari tahun kemaren?!"

"Sip, sip Mak. Gitu juga bisa. Bilang aja Mak mau bangkrut biar sekalian dia dateng ke rumah Saya Mak. Biar ntar Saya bilang ke Daddy Saya, dia mau lamar jadi istri Saya."

Plaakkk...

"Mimpi aja digedein lo, Ver!!"

Vero memandang sengit anak laki-laki yang memukul kepalanya. Meski tidak keras, tapi otaknya yang ringkih ada di dalam. Vero takut kalau nanti itu otak geser satu mili, bisa bego nanti dia. Kan dia tugasnya berat di masa depan. Harus jalanin semua perusahan Daddy-nya yang banyak itu.

"Justine anaknya Bapak Michell yang nggak lebih kaya dari Daddy gue!" hardik Vero memandang Justine sengit, "Ini otak gue sensitif, jadi jangan main geplak-geplak kepala gue." amuk Vero membuat Justine terkekeh.

"Makanya Vallery buat gue, ntar lo gue sianida. Kan harta Daddy lo, jatohnya ke Valley. Nah Valley kan sama gue, jadi Papi gue ntar kaya raya juga. Lonya di alam baka.."

Jueedaaaaaaggg...

"Oh My God, Oh Mama, Oh Papa, Oh Mamamia. Sialan lo Ver. Sakit kaki gue setan!" amuk Justine karena Vero menendang tulang kakinya.

"Valley?! Buat lo?! Urusin tuh biji cabe, kedondong, alpukat. Eh apa lagi ya?!" kata Vero menimbang-nimbang kata-kata apa yang akan dia ucapkan untuk memarahi Justine.

"Kesemek, sama mengkudu."

"Iya, kesemek, mengkudu juga." kata Vero mengikuti saran dari suara yang ia yakin sangat mengenal siapa gadis pemilik suara itu.

"Wei, tukang pijet gue. Kata Mak Darmi udah pulang?" tanya Vero sembari mengedipkan mata berulang kali ke arah Stefany.

"Kenapa lo? Cacingan? Matanya ngedip-ngedip?" Stefany bergidik membuat Justine tertawa karena seseorang mengatai Vero. Untuk semua orang, melihat Vero teraniaya adalah hal langka yang sangat menyenangkan.

"Minggat ah gue! Kayaknya perang dunia mau mulai nih. Mak Dar yang sabar ya... Nanti kalau warungnya rata tinggal kirim tagihan aja ke Daddy Husodo Mak. " kata Justine menggoda Verol. Lelaki yang menaruh hati pada adik Vero itu berlalu pergi. Ia malas ikut kegilaan Vero. Apalagi gilanya ke Stefany. Hih!

"Stef, kacamata item lo kemana?" tanya Vero mendekati Stefany. Mumpung yang ditunggu-tunggu datang. Nggak mungkin dong melewatkan kesempatan.

"Gue gadein di pegadaian. Lumayan buat makan sehari-hari. Anak kos maklum." jawab Stefany asal jeplak.

"Lah uang bulanan yang gue kasih kurang? Lima milyar kemaren lo buat apaan aja sih Stef?"

Mak Darmi menggelengkan kepala mendengar dua anak manusia yang sepengetahuannya itu selalu bertengkar. Untung-untung kalau bertengkar masih normal. Tapi kalau isi percakapannya nggak masuk akal seperti sekarang ini, Mak Darmi pengen cepet-cepet tutup usia aja. Eh tutup warung. Pusing euy! Sampai salah sebut kan jadinya.

"Gue buat beli persediaan pembalut lima miliar lo, kenapa? Balikin pembalut-nya ke lo?" sinis Stefany mengepalkan tangan. Geram juga lama-lama. Lima milyar dari Hongkong? Seribu rupiah aja belum pernah ngasih.

"Hehe... Nggak usah Stef. Ikhlas gue dah. Pake aja itu pembalutnya." kekeh Vero mendaratkan jemarinya di atas rambut Stefany. "Btw, lo gade dimana kaca mata lo?"

"Kenapa mau tebusin?" tanya Stefany. Rasanya Stefany ingin mematahkan tulang rusuk Vero karena berani-beraninya anak itu menjamah tubuhnya.

"Iya mau gue tebusin. Dimana?! Apa perlu gue beliin baru aja?!"

"Oke."

Bughhh...

"Tebusin ya, di rumah sakit. Sekalian dah lo berobat sono." sengit Stefany setelah kembali mendaratkan kaki di bagian terpenting dari tubuh Vero.

"Tukang pijit, Sialan! Angry bird gue, Stefffffff!" jerit Vero dengan muka merah padam. Vero tak menyangka Stefany begitu menggilai Angry Bird miliknya sampai-sampai selalu mengincar barang keramat itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status