Share

[3] Ayang Galak Ngets!

Sialan! Sakit banget. Emang nggak berperi keburungan itu si Stefany. Gue burungin juga kapok deh tuh cewek, gerutu Vero dalam hati saat memasuki halaman rumah orang tuanya. Kekejaman Stefany yang menendang barang keramat milik Vero masih meninggalkan ngilu yang teramat di selangkangan anak lelaki Ray Husodo itu.

Vallery menghentikan langkah kaki saat melihat sang kakak yang berjalan tertatih, belum lagi kakak satu-satunya itu dibantu oleh Axel,  Kakak sepupu dari pihak sang Mamah.

"Abang Axe, itu Bang Vero kenapa?" tanya Vallery yang masih mengenakan seragam putih abu-abu.

"Eh, mundur. Tutupin pintu mobil Abang." titah Vero, membuat Vallery mendengus sebal. Selalu saja bersikap seperti bos, mentang-mentang anak laki-laki pertama dan satu-satunya. Lagian kenapa dirinya punya kakak macam Vero, kenapa nggak Justine aja yang selalu lembut padanya.

Brakkk...

"Lamboooorrrrrr gueeeeeee." teriak Vero histeris membuat sang Mama keluar dari rumah guna melihat kehebohan apa lagi yang anak laki-lakinya ciptakan kali ini.

"Verooo kamu apa-apaan sih? Kenapa teriak-teriak ini bukan hutan!" Omel Mellia sang Mommy dengan mata setajam, S-I-L-E-T.

Vero mendengus sebal, wanita dan sekutunya. Para lelaki pasti akan kalah termasuk ia dan sang Daddy. Terkadang Vero ingin berubah saja jadi power ranger pink, biar ia memiliki kekuatan super woman seperti Mommy dan Vallery. Sayangnya dia sudah jatuh cinta pada hewan unggas yang menggemaskan di salah satu platform games.

"Mommy, mobil Vero teraniaya. Vero nggak mau tahu. Mommy harus gantiin sama yang warnanya kuning."  Axel yang mendengar itu tentu saja memutar bola mata. Vero dan segala keinginannya adalah titah yang harus semua orang basmi.

"Beli sana, duit Daddy-Mu banyak. Tapi habis itu jauh-jauh dari kartu keluarga." 

"Oh.. Nooooo Mommy, Vero nggak mau kuning. Pink aja kalau gitu." jeritan Vero dibarengi dengan suara gedebuk yang berasal dari tubuhnya karena Axel menjatuhkannya hingga oleng dan mendarat ke atas lantai. 

Brukkk....

"Abaaaang Axeeeelll." teriak Vero murka. 

"Lah, begini panggil Bang. Coba kalau nggak ada Tante Mell. Xel.. Xel doang nggak ada manner sama sekali. Kesel gue lama-lama." dengus Axel melihat kelakuan laki-laki yang katanya pangeran Husodo itu. Mimpi apa punya sepupu alay nggak sembuh-sembuh macam Vero. Sekalian aja Axel gerutu biar Tantenya tahu kelakuan Vero.

"Udah tinggal aja. Kalau Daddy-nya pulang liat dia ngepel lantai begini paling besok dia jadi gembel." ajak Mellia merangkul lengan Axel. Vallery sang adik tentu saja menganggukkan kepala setuju pada perkataan sang Mommy. 

Cup..

Vallery merunduk, memberikan ciuman di atas kening Vero sedikit lama sebelum menyampaikan amanat pada sang Kakak.

"Abang kalau udah jadi gembel lupain Valley ya. Valley soalnya nggak mau deket-deket Abang yang bau tempat sampah nanti." ujar Vallery membelai-belai rambut Vero, siapa tahu ini kesempatan terakhir Vallery bisa menyentuh sang kakak.

"Bye Abang." kikik Vallery lalu melangkah riang ke dalam rumah, mengikut jejak Mommy dan Kakak sepupunya.

"Mommy durkahaaaa! Abang kutuaaak jadi cantik. MOMMYYYYY!" kesal Vero karena ditinggalkan oleh Mommynya yang terkenal kejam.

"Mommyyy, huwaaaaaa! Moooooooom!" Vero lalu membuat drama hingga menyebabkan kehebohan luar biasa. Anak itu terus menjerit bahkan sedikit-sedikit berteriak mengatai semua orang. Dan hal tersebut berlangsung sampai matahari terbenam kembali terbit.

“Vero nggak sarapan dulu?” tanya Ray.

“Nggak mau.. Nanti Abang diracun Mommy. Bye!!”

***

Kacamata 

Dompet 

Mobil 

Pacar?

"Huaaaaaa, Stef jadi pacar gueee mauuuu?" teriak Vero tak sadar kondisi sekarang ia ada dimana.

"Alvero Hanantio Husodo, mimpi siang bolong lagi kamu?"

Seluruh isi kelas mata kuliahnya kali ini tentu saja terbahak mendengar pertanyaan pelan dari dosen mereka. Seluruh  mata terfokus pada sosok pangeran Husodo yang baru saja tadi berteriak untuk meminta seorang gadis menjadi pacarnya.

"Ya Allah, Ibu Saya mimpi lagi ya? Duh, padahal biasanya saya nggak pernah mimpi loh, Bu. Kok aneh ya?"  Vero menggaruk kepala yang tidak gatal. Axel disamping Vero menggelengkan kepala, ada saja kelakuan sepupunya itu. Setelah tiga bulan lalu ditolak oleh Stefany, ada saja kegilaan yang dilakukan oleh Vero.

"Jalan keluar kelas masih hapal nggak? Kalau nggak Saya tuntun deh, kan pas kamu udah pake kacamata item gitu di kelas Saya."

"Canda nih ibu, kacamata mahal nih Bu." kekeh Vero.

Vero yang tadinya terkekeh, berhenti seketika menggoda dosen yang cantiknya sebelas-dua belas dengan tokoh model Asia itu; Kalau dilihatnya pakai kacamata hitam. Tenang-tenang, jangan pada piuuuiit dulu. Kakinya tiba-tiba saja berdiri tegak, saat melihat sosok yang tiga bulan ini membuat hidupnya teraniaya. Karena siang-malam memikirkan gadis tersebut tanpa henti, hampir aja otaknya gosong kalau nggak disiram air tiap pagi sama sang Mommy.

"Ibu, Vero ijin ya. Masa depan Vero lewat, bilang sama Daddy kalau telepon Ibu, bilang aja Vero tadi belajarnya udah bener. Oke, Bu." Axel menghembuskan nafas, saat adik sepupunya itu berlari keluar kelas dengan meneriakan nama Stefany.

"Stef, Stefaaannnyyyy. Masa depan Ab.." ucapan Vero terhenti saat melihat Stefany yang melayangkan tangan guna mengambil sepotong coklat yang diberikan oleh adik junior mereka.

"Heh, lo anaknya tukang oncom, jangan berani-berani deketin Stefany gue ya. Kalau nggak mau muka lo gue buat gradakan kaya oncom!" amuk Vero berjalan mendekat ke arah Stefany yang sudah mendelik marah.

Gimana mau nggak marah. Tiga bulan ini, anak yang katanya incaran kaum hawa di kampusnya itu bertingkah sangat-sangat menyebalkan. Entah itu mengikutinya sampai ke kos-kosan atau tiba-tiba saja datang membelikan seluruh anak kosan makanan. Lebih heboh lagi anak itu menangis di depan kamar karena ia menolak pernyataan cinta anak itu tiga bulan lalu. Setelah itu Stefany bagaikan hidup di neraka karena selalu diikuti oleh jelmaan tapir satu itu.

Please, Vany nggak bisa diginiin, batinnya.

"Nggak usah di dengerin, gue suka coklat kok. Makasih ya." ujar Stefany mengambil coklat dari tangan adik juniornya.

Mata Vero membulat. Kemarin Vero mau nyogok pake coklat, alesannya kalau makan coklat Stefany mencret, terus apa-apaan adegan di depannya ini? Pendustaan macam apa yang dilakukan padanya kali ini?

"Hiaaaaaa." teriak Vero sambil melompat mengambil paksa coklat ditangan Stefany, "ini murah Sayang, belinya di minimarket. Nanti ikut aku, kita beli di supermarket. Kamu beli yang mahal sekalian. Duit Babang nggak akan abis serinya buat kamu."

"Heh! Cacing Afrika, bisa diem nggak sih!" sentak Stefany garang membuat Vero mundur memeluk adik junior yang seharusnya menjadi musuhnya dalam memperebutkan Stefany-nya.

"Ayang, galak ngets!" ujar Vero menatap horor Stefany yang mengacakkan tangannya dipinggang.

"Siniin coklat gue!" pinta Stefany membuat Vero menggelengkan kepalanya.

"Vero, jangan kabur lo. Siniin coklat gue. Veroooooooo." teriak Stefany kencang saat Vero berlari menghindarinya.

"Ayang, Ayaaaang. Jangan mam yang ini, nanti Vero beliin sepabriknya kalau perlu. Ayang, jangan lari-lari Vero takut." ujar Vero kencang berlari menghindari Stefany yang murka dan mengejar langkah kakinya.

"Vero, balikin coklat gue!"

"Aaaaaaaaaaaaaaa." teriak Vero sembari memakan coklat batang itu cepat, agar Stefany tidak memakan coklat pemberian orang lain.

"Heh! Heh! Muntahin nggak cokelat gue! Muntahin, muntahin!"

"Uhuk... Uhukk!"

"MUNTAHIN IBAB!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status