Sialan! Sakit banget. Emang nggak berperi keburungan itu si Stefany. Gue burungin juga kapok deh tuh cewek, gerutu Vero dalam hati saat memasuki halaman rumah orang tuanya. Kekejaman Stefany yang menendang barang keramat milik Vero masih meninggalkan ngilu yang teramat di selangkangan anak lelaki Ray Husodo itu.
Vallery menghentikan langkah kaki saat melihat sang kakak yang berjalan tertatih, belum lagi kakak satu-satunya itu dibantu oleh Axel, Kakak sepupu dari pihak sang Mamah.
"Abang Axe, itu Bang Vero kenapa?" tanya Vallery yang masih mengenakan seragam putih abu-abu.
"Eh, mundur. Tutupin pintu mobil Abang." titah Vero, membuat Vallery mendengus sebal. Selalu saja bersikap seperti bos, mentang-mentang anak laki-laki pertama dan satu-satunya. Lagian kenapa dirinya punya kakak macam Vero, kenapa nggak Justine aja yang selalu lembut padanya.
Brakkk...
"Lamboooorrrrrr gueeeeeee." teriak Vero histeris membuat sang Mama keluar dari rumah guna melihat kehebohan apa lagi yang anak laki-lakinya ciptakan kali ini.
"Verooo kamu apa-apaan sih? Kenapa teriak-teriak ini bukan hutan!" Omel Mellia sang Mommy dengan mata setajam, S-I-L-E-T.
Vero mendengus sebal, wanita dan sekutunya. Para lelaki pasti akan kalah termasuk ia dan sang Daddy. Terkadang Vero ingin berubah saja jadi power ranger pink, biar ia memiliki kekuatan super woman seperti Mommy dan Vallery. Sayangnya dia sudah jatuh cinta pada hewan unggas yang menggemaskan di salah satu platform games.
"Mommy, mobil Vero teraniaya. Vero nggak mau tahu. Mommy harus gantiin sama yang warnanya kuning." Axel yang mendengar itu tentu saja memutar bola mata. Vero dan segala keinginannya adalah titah yang harus semua orang basmi.
"Beli sana, duit Daddy-Mu banyak. Tapi habis itu jauh-jauh dari kartu keluarga."
"Oh.. Nooooo Mommy, Vero nggak mau kuning. Pink aja kalau gitu." jeritan Vero dibarengi dengan suara gedebuk yang berasal dari tubuhnya karena Axel menjatuhkannya hingga oleng dan mendarat ke atas lantai.
Brukkk....
"Abaaaang Axeeeelll." teriak Vero murka.
"Lah, begini panggil Bang. Coba kalau nggak ada Tante Mell. Xel.. Xel doang nggak ada manner sama sekali. Kesel gue lama-lama." dengus Axel melihat kelakuan laki-laki yang katanya pangeran Husodo itu. Mimpi apa punya sepupu alay nggak sembuh-sembuh macam Vero. Sekalian aja Axel gerutu biar Tantenya tahu kelakuan Vero.
"Udah tinggal aja. Kalau Daddy-nya pulang liat dia ngepel lantai begini paling besok dia jadi gembel." ajak Mellia merangkul lengan Axel. Vallery sang adik tentu saja menganggukkan kepala setuju pada perkataan sang Mommy.
Cup..
Vallery merunduk, memberikan ciuman di atas kening Vero sedikit lama sebelum menyampaikan amanat pada sang Kakak.
"Abang kalau udah jadi gembel lupain Valley ya. Valley soalnya nggak mau deket-deket Abang yang bau tempat sampah nanti." ujar Vallery membelai-belai rambut Vero, siapa tahu ini kesempatan terakhir Vallery bisa menyentuh sang kakak.
"Bye Abang." kikik Vallery lalu melangkah riang ke dalam rumah, mengikut jejak Mommy dan Kakak sepupunya.
"Mommy durkahaaaa! Abang kutuaaak jadi cantik. MOMMYYYYY!" kesal Vero karena ditinggalkan oleh Mommynya yang terkenal kejam.
"Mommyyy, huwaaaaaa! Moooooooom!" Vero lalu membuat drama hingga menyebabkan kehebohan luar biasa. Anak itu terus menjerit bahkan sedikit-sedikit berteriak mengatai semua orang. Dan hal tersebut berlangsung sampai matahari terbenam kembali terbit.
“Vero nggak sarapan dulu?” tanya Ray.
“Nggak mau.. Nanti Abang diracun Mommy. Bye!!”
***
Kacamata ✓
Dompet ✓
Mobil ✓
Pacar?
"Huaaaaaa, Stef jadi pacar gueee mauuuu?" teriak Vero tak sadar kondisi sekarang ia ada dimana.
"Alvero Hanantio Husodo, mimpi siang bolong lagi kamu?"
Seluruh isi kelas mata kuliahnya kali ini tentu saja terbahak mendengar pertanyaan pelan dari dosen mereka. Seluruh mata terfokus pada sosok pangeran Husodo yang baru saja tadi berteriak untuk meminta seorang gadis menjadi pacarnya.
"Ya Allah, Ibu Saya mimpi lagi ya? Duh, padahal biasanya saya nggak pernah mimpi loh, Bu. Kok aneh ya?" Vero menggaruk kepala yang tidak gatal. Axel disamping Vero menggelengkan kepala, ada saja kelakuan sepupunya itu. Setelah tiga bulan lalu ditolak oleh Stefany, ada saja kegilaan yang dilakukan oleh Vero.
"Jalan keluar kelas masih hapal nggak? Kalau nggak Saya tuntun deh, kan pas kamu udah pake kacamata item gitu di kelas Saya."
"Canda nih ibu, kacamata mahal nih Bu." kekeh Vero.
Vero yang tadinya terkekeh, berhenti seketika menggoda dosen yang cantiknya sebelas-dua belas dengan tokoh model Asia itu; Kalau dilihatnya pakai kacamata hitam. Tenang-tenang, jangan pada piuuuiit dulu. Kakinya tiba-tiba saja berdiri tegak, saat melihat sosok yang tiga bulan ini membuat hidupnya teraniaya. Karena siang-malam memikirkan gadis tersebut tanpa henti, hampir aja otaknya gosong kalau nggak disiram air tiap pagi sama sang Mommy.
"Ibu, Vero ijin ya. Masa depan Vero lewat, bilang sama Daddy kalau telepon Ibu, bilang aja Vero tadi belajarnya udah bener. Oke, Bu." Axel menghembuskan nafas, saat adik sepupunya itu berlari keluar kelas dengan meneriakan nama Stefany.
"Stef, Stefaaannnyyyy. Masa depan Ab.." ucapan Vero terhenti saat melihat Stefany yang melayangkan tangan guna mengambil sepotong coklat yang diberikan oleh adik junior mereka.
"Heh, lo anaknya tukang oncom, jangan berani-berani deketin Stefany gue ya. Kalau nggak mau muka lo gue buat gradakan kaya oncom!" amuk Vero berjalan mendekat ke arah Stefany yang sudah mendelik marah.
Gimana mau nggak marah. Tiga bulan ini, anak yang katanya incaran kaum hawa di kampusnya itu bertingkah sangat-sangat menyebalkan. Entah itu mengikutinya sampai ke kos-kosan atau tiba-tiba saja datang membelikan seluruh anak kosan makanan. Lebih heboh lagi anak itu menangis di depan kamar karena ia menolak pernyataan cinta anak itu tiga bulan lalu. Setelah itu Stefany bagaikan hidup di neraka karena selalu diikuti oleh jelmaan tapir satu itu.
Please, Vany nggak bisa diginiin, batinnya.
"Nggak usah di dengerin, gue suka coklat kok. Makasih ya." ujar Stefany mengambil coklat dari tangan adik juniornya.
Mata Vero membulat. Kemarin Vero mau nyogok pake coklat, alesannya kalau makan coklat Stefany mencret, terus apa-apaan adegan di depannya ini? Pendustaan macam apa yang dilakukan padanya kali ini?
"Hiaaaaaa." teriak Vero sambil melompat mengambil paksa coklat ditangan Stefany, "ini murah Sayang, belinya di minimarket. Nanti ikut aku, kita beli di supermarket. Kamu beli yang mahal sekalian. Duit Babang nggak akan abis serinya buat kamu."
"Heh! Cacing Afrika, bisa diem nggak sih!" sentak Stefany garang membuat Vero mundur memeluk adik junior yang seharusnya menjadi musuhnya dalam memperebutkan Stefany-nya.
"Ayang, galak ngets!" ujar Vero menatap horor Stefany yang mengacakkan tangannya dipinggang.
"Siniin coklat gue!" pinta Stefany membuat Vero menggelengkan kepalanya.
"Vero, jangan kabur lo. Siniin coklat gue. Veroooooooo." teriak Stefany kencang saat Vero berlari menghindarinya.
"Ayang, Ayaaaang. Jangan mam yang ini, nanti Vero beliin sepabriknya kalau perlu. Ayang, jangan lari-lari Vero takut." ujar Vero kencang berlari menghindari Stefany yang murka dan mengejar langkah kakinya.
"Vero, balikin coklat gue!"
"Aaaaaaaaaaaaaaa." teriak Vero sembari memakan coklat batang itu cepat, agar Stefany tidak memakan coklat pemberian orang lain.
"Heh! Heh! Muntahin nggak cokelat gue! Muntahin, muntahin!"
"Uhuk... Uhukk!"
"MUNTAHIN IBAB!"
"Hoekkk."Sampai dirumah sakit pun Vero masih memuntahkan makanannya dari dalam perut. Ini semua efek Stefany yang tadi terus memukul punggung belakangnya. Gila sadis juga itu cewek, batin Vero."Ayang, bantuin. Perut aku masih nggak enak ini." Vero berteriak dari dalam kamar mandi ruang inapnya."Hoekk.""Iyuh, lo jangan kenceng-kenceng. Alay tahu nggak! Kaya dibuat-buat muntah aja!" kesal Stefany. Meski begitu, Stefany tetap melangkahkan kakinya menuju wastafel yang ada di kamar mandi, disana ada Vero yang menelungkupkan kepala di lingkaran wastafel."Mau muntah lagi nggak?" tanya Stefany galak, Vero menggelengkan kepala lemah. Takut kalau-kalau lagi muntah malah ditoyor kepalanya oleh Stefany. "Bantuin ke kasur Ayang." Vero merengek, menarik-narik kemeja Stefany. Tubuhnya ia sandarkan ke wastafel untuk mendukung akting lemah dihadapan gadis yang ia sukai.Sabar Stef, sabar! Jangan sampai masuk penjara karena ancaman pangeran kodok ini, rapal Stefany yang sebenarnya ingin sekali m
Alvero Husodo sedang melancarkan aksi ngambek pada kedua orang tuanya. Hal ini disebabkan karena Ray Husodo- sang daddy yang bertindak plin-plan. Laki-laki itu sekarang telah menjadi penghianat pertama di segala bangsa yang Vero ketahui. Ray mulai mendaftarkan diri jadi pengikut setia Mellia yang menolak untuk mendukung dirinya. Alhasil kini Vero memutuskan kabur saja dari rumah. Ia berdiam di dalam apartemen yang Ray belikan.“Sepi nggak ada Daddy..” keluh Vero. Biasanya jika malam tiba ia akan merangsek ke tubuh sang daddy. Menjahili laki-laki itu karena tidak ada agenda main dengan Axel dan Justine.Malam semakin larut tapi Vero sama sekali tak bisa memejamkan matanya. Anak pertama pasangan Raynald dan Mellia Husodo itu masih memikirkan kesialan yang ia dapat. Andai sang daddy tak menyuruh dirinya pulang, ia pasti sedang bermesraan dengan Stefany saat ini. “Ah! Padahal tadi gue diajakin masuk ke kamar dia loh!” kesal Vero. Semua itu gagal akibat panggilan Lord Husodo. Coba saja dad
Banyak hal yang tidak semua orang tahu tentang Vero, termasuk sifat posesifnya yang menurun dari sang daddy. Vero memang layaknya laki-laki lain yang akan menyimpan tambatan hati untuk dirinya sendiri. Ia tak akan rela jika gadis itu, gadis pujaannya, dikagumi oleh manusia-manusia lain— meski hanya secara penampilan."Masuk!" titah Vero sembari menatap tajam Stefany. “Cepet masuk!” ulang Vero tak mau dibantah."Gue mau pulang!" sentak Stefany saat Vero terus menyuruhnya untuk masuk ke dalam unit apartemen milik laki-laki muda itu."MASUK, SEKARANG!" tubuh Stefany tersentak. Ia tak menyangka jika Vero akan berubah semenyeramkan ini. Laki-laki yang biasanya bertingkah tak punya otak itu, cukup membuat tubuh Stefany bergetar hanya karena sebuah sentakan keras."Lama!" hardik Vero lalu mendorong tubuh Stefany melewati pintu apartemennya yang telah terbuka lebar.Vero mendengus. Stefany tak kunjung meninggalkan posisinya di depan pintu. Tak mau mengambil pusing akan keterdiaman Stefany, Ve
Vero menarik nafas dalam untuk beberapa detik, sebelum mengeluarkannya secara perlahan. Ia mencoba mengumpulkan tenaga di kedua otot lengannya untuk menaikkan posisi Stefany yang terlelap dalam gendongan laki-laki itu. Dalam hati Vero mengumpat, merasakan berat badan Stefany yang ternyata cukup ampuh untuk membuat seluruh tubuhnya pegal.Kebanyakan dosa nih cewek! Makanya jangan nolak gue, biar dosa lo berkurang Stef, gerutu Vero dalam hati lalu kembali berjalan untuk melangkahkan kaki menaiki anak tangga pertama rumahnya. "Eits! Mau dibawa kemana itu anak orang, Bang?" cegah Mellia bertindak bak begal yang siap menghadang mangsa buruannya."Kamar Abang Vero, Mom." Jawab Vero menjelaskan kemana tujuan kakinya akan melangkah. Vero mengerang kala sang Mommy justru merentangkan kedua tangan seolah benar-benar niat untuk menghadang dirinya."Mom, ini berat. Awas ih!” pinta Vero. Ia benar-benar nggak like sama kerjaan mommynya saat ini. Jika Stefany jatuh lalu masuk neraka, ia akan menjad
Stefany merasakan mual. Di sepanjang perjalanan, selepas mereka mendarat di Bandara Ahmad Yani Semarang dan menuju ke kota kelahirannya, Batang, Mommy Vero selalu saja melancarkan aksi tanya yang lebih dapat Stefany jelaskan sebagai interogasi dadakan. Stefany sebenarnya tak suka jika orang lain terlalu banyak mengusik privasinya. Tapi apa daya, ia tentu tak memiliki pilihan lain selain memberikan jawaban."Serem gini sih jalannya, Yang. Kamu orang ndeso ya?! Tinggalnya di hutan gini." celetuk Vero membuat sumbu amarah di otak Stefany semakin memendek. Seharian ini Stefany sudah mencoba memanjangkan sabarnya. Pasalnya tak hanya Vero, seluruh anggota keluarga laki-laki itu benar-benar menguji kewarasan."Bukan, gue Orang Utan makanya tinggalnya di hutan gini buat pulang ke rumah. Puas!" amuk Stefan ketika mobil yang mereka kendarai sedang melintasi jalanan Alas Roban. Daerah yang mereka lewati memang menyajikan pepohonan besar seperti jati dan mahoni. Terlebih kendaraan yang berlalu-l
"Ver... Lo kemaren pergi kemana?!" tanya Justine sembari memainkan ponselnya. Selain menjadi mahasiswa abadi, Justine juga calon ayah yang harus memantau kondisi terkini malaikat kecilnya. Ia tak bisa jauh-jauh dari benda pipih itu. Meleng sedikit saja istrinya yang cantik jelita pasti akan berselfie-ria, membuat seluruh kaum adam mengirimkan direct message pada akun sosial sang istri."Sibuk gue, Just! Banyak acara.." sahut Vero. Mata Vero berbinar. Justine yakin sebentar lagi pasti akan ada kekacauan yang sahabatnya itu buat."Cantik..."Nah, kan!!"Cewek!! Yuhuuu! Godain Abang dong!" goda Vero sembari memberikan cengiran kuda andalannya hingga membuat Justine menggelengkan kepala. Memang selalu ada saja kelakuan Pangeran Husodo satu itu. Sehari tidak mengganggu Stefany mungkin anak itu akan sembelit dengan perut melilit-lilit. Justine saja heran."Cewek, uhuiii. Swiuuuiiittt." Kali ini Vero bahkan sampai bersiul. Andai anak itu tahu jika apa yang ia lakukan masuk ke dalam kategori
Hais!! Seandainya Stefany boleh membunuh Vero, mungkin Stefany akan melakukan itu dan mencoba melupakan kesalahan fatal yang ia lakukan bersama Vero seminggu lalu. Hanya saja waktu tak bisa ia putar kembali demi mengembalikan apa yang telah hilang. Jujur Stefany menyesal membiarkan Vero menikmatinya seperti harimau kelaparan. Ia terlalu terbawa suasana sampai ikut lupa daratan.Laki-laki bodoh, begitulah Stefany menjuluki Vero dan segala tingkah laku tak tahu malunya. Bagaimana bisa ada orang normal sengaja mengumbar aib. Sungguh Stefany tak habis pikir. Belum lagi alasan Vero yang sungguh tak masuk diakal.Bayangkan saja, Vero menyebarkan aib mereka karena takut ditinggalkan.Takut ditinggalkan?! Tolong dicatat satu kalimat dalam dua kata itu. Sungguh tak logis sekali. Alasan yang semakin membuat Stefany meyakini jika otak Vero benar-benar halus. Tak memiliki sedikitpun urat kasar alias bodoh!"Goblok banget sih lo!" kesal Stefany. Wanita itu bahkan sampai berteriak demi menumpahkan
Suasana di kediaman Raynald Husodo mendadak ramai. Seluruh anggotanya dipaksa pulang sebelum waktunya. Vallery yang sedang menghabiskan waktu bersama teman-temannya bahkan terpaksa membatalkan janjinya, begitu pula dengan seluruh acara keluarga Stefany. Mereka diberi kabar yang cukup membuat jantungan."Saya kecewa.. Tapi mau bagaimana lagi. Semua sudah terjadi. Saya harap kamu tidak akan meninggalkan putri saya. Menyakiti dia sama saja kamu meminta saya mengambil Stefany!"Hening sesaat.Vero tidak berani melayangkan protes apalagi balasan pada peringatan yang calon mertuanya berikan. Vero tiba-tiba merasakan panas dingin di sekujur tubuhnya. Nyalinya menciut ketika melihat tatapan maut yang Papah Stefany layangkan. Perasaan euforia yang sempat menguasai diri anak itu seketika lenyap, tergantikan dengan rasa takut kalau-kalau setelah sah nanti ia justru akan dibunuh, lalu dicincang menjadi potongan kecil untuk santapan para piranha peliharaan tetangganya.Hiii! Amit-amit! Masa baru s